Rabu, 30 Juli 2014

Analisis Butir Soal

ANALISIS BUTIR SOAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Kimia
Dosen Pengampu: Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.
 








Kelompok 6 :


Oleh
1.      Arum Pangesti                       (11670003)
2.      Sugianti Khasanah                 (11670017)
3.      Woro Sri Erdini                     (11670020)
4.      Rian Bahar Rahmadi             (11670023)
5.      Ahmad Mukhlas                    (11670033)
6.      Imamah                                  (11670052)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA
2013 / 2014



KATA PENGANTAR
     Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ranmat dan hidayahNya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang bertemakan Analisis Butir Soal dengan tepat waktu.
     Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penilaian Pembelajaran Kimia, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah khasanah kelimuan kita sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia. Makalah ini disusun atas tiga bagian, yaitu:
1.      Pendahuluan;
2.      pembahasan;
3.      penutup.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.Tak ada gading yang tak retak.Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, penulis butuhkan demi kesempurnaan karya ke depan.
Sekian, dan terima kasih.
                                                                                               








Yogyakarta, 3 Desember 2013





Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Tidak ada usaha guru yang lebih baik selain usaha untuk selalu meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun, hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup baik. Guru yang sudah berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa (Arikunto, 2010).
Menunurut Aiken (1994) dalam Suprananto (2012), kegiatan analisis butir soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal yang bermutu.Tujuan kegiatan ini adalah mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan, meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta mengetahui informasi diagnostik  pada siswa apakah mereka telah memahami materi yang telah diajarkan. Soal yang bermutu adalah soal dapat memberikan informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana yang telah menguasai meteri dan siswa yang belum menguasai materi.
Menurut Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkenaan dengan isi dan bentuknya), dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruksi, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran validilitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal, serta diskriminasi soal. Oleh karena itu, teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan keduanya. Dalam makalah ini, akan dijelaskan secara rinci mengenai analisis butir soal secara lengkap.

B.     Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai beikut:
1.      Apakah pengertian dari analisis butir soal?
2.      Apa saja manfaat analisis butir soal?
3.      Apa saja macam-macam analisis butir soal?


C.     Tujuan Penulisan
      Pembaca dapat mengetahui:
1.      Pengertian analisis butir soal;
2.      manfaat analisis butir soal;
3.      macam-macam analisis butir soal


























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Analisis Butir Soal
      Aiken dalam Suprananto (2012) berpendapat bahwa kegiatan analisis butir soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal yang bermutu. Tujuan kegiatan ini adalah:
1.      Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan,
2.      meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif,
3.      mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami materi yang telah diajarkan.
Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana yang telah menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai materi. Selanjutnya menurut Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan bentuknya) dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruksi, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran validitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal serta diskriminasi soal. Kedua teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, oleh karena itu teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan keduanya. 

B.     Manfaat Kegiatan Butir Soal
      Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni:
1.      Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan,
2.      relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa dikelas,
3.      mendukung penulisan butir soal yang efektif,
4.      secara materi dapat memperbaiki tes di kelas,
5.      meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
     Linn dan Gronlund (1995) dalam Suprananto (2012: 163), menambahkan bahwa pelaksanaan kegiatan analisis butir soal, biasanya didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Apakah fungsi soal sudah tepat?
2.      Apakah soal telah memiliki tingkat kesukaran yang tepat?
3.      Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan?
4.      Apakah pilihan jawabannya efektif?
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk:
1.      Diskusi tentang efisien hasil tes,
2.      kerja remedial,
3.      peningkatan secara umum pembelajaran di kelas,
4.      peningkatan keterampilan pada kontruksi tes.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal memberikan manfaat:
1.      Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik,
2.      meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh soal,
3.      merevisi soal yang tidak relevan degan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

C.     Macam-macam Analisis Butir Soal
1.      Teknik Analisis Secara Kualitatif
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, yakni teknik moderator dan panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang didalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik  ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama dengan beberapa ahli, seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa dan orang yang memiliki latar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik, karena didiskusikan dan ditelaah secara bersama-sama, namun teknik tersebut memiliki kelemahan karena memerlukan waktu lama untuk mendiskusikan setiap satu butir soal.
Teknik berikutnya adalah teknik panel. Teknik panel merupakan suatu teknik yang menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya materi, kontruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban atau pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan dan pedoman penilaian atau penelaahan. Tahap awal, semua orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka bekerja sendiri-sendiri di tempat berbeda. Para penelaah dipersilahkan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria soal baik, perlu diperbaiki atau diganti (Suprananto, 2012).

2.      Teknik Analisis Secara Kuantitatif
Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal berdasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori klasik. Kelebihan dari analisis ini yakni, murah, sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer dapat menggunakan data dari beberapa peserta tes atau sampel kecil. Hal tersebut telah dikemukakan oleh Millman dan Greene (1993) dalam Suprananto, (2012). Selanjutnya analisis butir soal secara modern adalah penelaahan butir soal dengan menggunakan teori respon butir atau Item Response Theory (IRT). Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu butir dengan kemampuan siswa.Teori ini muncul karena adanya beberapa keterbatasan pada analisis secara klasik, yaitu:
1.      Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah true score. Artinya jika suatu tes sulit maka tingkat kemampuan peserta tes akan rendah, sebaliknya jika suatu tes mudah, maka tingkat kemampuan peserta tes tinggi,
2.      tingkat kesukaran butir soal didefinisikan sebagai proporsi peserta tes yang menjawab benar. Mudah atau sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta tes,
3.      daya pembeda, reliabilitas dan validitas tes tergantung pada kondsi peserta didik.
Analisis kualitas butir soal dapat dibagi menjadi 2, yaitu;
1.      Tingkat Kesukaran Soal (Difficulty Index)
Menurut Arifin (2009) perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suau soal. Jika suatu soal memiliki tingkat seimbang (proposional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
1)      Menghitung Tingkat Kesukaran Soal Bentuk Objektif
            Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk obyektif dapat digunakan dengan cara, yaitu: menggunakan rumus tingkat kesukaran (TK):


Keterangan:
WL = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok atas
      nL = jumlah kelompok bawah
      nH = jumlah kelompok atas
Sebelum menggunakan rumus di atas, harus diitempuh terlebih dahulu langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah,
b)      mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut kelompok atas (higher group), dan 27% lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya disebut kelompok bawah (lower group). Sisa sebanyak 46% disisihkan,
c)      membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik, baik untuk kelompok atas maupun kelopok bawah. Jika jawaban peserta didik benar diberi tanda plus (+), sebaliknya jika jawaban peserta didik salah maka diberi simbol minus (-).
Contoh:
18 peserta didik SMA Negeri 1 Cilacap kelas XII IPA akan mengikuti ujian tengah semester dalam mata pelajaran kimia. Berdasarkan hasil ujian tersebut kemudian disusun lembar jawaban peserta didik dari yang mendapat skor tertinggi sampai dengan skor terendah. Selanjutnya diambil 27% dari kelompok atas sebanyak 5 anak, begitu pula 27% dari kelompok bawah sebanyak 5 anak. Setelah diketahui jumlah sampel kelompok atas dan bawah, kemudian membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik dalam kelompok tersebut.

Tabel 1. Jawaban Benar-Salah Dari Kelompok Atas
No. Soal
Peserta Didik
1
2
3
4
5
1
+
+
+
+
-
2
+
-
+
+
+
3
-
+
+
+
+
4
+
+
+
-
+
5
+
-
-
-
-

Tabel 2. Jawaban Benar-Salah Dari Kelompok Bawah
No. Soal
Peserta Didik
1
2
3
4
5
1
+
+
+
+
-
2
+
-
+
+
-
3
-
+
-
+
-
4
+
-
+
-
+
5
+
-
-
-
-

                  Berdasarkan kedua tabel di atas dapat dibuat tabel sebagai berikut:
                  Tabel 3. Perhitungan WL+WH dan WL-WH
No. Soal
WL
WH
WL+WH
WL-WH
1
1
1
2
0
2
2
1
3
1
3
3
1
4
2
4
2
1
3
1
5
4
4
8
0
                                               
                       
                  Jadi, tingkat kesukaran tiap soal adalah sebagai berikut:
1)         untuk soal nomor 1,
2)         untuk soal nomor 2,
3)         untuk soal nomor 3,
4)         untuk soal nomor 4,
5)         untuk soal nomor 5,
Adapun kriteria penafsiran tingkat kesukaran soal adalah:
1)      jika jumlah presentase 0%-7% = mudah
2)      jika jumlah presetase 28%-72% = sedang
3)      jika jumlah presentase 73%-100% = sukar
Berdasarkan kriteria di atas, maka hasil perhitungan tingkat kesukaran soal dapat ditafsirkan seperti berikut:
Tabel 4. Penafsiran Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal
Nomor Soal
Presentase Tingkat Kesukaran Soal
Penafsiran
1
20%
Mudah
2
30%
Sedang
3
40%
Sedang
4
30%
Sedang
5
80%
Sukar

Tabel 5. Klasifikasi Soal Berdasarkan Proporsi Tingkat Kesukarannya
Tingkat Kesukaran Soal
Nomor Soal
Jumlah
Mudah
P 27%
1
1
Sedang
P 28%-72%
2,3,4
3
Sukar
P 73%
5
1

Untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, sebaiknya proporsi antara tingkat kesukaran soal tersebar secara normal. Perhitungan proporsi tersebut dapat diatur sebagai berikut:
a)      soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal mudah 25%;
b)      soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal mudah 20%;
c)      soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal mudah 15%.

2)      Menghitung Tingkat Kesukaran Untuk Soal Bentuk Uraian
 Cara menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian adalah menghitung berapa persen peserta didik yang gagal menjawab benar atau di bawah batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap soal. Untuk menafsirkan tingkat kesukaran soalnya dapat digunakan kriteria sebagai berikut:
a)      Jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27%, termasuk mudah;
b)      jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28%-72%, termasuk sedang;
c)      jika jumlah peserta didik yang gagal 73% ke atas, termasuk sukar.
       Contoh:
        33 orang peserta didik dites dengan lima soal bentuk uraian. Skor maksimum ditentukan 10 dan skor minimum 0. Jumlah peserta didik yang memperoleh 0-5 = 10 orang (berarti gagal), nilai 6 = 12 orang dan nilai 7-10 = 11 orang.
        Jadi, tingkat kesukaran 
      Tingkat kesukaran 30,3 % berada diantara 28%-72%, berarti soal tersebut termasuk sedang. catatan batas lulus ideal = 6 (skala 0-10) (Arifin, 2009: 273).

Contoh Analisis Soal
Misal 100 orang murid dites dengan tes pilihan ganda yang berjumlah 95 soal.Hasil tes menunjukkan skor tertinggi 85 dan terendah 14.25 orang (25%) dari hasil tes tersebut kita ambil yang tergolong upper group, dan 25 orang yang tergolong lower group. Cara mengambil kelompok upper group dan lower group adalah sebagai berikut: mula-mula kita susun lembaran hasil tes itu dari lembaran yang memiliki skor tertinggi (85) berturut-turut sampai kepada lembaran yang memiliki skor terendah (14). Selanjutnya, kita ambil 25 lembar dari atas, inilah kelompok upper group; dan 25 lembar dari bawah, yang disebut kelompok lower group. Misalkan dari kelompok lower group yang kita ambil terdapat skor dari 59 s.d 85, dan dari kelompok lower group terdapat skor 14 s.d 34. Kelompok sedang berjumlah 50 lembar (50%) kita biarkan.
Jawaban-jawaban dari kedua kelompok upper group dan lower group itulah yang kemudian kita tabulasikan dan kita analisis. Berikut beberapa contoh:
Soal no.1 hasilnya sebagai berikut:
1.    Penyebar agama Islam yang pertama di Jawa Barat adalah ….

Jawaban
Upper
Lowwer
a.       Sultan Hasanuddin
0
2
b.      Fatahillah         
25
20
c.       Untung Suropati
0
2
d.      Sunan Kalijaga
0
1
Dikosongkan  
0
0

Interpretasi:
    Soal ini mudah karena semua (25) orang dari kelompok upper group dan 20 orang dari lower group dapat menjawab soal ini dengan benar. Soal ini termasuk baik karena dapat membedakan arah yang diinginkan: ternyata jawaban-jawaban yang salah terdapat pada kelompok lower group. Dua atau tiga soal semacam ini baik digunakan sebagai permulaan suatu tes (Purwanto, 2010).

Contoh 2
Dalam Sudijono, (1996) diberikan contoh sebagai berikut
Misalkan sebanyak 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar tahap akhir dalam mata pelajaran Aqidah-Akhlaq yang dituangkan dalam bentuk soal tes obyektif dengan menyajikan 10 butir item (soal), dengan soal yang dapat dijawab benar diberi bobot 1 dan untuk jawaban salah diberi bobot 0. Setelah tes selesai, dilakukan koreksi dan diberikan skor yang menghasilkan pola penyebarab jawaban sebagai berikut


Tabel Penyebaran Skor Jawaban 10 Testee Terhadap 10 Butir Item Dalam Tes Hasil Belajar Mata Pelajaran Aqidah-Akhlaq
Testee
Skor Pada Soal Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
B
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
C
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
D
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
E
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
F
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
G
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
H
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
I
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
J
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
Jumlah jawaban benar
6
2
8
5
6
2
8
3
8
7

Tabel Perhitungan Indeks Kesukaran Item  Hasil Jawaban 10 Testee Terhadap 10 Butir Item Dalam Tes Hasil Belajar Mata Pelajaran Aqidah-Akhlaq
No Soal
Indeks Kesukaran Item
Interpretasi
1
P =  =  = 0,60
              Sedang
2
P =  =  = 0,20
Terlalu sukar
3
P =  =  = 0,80
Terlalu mudah
4
P =  =  = 0,50
Sedang
5
P =  =  = 0,60
Sedang
6
P =  =  = 0,20
Terlalu sukar
7
P =  =  = 0,80
Terlalu mudah
8
P =  =  = 0,30
Sedang
9
P =  =  = 0,80
Terlalu mudah
10
P =  =  = 0,70
Sedang
  
Keterangan Rumus
P  = Proporsi = Angka Indeks Kesukaran Item
B  = banyaknya testee yang dapat menjawab dengan benar
JS = jumlah testee yang mengikuti tes

     Lebih lanjut menurut  Sudijono, (1996) dari hasil analisis yang dilakukan terhadap 10 butir item tes hasil belajar tersebut dapat diketahui terdapat 5 soal dalam kategori baik (sedang atau tidak terlalu sukar), 2 soal dalam kategori terlalu sukar, dan 3 soal dalam kategori terlalu mudah. Dengan hasil analisis tersebut, maka tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh tester adalah
a.       Untuk butir soal yang termasuk dalam kategori baik segera dicatat dan disimpan dalam bank soal dan dapat digunakan kembali sewaktu-waktu untuk tes berikutnya.
b.      Untuk butir soal yang dalam kategori terlalu sukar ada kemungkinan 3 hal yang bias dilakukan yakni butir soal tersebut dibuang (tidak akan dikeluarkan lagi saat tes selanjutnya), diteliti ulang dan ditelusuri factor yang menyebabkan soal tersebut sukar dikerjakan oleh testee dan setelah dilakukan perbaikan dapat dikeluarkan lagi pada tes selanjutnya, dapat digunakan dalam tes-tes yang membutuhkan seleksi ketat.
c.       Untuk butir soal yang dalam kategori terlalu mudah ada kemungkinan 3 hal yang bias dilakukan yakni butir soal tersebut dibuang (tidak akan dikeluarkan lagi saat tes selanjutnya), diteliti ulang dan ditelusuri factor yang menyebabkan soal tersebut sukar dikerjakan oleh testee dan setelah dilakukan perbaikan dapat dikeluarkan lagi pada tes selanjutnya, dapat digunakan dalam tes-tes yang membutuhkan seleksi yang lebih longgar.



2.   Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda item menurut Sudijono (1996), adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan testee yang berkemampuan rendah (kurang pandai), sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir soal tersebut lebih banyak dapat menjawab dengan benar, sementara testee yang berkemampuan rendah untuk menjawab butir soal tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab dengan benar. Tujuan mengetahui daya pembeda adalah agar butir-butir soal tersebut mampu memberikan hasil yang mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang ada pada kalangan testee, karena pada dasarnya kemampuan antara satu testee dengan testee yang lain adalah berbeda-beda.
Lebih lanjut menurut Sudijono (1996), daya pembeda dapat diketahui melalui angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi (diberi lambing d besar = D) adalah sebuah angka atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda (discrimination power) yang dimiliki oleh sebutir item.
Seperti halnya indeks kesukaran item, maka indeks diskriminasi item besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Namun di antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar yaitu angka indeks kesukaran item tidak mungkin mengenal tanda negatif (-) sedangkan pada daya pembeda dapat bertanda negatif (-). Apabila sebutir item memiliki tanda positif (+), maka butir item tersebut memiliki daya pembeda yang berarti testee yang termasuk kategori pandai lebih banyak dapat menjawab dengan benar butir soal yang bersangkutan, sedangkan testee yang termasuk kategori kurang pandai lebih banyak menjawab salah. Apabila sebutir item memiliki angka indeks diskriminasi = 0,00 (nihil), maka hal ini menunjukkan bahwa butir item yang bersangkutan tidak memiliki daya pembeda sama sekali, yang berarti bahwa jumlah testee kelompok atas yang menjawab benar (atau salah) sama dengan jumlah testee kelompok atas yang menjawab dengan benar. Jadi di antara kedua kelompok testee tersebut tidak ada perbedaannya sama sekali atau perbedaannya = 0. Apabila angka indeks diskriminasi item dan sebutir item bertanda negatif (-), maka butir item lebih banyak dijawab benar oleh testee kelompok bawah dari pada oleh kelompok atas, atau testee yang sebenarnya termasuk dalam kategori pandai lebih banyak menjawab salah sedangkan testee yang sebenarnya dalam kategori kurang panda lebih banyak yang menjawab dengan benar.
    Dengan demikian, menurut Arikunto (2006) terdapat tiga titik pada daya pembeda yaitu

-1,00                                            0,00                                               -1,00
daya pembeda negatif             tidak ada daya pembeda                 daya pembeda positif

    Untuk mengetahui indeks manakah yang dapat menyatakan bahwa sebutir soal dapat dikatakan sebagai butir soal yang memiliki daya pembeda yang baik, menurut Sudijono (1996) dapat digunakan patokan sebagai berikut

Indeks Diskriminasi Item (D)
Klasifikasi
Interpretasi
< 0,20
Poor
Butir soal memiliki daya pembeda lemah (tidak memiliki daya pembeda yang baik)
0,20 – 0,40
Satisfactory
Butir soal memiliki daya pembeda cukup (sedang)
0,40 – 0,70
Good
Butir soal memiliki daya pembeda yang baik
0,70 – 1,00
Excellent
Butir soal memiliki daya pembeda sangat baik
Bertanda negatif (-)
-
Buti soal tidak memiliki daya pembeda

  Dalam Arikunto (2006) disebutkan bahwa seluruh pengikut tes (testee) dikelompikkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok kurang pandai atau kelompok bawah (lower group).
  Cara menentukan  daya pembeda (D) dapat dilakukan dengan 2 cara yakni perlu dibedakan antara kelompok kecil (<100) dan kelompok besar (>100).
a.       Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi 2 sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
Contoh:
Siswa
Skor
A
9
B
8
C
7
D
7
E
6



F
5
G
5
H
4
I
4
J
3

kelompok atas (JA)
 
 kelompok bawah (JB)
 
 












Seluruh testee dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi menjadi dua.
b.      Untuk kelompok besar
Mengingat biaya dan waktu menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja yaitu 27% skor teratas (JA) dan 27% sebagai kelompok bawah (JB).
27 % kelompok atas
 
Contoh:
Siswa
Skor
A
9
B
9
C
8
D
8
E
8
-

-

-

-


X
2
X
1
X
1
X
1
X
0

 






Rumus Mencari D (Descrimination Power)
D =  = PAPB
Dimana
J           = jumlah peserta tes
JA         = Banyak peserta kelompok atas
JB         = Banyak peserta kelompok bawah
BA        = Banyak kelompok atas yang menjawab benar
BB        = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar
PA        = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar (P = indeks kesukaran)
PB        = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
(Arikunto, 2006).

Dalam Sudijono, (1996) diberikan contoh sebagai berikut
    Misalkan 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang studi Bahasa Arab dalam bentuk multiple choice item., dengan soal yang dapat dijawab benar diberi bobot 1 dan untuk jawaban salah diberi bobot 0.
Langkah-langkah yang dikerjakan adalah sebagai berikut
a.       Mengelompokkan testee menjadi 2 kelompok yaitu kelompok atas (pandai) dan kelompok bawah kurang pandai
Testee
Skor Pada Soal Nomor
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
5
B
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
C
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
7
D
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
3
E
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
7
F
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
4
G
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
7
H
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
9
I
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
4
J
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
5
N = 10
5
9
2
8
6
8
5
6
6
6
61

Mengelompokkan dalam kelas atas dan bawah
Tabel kelompok Atas
Testee
Skor
B
10
H
9
C
7
G
7
E
7
JA = 5
-

Tabel kelompok Bawah
Testee
Skor
A
5
I
5
J
4
F
4
D
3
JB = 5
-

b.      Menuliskan atau memberi kode-kode terhadap hasil pengelompokan testee
Testee
Skor Pada Soal Nomor
Total
Kelomp-ok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
5
Bawah
B
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
Atas
C
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
7
Atas
D
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
3
Bawah
E
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
7
Atas
F
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
4
Bawah
G
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
7
Atas
H
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
9
Atas
I
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
4
Bawah
J
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
5
Bawah
N = 10
5
9
2
8
6
8
5
6
6
6
61


c.       Menghitung  BA, BB, PA, PB, dan D untuk 10 butir soal
Nomor Soal
BA
BB
JA
JB
PA =
PB =
D = PA - PB
1
3
2
5
5
0,60
0,40
0,20
2
5
4
5
5
1,00
0,80
0,20
3
2
0
5
5
0,40
0,00
0,40
4
4
4
5
5
0,80
0,80
0,00
5
3
3
5
5
0,60
0,60
0,00
6
5
3
5
5
1,00
0,60
0,40
7
4
1
5
5
0,80
0,20
0,60
8
5
1
5
5
1,00
0,20
0,80
9
5
1
5
5
1,00
0,20
0,80
10
4
2
5
5
0,80
0,40
0,40

d.      Memberikan Penafsiran (Interpretasi) Mengenai Kulitas Daya Pembeda Item Yang Dimiliki Oleh 10 Soal
Nomor Butir Soal
Besar D
Klasifikasi
Interpretasi
8 dan 9
0,80
Excellent
Daya pembeda sangat baik
7
0,60
Good
Daya pembda baik
3,6 dan 10
0,40
Satisfactory
Daya pembeda cukup
1 dan 2
0,20
Poor
Daya pembeda lemah
4 dan 5
0,00
-
Tidak memiliki daya  pembeda

     Dari hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa 60%  (6 butir) dari 10 butir soal bahasa arab yang diajukan dalam tes tersebut sudah memiliki daya pembeda yang baik, sedangkan 40% (4 butir) masih tergolong belum memiliki daya pembeda seperti yang diharapkan.














BAB III
PENUTUP

1.      Kegiatan analisis butir soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal yang bermutu.
2.      Manfaat kegiatan analisis butir soal antara lain membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan,relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas,mendukung penulisan butir soal yang efektif,secara materi dapat memperbaiki tes di kelas,meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
3.      Macam-macam analisis butir soal yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.




















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Arikunto, Suharsimi.2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: 
    Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja    
     Rosda Karya.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gravindo
    Persada.


Suprananto, Kusaen. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

0 komentar:

Posting Komentar