Kamis, 31 Juli 2014

Struktur Metode Ilmu

Struktur Metode Ilmu
Makalah Ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Mukalam, M.Hum


Oleh :
Kelompok 5
1.      Arum Pangesti                                                (11670003)
2.      Indische Muzaphire Ramdhani           (11670005)
3.      Rian Bahar Rahmadi                           (11670023)
4.      Herfira Nur Utami                              (11670039)
5.      Siti Heri Tusyanti                                (11670044)
6.      Imamah                                               (11670052)





                                                          PENDIDIKAN KIMIA
         FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
                                 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
  TAHUN AKADEMIK 2013/2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seseorang filsuf yang otentik. Perumusan tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran, yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama. Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam masyarakat.Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu pengetahuan, sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan pemikiran yang filosofis.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan observasi ?
2.      Apa yang dimaksud dengan eksperimentasi ?
3.      Apa yang dimaksud dengan induksi ?
C.     Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui pengertian dari observasi
2.      Mengetahui pengertian dari eksperimentasi
3.      Mengetahui pengertian dari induksi

BAB II
ISI
Menurut Bliss, ilmu adalah pengetahuan yang teratur dan teruji, terproses secara metodik dan rasional dari data eksperimental dan empirik, konsep-konsep sederhana, dan hubungan perseptual menjadi generalisasi-generalisasi, teori-teori dan kaidah-kaidah (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010: 92).
Menurut Harold H. Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode metode observasi, yang teliti dan kritis (Salam, 2005: 9).
Prof. Drs. Harsojo dalam Salam (2005: 9) menyatakan bahwa ilmu itu adalah:
a.       merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
b.      suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
c.       suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: “Jika... maka”
Afanasyef  dalam Salam (2005: 10) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep-konsep, kategori-kategori dan hukum-hukum yang ketepatannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Dari beberapa pengertian “ilmu” yang dikemukakan di atas, ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode(Salam, 2005: 10).
A.    Metode-metode ilmiah
1.      Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi menjadi dua, yaitu metode analitiko-sintesa dan metode nondeduksi.
a.       Metode analitiko-sintesa
Metode analitiko-sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesa. Metode analisis pada tahap akhirnya diperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis ada dua yaitu, pengetahuan analitis apriori dan pengetahuan analitis aposteriori.
Pengetahuan analisis apriori adalah cara penanganan  terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk sudut berjumlah 180 derajat. Pengetahuan analitis aposteriori berarti dengan penerapan metode analitis terhadap sesuatu yang ada di alam atau pengalaman sehari-hari dapat diperoleh pengetahuan tertentu. Misalnya, setelah kita amati sejumlah kursi yang ada, kita dapat mendefinisikannya kursi sebagai perabot kantor atau rumah tangga yang berfungsi sebagai tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan metode sintesa juga dibagi menjadi pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis aposteriori. Pengetahuan sintetis apriori adalah cara penanganan terhadap objek tertentu dengan menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, sehingga diperoleh pengetahuan yang baru. Misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah empat dama dengan lima.
Aposteriori menunjuk pada hal-hal yang keberadaannya berdasarkan pengalaman atau dapat dibuktikan secara indrawi, sehingga pengetahuan sintetis aposteriori merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lain mwnyangkut hal-hal dalam alam indrawi atau pengalaman empiris.
b.      Metode nondeduksi
Metode nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas hal-hal yang bersifat umum, sedangkan metode induksi ialah cara penanganan suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atas hal-hal ynag bersifat khusus.

B.     Observasi
Beberapa ilmu astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Di dalam metode observasi mencakup pengamatan indrawi seperti melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membawa sesuatu, yang didalanya kita juga sadar, berada dalam situasi yang bermakna dengan berbagai fakta yang saling berhubungan (Salam, 2005: 27). Tahap observasi merupakan tahap yang dimaksudkan untuk berbuat lebih dari sekedar melakukan pengamatan biasa. Kenyataan empiris yang terjadi maka objeknya diselidiki, dikumplkan, diidentifikasi, didaftar dan diklasifikasikan secara ilmiah. Observasi mencari saling hubungan dari bahan tersebut dan disoroti dalam kerangka ilmiah (Tim Dosen Filsafat UGM, 2001: 132). Observasi yang cermat sangat diperlukan di dalam penelitian ilmiah. Ada beberapa kondisi yang sangat penting untuk dikatahui dalam melakukan observasi seperti dalam (Salam, 2005: 28), yaitu:
a.       Indera yang normal dan sehat
Semua indera diperlukan dalam melakukan observasi seperti: kejelasan penglihatan dan ketajaman pendengaran sangat diperlukan.
b.      Kematangan mental
Dalam hal ini, bukan hanya kemampuan berpikir tetapi benar-benar paham tentang instrument intelektual yang diperlukan seperti istilah-istilah, konsep-konsep, dan kemampuan menggunakan symbol-simbol secara umum.
c.       Alat-alat bantu fisik
Seperti teleskop, mikroskop, dan alat-alat lain untuk mengatur waktu dengan tepat, luas, berat, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mendapatkan kesimulan (hasil) yang cermat.
d.      Cara mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan observasi dapat dilakukan dengan cermat
Si peneliti melakuakn pengamatan terus menerus. Oleh karena itu diperlukan perhatiannya pada kondisi-kondisi yang cermat, memperhatikan faktor waktu, tempat, gerakan, suhu, cahaya, keadaan cuaca, dan gangguan-gangguan suara. Kesalahan atau kegagalan observasi mungkin disebabkan adanya kerusakan atau gangguan pada faktor-faktor tersebut, yang dapat dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang telah kita buat.
e.       Pengetahuan lapangan
Orang yang mengenal lapangan studi, sejarahnya, dan saling hubungannya dengan lapangan studi serta pengalaman lainnya akan lebih beruntung.

C.    KERAGAMAN DAN PENGELOMPOKAN ILMU PENGETAHUAN
1.      Dikotomi Ilmu
A.    Ilmu Formal dan ilmu Nonformal atau Ilmu Formal/Ilmu Nonempiris
Nonempiris tidak berarti bahwa empiris/pengalaman indrawi tidak mempunyai peran. Pengalaman indrawi tentu saja selalu memainkan peranan karena dalam pengenalan manusiawi, unsur-unsur indrawi tidak mungkin dilepaskan dari unsur-unsur intelektual.Contoh ilmu formal/ilmu nonempiris yaitu matematika dan filsafat.
B.     Ilmu nonformal/ilmu empiris
Suatu ilmu disebut ilmu empiris karena memainkan peranan sentral/utama. Ilmu empiris dalam seluruh kegiatannya berusaha menyelidiki secara sistematis data-data indrawi yang konkret, Contoh ilmu empiris/nonformal yaitu ilmu hayat, ilmu alam, dan ilmu manusia.
C.     Ilmu Murni dan Ilmu Terapan
Ilmu murni/teoritis adalah ilmu yang bertujuan meraih kebenaran demi kebenaran. Contohnya matematika dan metafisika. Ilmu terapan/praktis ialah ilmu yang bertujuan untuk diaplikasikan/diambil manfaatnya. Contohnya ilmu ilmu kedokteran, teknik, hukum, ekonomi, psikologi, sosiologi, administrasi, dan ekologi.
D.       Ilmu Nomotetis dan Idiografis
Nomotetis ilmu, yang termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-ilmu alam. Objek pembahasannya adalah gejala-gejala alam yang dapat diulangi terus-menerus serta kasus-kasus yang berhubungan dengan hukum alam. Ilmu idiografis, yang termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-ilmu budaya. Objek pembahasannya adalah objek yang bersifat individual, unik yang hanya terjadi satu kali dan mencoba memahami objeknya menurut keunikannya itu.
2.      Ilmu Deduktif dan Induktif
A.    Ilmu Deduktif
Disebut ilmu deduktif karena semua pemecahan yang dihadapi dalam ilmu ini tidak didasarkan atas pengalaman indrawi/empiris melainkan atas dasar deduksi/penjabaran. Deduktif ialah proses pemikiran di mana akal budi manusia dari pengetahuan tentang hal-hal yang umum dan abstrak menyimpulkan tentang hal-hal yang bersifat khusus dan individual. Contoh ilmu deduktif: matematika.
B.     Ilmu Induktif
Disebut ilmu induktif apabila penyelesaian masalah-masalah dalam ilmu yang bersangkutan didasarkan atas pengalaman indrawi/empiris. Yang termasuk ke dalam kelompok ilmu induktif adalah ilmu alam
C.     Naturwissenschaften dan geisteswissenschaften
Perbedaan antara natur dan geist olrh Wilhelm Dilthey berdasarkan perbedaan antara ilmu nomotetis dan idiografis yang sudah digarap oleh Wilhelm Windelband, yaitu:
1.      Natur adalah ilmu pengetahuan alam dan objek pembahasannya adalah benda/gejala alam. Geist adalah ilmu budaya dengan objek pembahasannya adalah produk-produk manusiawi.
2.      Ciri khas ilmu budaya adalah mempunyai metode tersendiri yang tidak bisa diambil dari metode ilmu alam. Ilmu budaya mendekati objeknya dengan cara verstehen (mengerti/memahami). Ilmu alam mendekati objeknya dengan cara erklaren (menerangkan). Erklaren menjelaskan suatu peristiwa atas dasar penyebabnya atau berdasarkan suatu hukum umum yang berlaku di alam. Berbeda dengan benda-benda alam, produk-produk manusia hanya bisa didekati dengan metode verstehen. Misal suatu karya seni hanya bisa dipahami dalam zaman historisnya/kehidupan seniman yang bersangkutan. Jadi, verstehen menangkap makna produk manusiawi dan itu hanya bisa dilakukan dengan menempatkannya dalam konteks tertentu.
3.   Ilmu-Ilmu Empiris secara Lebih Khusus
    Ilmu-ilmu empiris secara lebih khusus menurut Berling ada tiga, yakni ilmu alam, ilmu hayat dan ilmu manusia. Kalau alam di sini dimaksudkan alam tidak hidup (alam anorganik), maka ilmu alam mencakup antara lain ilmu fisika, kimia, astronomi, geologi. Cara berpikir dan bekerja di dalam ilmu alam selalu ditandai dengan observasi, teori, dan eksperimen yang satu sama lain terjaring dalam hubungan yang erat, Lewat pengamatan (observasi)yang banyak jumlahnya. Ilmu alam sebagai ilmu empiris memperoleh seluruh bahannya dari alam kenyataan. Namun demikian, peneliti tidak dengan mudah dapat menangkap objek-objeknya dan memperoleh seluruh bahannya karena observasi empiris itu mempunyai struktur yang rumit. Jangkauan observasi empiris manusia selalu terbatas sifatnya, dibandingkan dengan dimensi-dimensi alam maka observasi itu diperluas, diperkuat, dilengkapi dan ditunjang oleh penggunaan sarana-sarana canggih, pengandaian teoritis dan kemampuan merumuskan hasil observasi secara logis rasional.
Melihat watak ilmu alam di atas, maka dapat ditarik perbandingan antara ilmu alam dengan ilmu hayat dan dengan ilmu jiwa (psikologi) serta ilmu kemasyarakatan (sosiologi)
1.      Jarak antara subjek dengan objek dalam ilmu alam lebih besar daripada subjek dan objek dalam ilmu hayat. Demikian juga jarak antara subjek dan objek dalam ilmu hayat lebih besar daripada jarak subjek dan objek dalam psikologi.
2.      Lingkungan objeknya pun berkurang dakam urutan yang sama. Dalam ilmu alam, subjek meninjau objeknya dalam jarak yang lebih besar dan lebih banyak menyorotnya dari luar. Contoh, antara seorang ahli fisika dengan objeknya terdapat relasi yang lebih kecil dibandingkan dengan relasi antara psikolog (sosiolog) dengan gejala-gejala yang mereka hadapi. Sebaliknya, objek-objek di dalam ilmu alam jauh lebih banyak jumlahnya dan lebih beraneka ragam dibandingkan dengan objek dalam psikologi/sosiologi.
    Perbedaan-perbedaan di atas membawa pengaruh bagi metode yang digunakan:
1.      Dalam ilmu alam digunakan suatu bahasa yang dengan sengaja direncanakan dan dibuat sendiri dalam upaya menjelaskan objek-objek yang dihadapi. Karena itu setiap catatan atau laporan yang diperoleh sebagai bantuan untuk membahas objek-objek tersebut seluruhnya harus dituangkan dalam bahasa buatan yang pada prinsipnya berbeda dengan bahasa manusia sehari-hari.
2.      Sebaliknya dalam psikologi/sosiologi harus digunakan bahasa sehari-hari yang menyangkut objek-objek manusiawi.
Selanjutnya adanya jarak yang lebih besar antara subjek dengan objek dalam ilmu alam menyebabkan :
1.      Sarana-saran berpikir dan sarana bekerja yang digunakan menjadi lebih rumit
2.      Dalam ilmu alam, subjek secara lebih leluasa memperngaruhi dan menguasai objek yang dihadapi.
4. Beberapa Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan sebagaimana terdapat dalam buku Filsafat Ilmu karya Rizal Mustansyir dan Misnal Munir yang diterbitkan Pustaka Pelajar tahun 2001, yakni sebagai berikut.
a.       Cristian Wolff
Christian Wolff mengkalsifikasi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yakni ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan dilsafat. Christian Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut.
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar dari alam semesta. Semua yang ada di dunia ini terletak di luar pemikiran kita yang direfleksikan dalam proses berpikir rasional. Sebab alam semesta ini merupakan suatu sistem rasional yang isinya dapat diketahui dengan menyusun cara deduksi dari hukum-hukum berpikir.
2.      Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis. Ilmu-ilmu murni adalah teologi rasional yang terkait dengan masalah-masalah jiwa, dan kosmologi rasional yang terkait dengan kodrat dunia fisik. Filsafat praktis mencakup etika sebagai ilmu tentang tingkah laku manusia, politik atau ilmu pengetahuan, ekonomi sebagai bidang ilmu apa yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai kemakmurean.
3.   Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif. Ilmu-ilmu teoritis dijabarkan dari hukum tidak bertentangan yang menyatakan bahwa sesuatu itu tidak dapat ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan. Apa yang sanggup kita ketahui tentang dunia fisik diturunkan dari hukum alasan yang mencukupi yang menyatakan bahwa ada suatu alasan yang niscaya bagi keneradaan segala sesuatu.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum berpikir. Apa yang dikatakannya tentang moral dan religi adalah suatu kodrat yang abstrak dan formal secara niscaya. Etika dalam pandangannya tidak lebih dari seperangkat aturan yang kaku dann harus diikuti, sesuatu yang tidak terjawab yang hanya hadir dalam kasus tertentu.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Christian Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui, menghendaki, dan merasakan. Ketiga aspek jiwa manusia ini akan mempengaruhi pandangan Immanuel Kant tiga kritiknya yang terkenal, yaitu kritik atas raiso murni, kritik atas rasio praktis, dan kritik atas daya pertimbangan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Christian Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut.
A.    Ilmu pengetahuan empiris:
1.      Kosmologis empiris
2.      Psikologis empiris.
B.     Matematika:
1.      Murni: aritmetika, geometri, aljabar
2.      Campuran: mekanika, dan lain-lain
C.     Filsafat
1.      Spekulatif (metafisika):
a.       Umum-ontologi
b.      Khusus: psikologi, kosmologi, theology.
2.      Praktis:
a.       Intelek-/logika.
b.      Kehendak: ekonomi, etika, politik.
c.       Pekerjaan fisik: teknologi.

b.      Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Augeste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang semakin lama semakin rumit atau kompleks dan semakin konkret. Karena dalam mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan, Augeste Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala yang letaknya paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Augeste Comte sebagai berikut:
1.      Ilmu pasti (matematika)
2.      Ilmu perbintangan (Astronomi)
3.      Ilmu alam (fisika)
4.      Ilmu kimia
5.      Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)
6.      Fisika social (sosiologi)

Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut.
A.    Ilmu pengetahuan
a.       Logika (matematika murni)
b.      Ilmu pengetahuan empiris: astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
B.     Filsafat
a.       Metafisika
b.      Filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya, pada khususnya.
c.       Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world), yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedangkan dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesa, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerja sama antara dunia 1, dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan lain sebagainya. Menurut Popper, dunia 3 hanya ada selama dihayati, yaitu dalam karya dan penelitian ilmiah, dalam studi yang sedang berlangsung, membaca buku, dalam ilham yang sedang mengalir dalam diri.
d.      Thomas S. Kuhn
Berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Revolusi ilmiah pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Kuhn, cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam beberapa tahap:
1.      Paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam, selain itu para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya. Dalam aktivitas ilmiah yang dijalankannya, para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak diterangkan dalam paradigma yang dipergunakannya tersebut, yang dinamakan anomali, yaitu suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
2.      Menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan, para ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu normal.
3.      Para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru disebut revolusi ilmiah.
Gambar ketiga tahap:

PARADIGMA
Dalam Masa Normal Science
 



ANOMALI

PARADIGMA BARU
Revolusi Ilmiah


D.    SUSUNAN ILMU PENGETAHUAN
1.      Langkah-langkah dalam Ilmu Pengetahuan
Setiap penyelidikan ilmiah selalu diawali dengan situasi masalah dan berlangsung dalam tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Perumusan masalah
Setiap penyelidikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuan/peneliti mempunyai jalan untuk mengetahui fakta-fakta apa saja yang harus dikumpulkan.
b.      Pengamatan dan pengumpulan data/observasi
Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris dan induktif dimana seluruh kegiatan diarahkan pada pengumpulan data melalui pengamatan cermat dan didukung oleh berbagai sarana. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
c.       Pengamatan dan klasifikasi data
Penyusunan fakta-fakta pada tahap ini ditekankan dalam kelompkok tertentu, jenis tertentu, atau kelas tertentu berdasarkan sifat yang sama. Kegiatan inilah yang disebut klasifikasi.
d.      Perumusan pengetahuan (definisi)
Ilmuan/peneliti menganalisis dan sintesis secara induktif. Lewat analisis dan induktif, ilmuan/peneliti mengadakan generalisasi (kesimpulan umum). Generalisasi merupakan pengetahuan umum yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan universal sehingga dari sini terbentuk teori.
e.       Hipotesis
Deduksi dalam tahap ini mulai memainkan peranan. Teori yang sudah terbentuk diturunkan menjadi hipotesis baru, sehingga dari hipotesis ini, ilmuan/peneliti mulai menyusun implikasi-implikasi logis agar dapat membuat hipotesis tentang gejala-gejala yang perlu diketahui atau yang masih terjadi.
f.       Pengujian kebenaran hipotesis (verifikasi)
Pengujian kebenaran hipotesis artinya menguji kebenaran ramalan-ramalan melalui pengamatan atau observasi terhadap fakta yang sebenarnya atau percobaan-percobaan. Keputusan terakhir dalam hal ini terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu harus dibongkar dan diganti dengan hipotesis lain dan seluruh kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari awal. Hal itu berarti data empiris merupakan penentu benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian, langkah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah pengujian kebenaran ilmiah yng berarti menguji konsekuensi yang telah dijabarkan secara deduktif (Surajiyo, 2008).
2.      Limas ilmu
Ilmu dapat digambarkan dalam bentuk limas, karena ilmu adalah kesatuan dari metode-metode yang ada.  Limas ilmu memiliki bagian-bagian didalamnya, bagian dasar adalah semua data yang diperoleh baik melalui eksperimen maupun observasi. Pada bagian puncak terdapat pendapat para ahli. Diantara puncak limas dan dasar limas terdapat beberapa bagian seperti, klasifikasi data, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis, dll.
3.      Bahasa ilmiah
Bahasa adalah alat komunikasi untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaannya. Bahasa yang digunakan untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa ilmiah. Bahasa pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Bahasa alami
Bahasa alami adalah bahasa yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyatakan sesuatu. Bahasa alami dibagi menjadi dua, yaitu bahasa isyarat dan bahasa biasa.
Bahasa isyarat, bahasa isyarat dapat berlaku secara umum dan secara khusus. Secara umum, bahasa isyarat yang digunakan adalah mengangkat jempol sebagai tanda memuji dan menurunkan jempol sebagai tanda mengejek. Secara khusus bahasa isyarat digunakan oleh orang-orang berkebutuhan khusus untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan orang-orang normal.
bahasa biasa, bahasa yang digunakan sehari-hari baik bahasa informal maupun bahasa formal.

b.      Bahasa buatan
Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun berdasarkan pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu. Kata pada bahasa buatan disebut “istilah”, sedangkan arti yang dikandung istilah disebut “konsep”.  Bahasa buatan dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa istilah dan bahasa artifisial.
Bahasa istilah, biasanya diambil dari bahasa biasa yang memiliki arti tertentu. Misalnya: filsafat (phylo dan shofia).
Bahasa artifisial, atau sering juga disebut bahasa simbolik karena bahasa ini sering digunakan dalam logika maupun matematika.
Bahasa alami memiliki kesatuan utuh antara kata dan makna karena digunakan sehari-hari. Bahasa ini bersifat spontan, kebiasaan, berdasar bisikan hati (intuitif), dan pernyataannya langsung. Sedangkan bahasa buatan memiliki kesatuan yang relatif antara istilah dan konsep sebab bahasanya berdasar pemikiran, sesuka hati, logis, memiliki arti luas, dan pernyataannya langsung. Berdasarkan pernyataan di atas bahasa ilmiah merupakan bahasa buatan. Sebab bahasa ilmiah dirumuskan dari bahasa buatan dengan menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian yang ada.
3.      Siklus empiris
Siklus empiris atau proses penyelidikan kimia memiliki lima tahap, yaitu:
1.      Observasi
Observasi atau pengamatan. Melalui observasi dapat diperoleh berbagai masalah yang menarik untuk dibahas. Observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu observasi sehari-hari dan observasi ilmiah. Observasi sehari-hari, bersifat emosional karena didasari oleh emosi peneliti, bersifat subjektif, menguntungkan peneliti, dan didasari oleh kepentingan pribadi penliti. Observasi ilmiah, bersifat objektif, tidak didasari oleh kepentingan pribadi peneliti, dan menggunakan sarana penunjang penelitian.
2.      Induksi
Setelah melakukan observasi, maka peneliti mampu merumuskan pertanyaan-pertanyaan lalu disimpulkan dalam pernyataan umum. Pernyataan umum dapat berubah menjadi hukum apabila selalu terulang-ulang.
3.      Deduksi
Pernyataan-pernyataan hasil observasi dapat diolah menjadi suatu pernyataan khusus.
4.      Kajian (eksperimentasi)
Pernyataan-pernyataan khusus tersebut kemudian dikaji kembali dalam kerangka observasi eksperimental atau non eksperimental. Apabila dikaji secara eksperimental maka penyataan yang telah dikaji secara deduksi mendapatkan verifikasi atau falsifikasi secara empiris.
5.       Evaluasi
Hasil-hasil kajian kemudian dievaluasi, suatu teori dapat disusun menggunakan induksi dan deduksi.
4.   Penjelasan dan Hipotesis
Seorang peneliti setelah melakukan pengamatan, ia harus membuat pengamatannya mudah dipahami oleh orang lain. Cara untuk membuat suatu pengamatan menjadi mudah dipahami adalah dengan membuat suatu penyataan, ramalan, dan batasan yang disesuaikan dengan bidang ilmu yang dipahami.
a.       Penjelasan
Penjelasan dalam suatu penelitian disusun untuk menentukan hipotesis, dalam penjelasan biasanya dilengkapi oleh pemahaman. Berikut ini beberapa jenis penjelasan:
1)      Penjelasan logis
Penjelasan deduktif adalah penjelasan yang terdiri atas tindakan berpikir untuk menarik kesimpulan didasarkan pada hal-hal yang bersifat umum. Sehingga diperlukan suatu penyataan yang umum sebagai dalil atau tolak ukur.Penjelasan induktif atau penjelasan kausal adalah penjelasan yang menggunakan dalil khusus untuk mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
2)      Penjelasan probabilistic
Penjelasan ini digunakan apabila terdapat suatu pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara pasti. Biasanya penjelasan ini digunakan dalam ilmu sosial terutama politik.
3)      Penjelasan finalistic
Penjelasan ini menerangkan sesuatu melalui kegunaannya. Biasanya penjelasan ini mengacu pada tujuan.
4)      Penjelasan historic
Penjelasan ini menjelaskan hal-hal yang terjadi dimasa lalu.
5)      Penjelasan fungsional
Penjelasan ini memberikan gambaran atas sesuatu yang diselidiki.
a.       Hipotesis
Dalam persiapan pengujian selain penjelasan, ramalan atau prediksi juga diperlukan.
1)      Hipotesis menurut hukum
Hipotesis ini bertolak pada keteraturan. Keteraturan digunakan untuk memecahkan maslah yang hampir mirip baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam, dan hukum juga merupakan keteraturan yang diterapkan pada keadaan terteantu.
2)      Hipotesis menurut struktur
Hipotesis ini mampu memprediksikan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, dengan cara memperhitungkan.
3)      Hipotesis menurut proyeksi
Hipotesis ini mempelajari masa lalu sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan dari kejadian di masa lalu. Hipotesis ini digunakan dalam ilmu sosial dan dibantu oleh faktor peluang.
4)      Peluang menurut utopia
Hipotesis ini dapat terjadi berdasarkan pengetahuan teoritis yang dimiliki sekarang untuk mengetahui kejadian dimasa depan.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di dalam makalah ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Observasi mencakup pengamatan indrawi seperti melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membawa sesuatu, yang didalanya kita juga sadar, berada dalam situasi yang bermakna dengan berbagai fakta yang saling berhubungan
2.      Keberagaman dan pengelompokkan ilmu pengetahuan terdiri atas :
b.   Dikotomi Ilmu
c.    Ilmu Deduktif dan Induktif
d.   Ilmu-Ilmu Empiris secara Lebih Khusus
e.   Beberapa Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf

3.      Susunan ilmu pengetahuan
A. Langkah-langkah dalam Ilmu Pengetahuan
a)      Perumusan masalah
b)      Pengamatan dan pengumpulan data/observasi
c)      Pengamatan dan klasifikasi data
d)     Perumusan pengetahuan (definisi)
e)      Hipotesis
f)       Pengujian kebenaran hipotesis (verifikasi)
B.  Limas ilmu
Ilmu dapat digambarkan dalam bentuk limas, karena ilmu adalah kesatuan dari metode-metode yang ada
C.     0)Bahasa ilmiah
Bahasa yang digunakan untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa ilmiah.
D.    Siklus empiris
Siklus empiris atau proses penyelidikan kimia memiliki lima tahap, yaitu:
a)   Observasi
b)   Induksi
c)   Deduksi
d)  Kajian (eksperimentasi)
e)   Evaluasi
E.     Penjelasan dan Hipotesis



























DAFTAR PUSTAKA

Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Surajiyo. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Akasara
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat ilmu. Yogyakarta:Liberty.


0 komentar:

Posting Komentar