Rabu, 25 September 2013

SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN MAZHAB FIQH DAN USHUL FIQH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqih Islam mulai dirasakan penting. Paling tidak, karena pertumbuhan dan perkembangan fiqih menunjukkan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri. Hal tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai di manapun dan kapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat agama yang sedang mengalami modernisasi. Di lain pihak, evolusi historikal dari perkembangan fiqih secara sungguh-sungguh telah menyediakan frame work bagi pemikiran Islam, atau lebih tepatnya actual working bagi karakterisitik perkembangan Islam itu sendiri.
Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut perkembangan Islam, dan bahkan secara amat dominan, fiqih -- terutama fiqih abad pertengahan -- mewarnai dan memberi corak bagi perkembangan Islam dari masa ke masa.Karena itulah, kajian-kajian mendalam tentang masalah kesejahteraan fiqih tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengan sendirinya menawarkan kemungkinan baru bagi perkembangan Islam berikutnya.
Jika kita telusuri sejak saat kehidupan Nabi Muhammad saw, para sejarahwan sering membaginya dalam dua priode yakni periode Mekkah dan periode Madinah. Pada periode pertama risalah kenabian berisi ajaran-ajaran akidah dan akhlaq, sedangkan pada periode kedua risalah kenabian lebih banyak berisi hukum-hukum.Dalam mengambil keputusan masalah amaliyah sehari-hari para sahabat tidak perlu melakukan ijtihad sendiri, karena mereka dapat langsung bertanya kepada Nabi jika mereka mendapati suatu masalah yang belum mereka ketahui.
Sampai dengan masa empat khalifah pertama hukum-hukum syariah itu belum dibukukan, dan belum juga diformulasikan sebagai sebuah ilmu yang sistematis. Kemudian pada masa-masa awal periode tabi'in (masa Dinasti Umayyah) muncul aliran-aliran dalam memahami hukum-hukum syariah serta dalam merespon persoalan-persoalan baru yang muncul sebagai akibat semakin luasnya wilayah Islam, yakni ahl al-hadis dan ahl al-ra'y.Aliran pertama, yang berpusat di Hijaz (Mekkah-Madinah), banyak menggunakan hadis dan pendapat-pendapat sahabat, serta memahaminya secara harfiah.Sedangkan aliran kedua, yang berpusat di Irak, banyak menggunakan rasio dalam merespons persoalan baru yang muncul.Perbedaan pendapat dalam lapangan hukum tersebut merupakan sebuah hasil penelitian (ijtihad), hal ini tidak perlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum Islam, akan tetapi sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada orang banyak.
Pada makalah ini, akan dijelaskan tentang pengertian mazhab, latar belakang dan sejarah awal kemunculan mazhab-mazhab dalam fiqih, bilkhusus pada empat mazhab yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan keempat mazhab tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian mazhab?
2.      Bagaimana fakta-fakta yang menimbulkan mazhab?
3.      Bagaimana perkembangan keempat mazhab?
4.      Bagaimana perkembangan ushul fiqh?
           
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian mazhab.
2.      Mengetahui fakta-fakta yang menimbulkan mazhab.
3.      Mengetahui perkembangan keempat mazhab fiqh.
4.      Mengetahui perkembangan ushul fiqh?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mazhab
Istilah mazhab pada umumnya dipahami mengandung dua arti, pertama cara berpikir atau metode berijtihad yang diterapkan oleh imam atau mujtahid untuk menentukan hukum suatu kasus berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Kedua, fatwa atau pendapat imam atau mujtahid tentang suatu kasus atau peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits.  Yang pertama disebut secara populer dalam kalangan NU sebagai mazhab Manhaji, sedangkan yang kedua disebut mazhab Qawli. Kyai Muchith merinci secara lebih jelas pengertian mazhab sebagai berikut:
1.      Metode ijtihad yang dirumuskan sendiri, berwujud kaidah-kaidah ushul fiqh, qawaidul ahkam, qawaidul fiqhiyah, dan sebagainya.
2.      Proses dan prosedur ijtihad yang dilakukan sendiri.
3.      Produk ijtihadnya sendiri yang sudah meliputi berbagai bidang permasalahn (tidak hanya satu atau dua kasus) (Effendi, 2010).
Berdasarkan pengertian mazhab tersebut di atas, Kyai Muchith membedakan Ahlul Mazhab yakni mereka yang menganut mazhab dalam tiga tingkatan:
1.      Bermazhab dalam tingkat mengikuti produk (hasil) ijtihad orang lain, sama sekali tidak mampu berijtihad sendiri, bahkan tidak tahu dalil yang dipergunakan.
2.      Bermazhab dalam tingkat sudah mampu berijtihad sendiri secara sangat terbatas, umpamanya santri yang sudah mampu menguasai problematika fardhunya wudhu, mulai dari dalil-dalilnya, pengelolaan dalil, serta penyimpulannya.
3.      Bermazhab dalam tingkat sudah mampu berijtihad sendiri dengan mempergunakan metode dan pola pemahaman yang diciptakan oleh tokoh lain, seperti imam Ghozali yang kemampuan berijtihadnya tidak pantas diragukan lagi, tetapi dia masih disebut bermazhab syafi'i karena ijtihadnya masih menggunakan metode yang diciptakan oleh imam syafi'i (Effendi, 2010).

B.     Fakta-Fakta yang Menimbulkan Mazhab
Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, daerah wilayah daulah Islam bertambah luas. Hal itu menyebabkan tersebarnya para sahabat dan para tabi'in ke berbagai kota untuk menjadi hakim dan mufti. Masyarakat setempat belajar kepada mereka tentang urusan agama, dan dari mereka pulalah masyarakat mengambil Al-Qur’an dan As Sunah dan cara memahaminya (Ash Shiddiqy, 1967).
Walaupun di kala itu telah mempunyai kebudayaan lain yang mempengaruhi masyarakat, namun para fuqaha dapat pula menimbulkan pengaruh baru. Karena itu, kita mendapati dua fakta yang mempengaruhi perkembangan fiqh di daerah itu. Pertama, millieu dan kedua, sistem yang ditempuh oleh fuqaha dalam memberikan dan memetik hukum (Ash Shiddiqy, 1967).
Madrasah-madrasah itu dalam kenyataannya mempunyai dua saluran yang berbeda. Pertama, Madrasah Hadits yang sifatnya membatasi diri dengan sekadar yang ada di dalam nash. Kedua, Madrasah Ra'ju, yang sifatnya menyelami keadaan masyarakat dan meneliti illah, kausalita, dan hukum (Ash  Shiddiqy, 1967).
Menurut kenyataan sejarah, mazhab Hanafi adalah permulaan mazhab jama'y di Irak yang memegang panji ra'ju dan mazhab Maliki  di hijaz adalah permulaan mazhab jama'y (hukum-hukum yang merupakan hasil kebulatan pendapat bersama) yang memegang panji hadits. Kedua-duanya timbul dalam satu masa dan mempunyai pengaruh yang sangat besar di kalangan umat (Ash  Shiddiqy, 1967).

C.    Mazhab Ahli Sunnah yang Masih Berkembang
Mazhab ahli sunnah yang sifatnya jama'iyah, kolektif, ketika mulai tumbuh, berbeda satu sama lainnya, menurut ukuran jauh dekatnya kepada pemakaian ra'yi atau rasio. Berdasarkan ini, mazhab ahli sunnah dibagi menjadi dua, yaitu madrasah Ra'yi dan madrasah Hadits. Kemudian, mazhab keduanya ini berangsur-angsur kian lama kian rapat, sehingga tidak ada lagi pemisahan di antara keduanya (Ash Shiddiqy, 1967).
Para penulis sejarah fiqh berlainan pendapat dalam menggolongkan mazhab ini. Ibnu Qutaibah menggolongkan Malik, Syafi'i, dan Abu Hanifah ke dalam golongan Ahlurra'yi. Asysyahrastany menggolongkan Abu Hanifah ke dalam golongan Ahlurra'yi. Sedangkan Maliki, Syafi'i, Ahmad dan Dawud ke dalam golongan ahlul hadits. Di bawah ini, akan dijelaskan beberapa mazhab (Ash Shiddiqy, 1967).
1.      Mazhab Hanafi
Kufah, merupakan tempat kediaman kebanyakan para fuqaha Islam. Umar bin Khattab telah mengutus Abdullah ibn Mas'ud kesana pada tahun 32 H. Sebagai guru dan hakim, beliau juga seorang ahli hadits dan fiqh. Kemudian termasyhurlah diantara murid-muridnya dan masyhurlah pula murid-muridnya dan murid dari murid-muridnya, seperti Alqamah, Masruq, Hammad (gurunya Abu Hanifah), dsb.
Hammad ibn Sulaiman menyatukan fiqh An Nakha'y dengan fiqh Asy Sya'by dan memberikan fiqh yang sudah dicampur itu kepada muridnya diantaranya yaitu Abu Hanifah An Nu'man yang kemudian menggantikan gurunya setelah meninggal sebagai pemegang madrasah. Diantara murid Abu Hanifah yang terkenal ialah Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan Hasan ibn Zijad. Mereka bersama Abu Hanifah membentuk mazhab Hanafi pada abad kedua hijrah di akhir pemerintahan Amawiyah.
Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantik dan menetapkan hukum Syara dengan Qiyas dan Istihsan. Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang Qiyas dan Istihsan. Beliau menggunakan Qiyas dan Istihsan apabila beliau tidak memperoleh nash dalam kitabullah, sunatullah atau ijma. Dasar-dasar hukum fiqh mazhab beliau adalah Al-Qur’an, As Sunah. Ijma, Qiyas, Istihsan.
Murid-murid beliau yang paling terkenal ialah:
a.       Abu Yusuf Ya'kub ibn Ibrahim al Anshary al Kufu (113 H-182 H)
Beliaulah yang telah berjasa besar dalam mengembangkan mazhab Abu Hanifah. Pendapat-pendapat beliau dapat dipelajari dalam kitab fiqh Hanafi. Kitabnya yang ditulis dengan tangannya sendiri yang sampai ke tangan kita sekarang ialah kitab Al Kharaj.
b.      Muhammad ibn al Hasan asy Syabany
Beliau tidak lama menyertai Abu Yusuf dan pernah belajar pada Imam Malik, tetapi beliaulah yang telah berusaha membukukan mazhab Hanafi. Kitab-kitab yang beliau bukukan ada dua macam, yaitu:
1)      Yang diriwayatkan kepada kita oleh orang-orang kepercayaan. Kitab-kitab ini dinamakan kitab Dhahirriwayah atau Masa Ilul Ushul.
2)      Yang diriwayatkan kepada kita oleh orang-orang yang tidak kepercayaan yang dinamakan Masailun Nawadir.
Kitab-kitab Dhahirriwayah ada 6 macam, yaitu Al Mabsuth, Al Jami'ul Kabir, Al Jami'ul Shaghir, Al Sijarul Kabir, Al Shirajush Shaghir, Az Ziyadat
Keenam kitab ini telah dikumpulkan oleh Abul Fadel al Marwazy yang dikenal dengan nama al Hakim asy Syahid (344 H) dalam kitabnya Al Kafi. Kemudian, Al Kafi ini disyarahkan dalam kitab Al Mabsuth oleh Syamsul a-immah Muhammad ibn Ahmad as Sarkasy yang wafat pada akhir abad ke 5.
Zufaa ibn Hudzail ibn Qais al Kufy (110 H-158 H) beliau terkenal sebagai seorang ahli qiyas yang terpandai dari murid Abu Hanifah.
c.       Al Hasan ibn Zijad al Lu'luy
Beliau belajar pada Abu Hanifah dan meriwayatkan pendapatnya.Akan tetapi, para fuqaha tidak menyamakan riwayatnya dengan riwayat oleh Muhammad ibn al Hasan pada kitad Dhahirriwayah. Diantara kitabnya ialah Adabul Qalil, Ma'anil Iman, An nafaqat, dsb.
Pada masa sekarang ini, mazhab Hanafi adalah mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria, dan Libanon. Mazhab inilah yang dianut oleh sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, muslimin India dan Tiongkok. Lebih dari sepertiga muslimin di dunia juga memakai mazhab ini (Ash Shiddiqy, 1967).

2.      Mazhab Maliki
a.       Asal Usul Mazhab Maliki
Mazhab Maliki merupakan salah satu mazhab dari golongan sunni. Nama Mazhab ini dinisbatkan dari nama seorang ulama Iman Malik bin Anas (93H-179H). Beliau lahir di Madinah dan menjadi ahli fiqh yang terkenal. Ayah beliau adalah seorang pengrajin panah.  Imam Maliki termasuk orang yang sangat kuat hafalannya. Di usia remaja beliau mulai menghapal Al-Quran dan menjadi Hafidz yang baik. Selain itu, beliau juga cepat menghapal hadits yang diajarkan oleh para gurunya seperti Ibnu Syihab Az zuhri, Ibnu Hurmuz, dan Nafi. Sementara guru beliau dalam bidang Fiqh adalah Rabiah dan Yahya bin Sa’id al Anshari. Imam Maliki dikenal sangat hati hati dalam meriwayatkan hadits. Imam Maliki pernah berkata :” Saya tidak member fatwa dan meriwayatkan hadits sehingga 70 ulama membenarkan dan mengakui” (Amilia, 2005).
Pemikiran-pemikiran Imam Maliki dapat dilihat dalam karyanya al-Muwaththa’, suatu kitab yang berisi tentang hadits dan fiqh sekaligus. Khalifan Harun ar-Rasyid pernah menginginkan kitab ini sebagai kitab hukum yang diterapkan dan berlaku di seluruh wilayah negeri tersebut, namun keinginan itu tidak disetujui oleh Imam Malik. Imam Malik meninggal dunia pada tahun 179 H di Madinah, karena sakit dan dimakamkan di al Baqi’ (Amilia, 2005).
b.      Dalil-dalil yang digunakan oleh Mazhab Maliki
Metode pengajaran yang dilakukan oleh Imam Maliki didasarkan pada ungkapan hadits dan pembahasan atas makna maknanya lalu dikaitkan dengan konteks permasalahan yang ada pada saat itu. Kadang, beliau juga menelaah masalah-masalah yang terjadi di daerah asal murid muridnya, kemudian mencarikan hadits atau atsar-atsar (pernyataan sahabat) yang bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Imam Malik sangat menghindari spekulasi, oleh karenanya Madhzab Maliki dikenal sebagai Ahl al hadits atau ahlul hadits (aliran).
Dalil dalil yang digunakan oleh madzhab Maliki dalam menetapkan suatu hukum di antaranya;
1)      Al- Quran                                                                                     
Imam Maliki meletakkan Al Quran sebagai dalil dan dasar tertinggi di atas dalil dalil yang lain.
2)      As-Sunnah
Imam Malik menjadikan As-Sunnah sebagai dalil yang kedua setelah Al-Quran.  Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang mensyaratkan penggunaan As-Sunnah dengan kualifikasi tertentu, Imam Malik meskipun menggunakan al Hadits yang mutawatir dan masyuhr juga bisa menerima al-Hadits yang ahad sekalipun asalkan tidak bertentangan dengan amal ahli Madinah.
3)      Amal ahli Madinah (Praktik Masyarakat Madinah)
Imam Malik berpendapat bahwa Madinah merupakan tempat Rasulullah SAW menghabiskan sepuluh tahun akhir hidupnya, maka praktik yang dilakukan masyarakat Madinah mesti diperbolehkan oleh Nabi SAW, atau bahkan bisa jadi dianjurkan oleh Nabi SAW sendiri, oleh karena itu imam Malik menganggap bahwa praktik masyarakat Madinah,merupakan bentuk As-Sunnah yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan. Imam Malik lebih mendahulukan dan mengutamakan tradisi masyarakat Madinah ini daripada hadits yang ahad.
4)      Fatwa Sahabat
Seperti halnya Imam Abu Hanifah, Imam Malik juga menggunakan dan menjadikan fatwa sahabat ini sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.
5)      Al-Qiyas
Apabila dalam praktik masyarakat Madinah dan fatwa para sahabat tidak ditemukan hukum atas persoalan yang ada, maka Imam Maliki menggunakan Al-Qiyas.
6)      Al-Mashlahah al-Mursalah
Al-Mashlahah al Mursalah yakni menetapkan hukum atas berbagai persoalan yang tidak ada petunjuk nyata dalam nash, dengan pertimbangan kemashlahatan, yang proses analisisnya lebih banyak ditentukan oleh nalar Mujtahidnya.
7)      Al-Istihsan
Imam Malik juga menggunakan Al-Istihsan sebagaimana pendahulunya, Imam Abu Hanifah.
8)      Adz-Dzari’ah
Secara etimologi kata Adz-dzari’ah berarti sarana, sedangkan secara terminologi para ahli ushul adalah sarana atau jalan untuk sampai pada suatu tujuan. Adapun tujuan tersebut bisa berupa kebaikan yang berarti mashlahah dan bisa pula maksiat yang berarti mafsadah. Apabila sarana tersebut membawa pada kemaslahatan, maka harus dibuka peluang untuk melakukannya, dalam ilmu Ushul Fiqh disebut fath adz-dzari’ah, sedangkan sarana yang membawa pada kemafsadatan, maka harus ditutup jalan untuk sampai kepadanya, dalam ilmu Ushul Fiqh disebut sad adz-dzari’ah. Imam Malik ketika menetapkan hukum dengan mempertimbangkan kemungkinan kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan. Jika perbuatan itu akan menimbulkan mafsadah meski hukum asalnya boleh, maka hukum perbuatan tadi adalah haram. Sebaliknya, jika akan menimbulkan maslahah, maka hukum perbuatan tadi tetap boleh atau bahkan dianjurkan atau bisa meningkat lagi menjadi wajib.
c.       Para Pengikut Mahzhab Maliki
Murid murid Imam Maliki antara lain : Abd ar-Rahman bin Al- Qasim, Ibnu Wahab dan as-Syafii. Mazhab Maliki ini sampai saat ini masih banyak pengikutnya dan mereka tersebar di beberapa negeri antara lain Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko dan Afrika (Amilia, 2005).

3.      Mazhab Syafi’i
Mazhab syafii disusun oleh Muhammad bin Idris bin Syafi’i. Beliau adalah keturunan bangsa Quraisy. Beliau dilahirkan di Khuzzah tahun 150 hijriah, dan meninggal dunia di Mesir tahun 204 H. Sewaktu berumur 7 tahun, beliau telah hafal Al-Quran. Setelah berumur 10 tahun beliau hafal Al-Muwatta (kitab milik Imam Malik) (Rasjid, 2000). Setelah beliau berumur 20 tahun, beliau mendapat izin dari gurunya (Muslim bin Khalid) untuk berfatwa Kitab ”Ar-Risalah” yang dikarangnya dikenal sebagai kitab pertama yang membahas Ushul Fiqh, sehingga beliau dikenal sebagai peletak ilmu Ushul Fiqh. Beliau juga mengarang kitab Al-Umm dalam bidang fiqh (Hayder, 2004).
Landasan dari mazhab yang dibuat oleh Syafi’i adala Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Perkembangan mazhab Syafii terdapat di sebagian negeri Mesir, Palestina, Yaman, sedikit terdapat di Irak, Pakistan dan Saudi Arabia. Mazhab ini mayoritas dianut oleh Negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam (Hayder, 2004).

4.      Mazhab Hambali
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah penyusun mazhab Hambali, beliau dilahirkan di Baghdad dan meninggal dunia pada hari jumat tanggal 12 RA tahun 241 H. Semenjak kecil beliau belajar di Baghdad, Syam, Hijaz dan Yaman. Beliau adalah murid dari Imam Syafi’i. Murid dari Ahmad bin Hanbal banyak dan terkemuka, diantaranya yaitu Bukhari dan Muslim (Rasjid, 2000).
Ahmad bin Hanbal menyusun mazhab berdasar 4 hal yaitu:
Dasar pertama adalah Al-Quran dan Hadis. Dalam soal yang beliau hadapi, beliau selidiki ada atau tidaknya nas, kalau ada beliau berfatwa menurut nas.
Dasar kedua adalah fatwa sahabat. Dalam satu peristiwa, apabila tidak ada nas yang bersangkutan dengan peristiwa itu, beliau mencari fatwa dari sahabat. Apabila fatwa salah seorang sahabat tidak memperoleh bantahan dari sahabat-sahabat lain maka ia menghukumkan berdasarkan fatwa sahabat itu tadi. Jika fatwa itu berbeda antara beberapa sahabat, beliau pilih yang lebih dekat pada kitab dan sunnah.
Dasar ketiga adalah hadis mursal atau lemah, apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil lain.
Dasar keempat adalah qiyas. Beliau tidak memakai qiya kecuali apabila tidak ada jalan lain (Rasjid, 2000).
Beliau sangat hati-hati dalam melahirkan fatwa, kehati-hatiannya itu yang menyebabkan mazhabnya lambat tersebar ke daerah-daerah yang sangat jauh, apalagi murid-murid beliau juga sangat berhati-hati (Rasjid, 2000). Mazhab Hambali banyak tersebar di Jazirah Arab, di daratan Mesir serta di Damaskus (Syuriah) (Hayder, 2004).
D.    Perkembangan Ushul Fiqh
1.      Periode Rasullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah.
Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus oleh Rasul untuk menjadi gubernur di Yaman. Sebelum berangkat, Nabi bertanya kepada Muadz:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَقْضِي فَقَالَ أَقْضِي بِمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُن
 فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus Mu’adz ke Yaman. Kemudian Nabi bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan memutuskan persoalan?, ia menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau tidak engkau temukan di dalam Kitabullah?!, ia jawab: akan saya putuskan berdasarkan Sunnah Rasul SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah Rasul?!, ia menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, maka Nabi bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik atas diri utusan Rasulullah (HR. Bukhari).
Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan dalam mengembangkan akal atau berijtihad, untuk menetapkan hukum yang belum tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah  (Al-Hudhari. 1969).
2.      Periode Sahabat
Semenjak Nabi Saw wafat, pengganti beliau adalah para sahabatnya. Pembinaan hukum Islam dipegang oleh para pembesar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Tholib dan Ibn Mas’ud. Pada masa ini pintu ijtihad telah mulai dikembangkan, yang pada masa Nabi Saw tidak pernah mereka gunakan, terkecuali dalam permasalahan yang amat sedikit.
Para sahabat menggunakan istilah “al-Ra’yu”, istilah ini dalam pandangan sahabat seperti yang dikemukakan oleh Ibn Qayyim dalam kitab I’lam al-Muwaqqi’in- adalah sesuatu yang dilihat oleh hati setelah terjadi proses pemikiran, perenungan dan pencarian untuk mengetahui sisi kebenaran dari permasalahan yang membutuhkan penyelesaian. Al-Ra’yu dalam pengertian ini mencakup qiyas, istihsan dan istishlah. Meskipun demikian mereka belum menamakan metode penggalian hukum seperti ini dengan nama ilmu Ushul Fiqih, namun secara teori mereka telah mengamalkan metodenya (Hasyim, Kamali. 1996).
3.      Periode Tabi’in Dan Imam Mazhab
Pada masa tabi’in, tabi’it-tabi’in dan para imam mujtahid, di sekitar abad 2-3 Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.
Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.
Dari pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka itu membawa akibat terjadinya penyusupan bahasa-bahasa mereka ke dalam bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-kata maupun dalam susunan kalimat, baik dalam ucapan maupun dalam tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit menimbulkan keraguan dan kemungkinan-kemungkinan dalam memahami nash-nash syara’. Hal ini mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah (bahasa), agar dapat memahami nash-nash syara’ sebagaimana dipahami oleh orang-orang Arab sewaktu turun atau datangnya nash-nash tersebut (Syafi’I, Rahmad. 2007).


4.      Periode Imam Mujtahid sebelum Imam Syafii
Pada periode ini, metode pengalihan hukum bertambah banyak, dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Imam Abu Hanafiah an-Nu’man (80-150H). pendiri mazhab Hanafi. Dasar-dasar istinbatnya yaitu : Kitabullah, sunah, fatwa (pendapat Sahabat yang disepakati), tidak berpegang dengan pendapat Tabi’in, qiyas dan istihsan. Demikian pula Imam Malik bin Anas (93-179H). pendiri mazhab Maliki. Di samping berpegang kepada Al-Qur’an dan sunah, beliau juga banyak mengistinbatkan hukum berdasarkan amalan penduduk Madinah. Pada masa ini, Abu hanifah dan Imam Malik tidak meningalkan buku ushul fiqh (Chaerul, Umam. 2008).











BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1.      Mazhab secara umum mengandung dua arti, pertama cara berpikir atau metode berijtihad yang diterapkan oleh imam atau mujtahid untuk menentukan hukum suatu kasus berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Kedua, fatwa atau pendapat imam atau mujtahid tentang suatu kasus atau peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits.
2.      Luasnya wilayah Islam di zaman Khalifah Umar bin Khattab membuat para tabiin dan sahabat menyebar ke wilayah tersebut untuk menjadi hakim dan mufti. Masyarakat belajar mengenai Islam serta belajar memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah dari mereka. Dua fakta yang mempengaruhi perkembangan fiqh di daerah itu adalah pertama, millieu dan kedua, sistem yang ditempuh oleh fuqaha dalam memberikan dan memetik hukum.
3.      Mazhab Hanafi lahir di Kufah yang merupakan tempat lahirnya para fuqaha. Mazhab Hanafi didirikan oleh Abu hanifah bersama murid-muridnya pada abad kedua hijrah di akhir pemerintahan Amawiyah. Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang Qiyas dan Istihsan. Dasar-dasar hukum fiqh mazhab Hanafi adalah Al-Qur’an, As Sunah. Ijma, Qiyas, dan Istihsan. Mazhab Hanafi adalah mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria, dan Libanon.
Mazhab Maliki merupakan mazhab dari golongan sunni. Nama Mazhab ini dinisbatkan dari Imam Malik bin Anas. Dalil-dalil yang digunakan mazhab ini untuk menetapkan hukum berasal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, fatwa sahabat, qiyas, Al-Mashlahah al-Mursalah, Al-Istihsan, dan Adz-Dzari’ah. Pengikut mazhab Maliki tersebar di beberapa negeri antara lain Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko dan Afrika.
Mazhab Syafi’i disusun oleh Muhammad bin Idris bin Syafi’i. Landasan dari mazhab yang dibuat oleh Syafi’i adalah Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Perkembangan mazhab Syafii terdapat di sebagian negeri Mesir, Palestina, Yaman, sedikit terdapat di Irak, Pakistan dan Saudi Arabia. Mazhab ini mayoritas dianut oleh Negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Mazhab Hambali disusun oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Ahmad bin Hanbal menyusun mazhab ini berdasar 4 hal yaitAl-Quran dan Hadis, fatwa sahabat,  hadis mursal atau lemah apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil lain dan  qiyas. Pengikut mazhab Hambali banyak tersebar di Jazirah Arab, di daratan Mesir serta di Damaskus (Syuriah).
4.      Secara garis besar, ushul fiqh berkembang dalam empat periode. yaitu pada periode Rasullah, periode sahabat, periode Tabi’in serta Imam Mazhab, dan yang terakhir periode Imam Mujtahid sebelum Imam Syafii.





DAFTAR PUSTAKA

Al-Hudhari Byk.1969. Ushul al-Fiqh. Mesir: Maktabah tija’riyah al-Kubro

Amalia, Fatma dkk. 2005. Fiqh & Ushul Fiqh.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Ash Shiddiqy, Hasbi. 1967. Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: CV Mulya.
Chaerul Umam.2008. Ushul fiqih 1. Bandung ; Pustaka Setia

Effendi, Djohan. 2010. Pembaruan Tanpa  Membongkar Tradisi. Jakarta: Media Kompas Nusantara.
Hayder, Abdullah. 2004. Mazhab Fiqh, Kedudukan dan Cara Menyikapinya. Riyadh: Khalid ibn al waleed.
Hasim Kamali. 1996. Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam. Pustaka Pelajar Offset

Rasjid, H.Sulaiman. 2000. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung:  PT Sinar Baru Algesindo. 

Syafi’I,Rahmat.2007. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: cv pustaka setia bandung

5 komentar:

  1. artikelnya menarik... :)

    http://jagadkawula.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan

    1. Alhamdulillah semoga atas bantuan ki witjaksono terbalaskan melebihi rasa syukur kami,saat ini karna bantuan aki sangat berarti bagi keluarga kami.
      Bagi saudara-saudaraku yg butuh pertolongan melalui dana gaib tanpa tumbal silahkan hubungi
      Ki Witjaksono di:0852-2223-1459
      Supaya lebih jelas kunjungi blog
      Klik-> PESUGIHAN UANG GAIB

      Hapus
  2. CARI SITUS JUDI ONLINE PENYEDIA LAYANAN TERBAIK DAN GAMES TERLENGKAP ??

    DAFTAR JUDI ONLINE ZEUSBOLA SEKARANG JUGA , Hanya Dengan 1 Userid/Akun Sudah dapat mengakses Seluruh Permainan Yang tersedia.

    WIN RATE KEMENANGAN SUPER TINGGI , BANYAK PROMO BONUS MENANTI KEHADIRAN ANDA DI ZEUSBOLA

    ZEUS BOLA POKER DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN RATE OVO, GOPAY, DANA, LINKAJA, BTPN JENIUS

    Hayukk DAFTAR SLOT DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN Sekarang
    Untuk mendapatkan Penghasilan Sampingan JUTAAN RUPIAH Hanya Dengan Dirumah Saja.

    DAFTAR ZEUSBOLA POKER ONLINE DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN RATE 100%

    UNTUK LEBIH LANJUT SILAHKAN HUBUNGI KAMI DI :
    WHATSAPP :+62 822-7710-4607
    TELEGRAM :Zeusbola
    LINE : zeusbola
    INSTAGRAM :zeusbola.official

    BalasHapus
  3. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) mengumumkan secara resmi rencana seleksi guru PPPK - PNS tahun 2022
    menyatakan, guru honorer yang SDH mengabdi lama bisa menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN) lewat skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak PPPK Dan PNS

    "Kemendikbud akan menyediakan materi pembelajaran secara daring untuk membantu tenaga HONORER mempersiapkan diri sebelum ujian seleksi penerimaan pegawai kontrak PPPK sampai PNS

    Dan khusus untuk teman2 Honorer yang sudah mengabdi lama yang ingin masuk prioritas pengangkatan langsung lulus Tes PPPK Dan CPNS - PNS bisa m'hubungi staf direktur aparatur sipil negara bapak hj Gunawan dafit semoga beliau bisa bantu,

    Dan Alhamdulillah sekali lagi terima kasih kepada staf direktur aparatur sipil negara
    BPK Drs hj Gunawan dafit semoga bapak sehat selalu dan diberi umur panjang semoga kredibel kinerja bpk selalu meningkat dari tahun" kemarin, bagi teman teman yang ada masalah di bidan guru dan kepegawaian pemerintahan silahkan hub BPK dafit no hp beliau ☎️ 081249264549 semoga beliau bisa bantu dari segala masalah anda seperti yang saya alami kemarin, semoga petunjuk dari saya ini bisa jadi motivasi anda dan bisa jadi amal ibadah saya sekeluarga amin. Terima kasih



    BalasHapus