Jumat, 27 September 2013

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA TURKI UTSMANI

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
   Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak terhenti sampai di situ. Timur Lenk, sebagaimana telah disebut. Menghancurkan pusat kekuasaan Islam yang lain.[1]
            Satu diantara beberapa sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk bahan kajian ilmiah, yaitu masa pertengahan khususnya pada abad ke-17, karena pada abad tersebut terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi di Persia, Kerajaan Mughal di India, dan Kerajaan Utsmani di Turki. Kerajaan Utsmani, disamping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.[2]
2.Tujuan:
     a. Mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Turki Utsmani
     b. Mengetahui sistem pemerintahan pada masa Turki Utsmani
     c. Mengetahui perkembangan IPTEK dan kesenian pada masa Turki Utsmani
     d.Mengetahui kondisi keagamaan pada masa Turki Utsmani
3. Signifikasi Penelitian: Perkembangan Islam Pada Masa Turki Utsmani
4. Metode: Riset Literatur







BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Utsmani
   Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[3]
            Awal mula setelah suku Oghus diserang oleh bangsa Mongol, mereka meminta perlindugan kepada Jalaluddin yang merupakan pemimpin terakhir dari dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana, yang oleh Jalaluddin kemudian disuruh pindah ke Asia Kecil. Bangsa Mongol selalu mengusik ketenangan suku Oghus. Karena merasa selalu diganggu oleh Mongol, maka mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari perlindungan pada saudara-saudara mereka, yaitu orang Turki Saljuk di dataran tinggi Asia Kecil. Karena mereka meminta perlindungan pada orang Turki Saljuk ini, praktis mereka berada di bawah kekuasaan kerajaan Saljuk dan mereka pun mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II.[4]
   Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota. Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Utsmani kemudian menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah Kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri.[5]



B.     Sistem Pemerintahan Pada Masa Turki Utsmani
           Dinasti Turki Utsmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam. Peran yang paling menonjol terlihat dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk para khalifah Bani Abbasiyyah. Kemudian mereka sendiri membangun kekuasaan yang sekalipun independen, tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khlaifah Bani Abbasiyah. Hal tersebut ditunjukkan dengan munculnya Bani Saljuk.[6]
Penguasa Kerajaan Utsmani yang pertama adalah Utsman yang disebut juga dengan Utsman I. Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar keluarga Utsman) tahun 669H (1300M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkn kota Broessa tahun 1317M, kemudian tahun 1326M dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Utsmaniyah. Selanjutnya pemerintahan oleh Orkhan (1326-1359M) Turki Utsmani dapat menaklukkan Azumia, Tasasyani, Uskandar, Ankara, dan Gallipoli, bagian ini adalah bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani. Ketika Murad I berkuasa (1359-1389M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Karena merasa cemas atas masuknya Turki ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang ntuk memukul mundur Turki Utsmani. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu kristen Eropa tersebut. Turki Utsmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel.[7] Konstantinopel adalah ibu kota Bizantium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Utsmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, artinya sang penakluk. Telah berkali-kali pasukan kaum muslimin sejak masa Dinasti Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng-benteng di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat ditundukkan. Kaisar Konstantinopel IX mengancam sultan untuk membayar pajak yang tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut maka akan diganggu kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman, sebagai sultan. Ancaman tersebut dihadapi dengan kebulatan tekad,  yakni dengan membuat benteng-benteng di sekeliling Konstantinopel. Sultan berkilah bahwa benteng-benteng itu dibangun untuk melindungi dan mengawasi rakyatnya yang lalu lalang ke Eropa melalui wilayah Bosporusitu. Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari segala penjuru oleh pasukan sultan Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan sendiri. Dalam masa itu meriam-meriam Turki dimuntahkan ke arah kota dan menghancurkan benteng-benteng dan dinding-dindingnya sehingga menyerahlah Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453. Dalam Pertempuran itu Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Utsmani. Sultan Muhammad II memasuki kota, kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibu kota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi masjid. Dengan jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani. Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan Bizantim yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Utsmani.[8] Akan tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah Timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566M).[9]
Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mundur. Akan tetapi, terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer dan pemerintahan.[10] Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (Perdana Menteri) yang membawahi Pasya ( Gubernur ). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (Bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab Undang-undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi peganganhukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki Utsmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa kejayaan.[11]

Secara garis besar kepemimpinan kerajaan Utsmaniyyah dapat dikelompokan menjadi lima periode. Adapun kelima periode itu adalah sebagai berikut:
1)        Periode pertama, yaitu masa pendirian dan pembentukan kekuasaan setelah melepaskan diri dari dinasti saljuk. Pada masa ini Utsmaniyyah telah melakukan ekspansi. Masa ini berlangsung dari tahun 1299 hingga tahun 1430-an M. Dengan demikian pemimpin kerajaan yang termasuk pada periode ini  adalah Utsman I, Orkhan, Murad I, Bayazid I, dan Muhammad I.
2)        Periode kedua, yaitu masa pembenahan, pertumbuhan, dan ekspansi besar-besaran. Di masa inilah puncak kejayaan dan kemenangan bagi kerajaan Utsmaniyyah dengan ditandai takluknya kota Konstantinopel yang kemudian dijadikan ibu kota dengan dirubah namanya menjadi Istambul. Periode ini berlangsung selama satu setengah abad dengan enam sultan. Adapun sultan yang memimpin pada periode ini adalah Murad II, Muhamad II, Bayazid II, dan Salim II.
3)        Periode ketiga, merupakan periode dimana eksistensi kerajaan sudah mulai terkoyak akibat serangan dari luar. Bahkan pada periode ini banyak wilayah yang sudah lepas dari kekuasaan kerajaan Utsmaniyyah, misalnya Hongaria. Pada periode ini merupakan periode terpanjang karena dipimpin oleh 15 sultan, yaitu Sulaiman I, Salim II, Murad III, Muhammad III, Ahmad I, Musthafa I, Utsman II, Musthafa I, Murad IV, Ibrahim, Muhammad IV, Sulaiman II, Ahmad II, Musthafa II, dan Ahmad III.
4)        Periode keempat, yaitu masa dimana banyaknya gerakan separatis yang mengakibatkan hilangnya secara perlahan-lahan kekuasaan kerajaan Utsmaniyyah. Periode ini berlangsung pada tahun 1703 hingga 1839 M dengan dipimpin oleh 8 sultan. Adapun kedelapan sultan tersebut adalah Ahmad III, Mahmud I, Utsman III, Musthafa III, Abdul Hamid I, Salim III, Musthafa IV, Mahmud II, dan Abdul Majid I.
5)        Periode kelima atau periode terakhir dari kerajaan Utsmaniyyah berlangsung sekitar tahun 1839-1922 M dengan 5 sultan. Pada masa ini, pengaruh barat sudah mulai nampak, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kebudayaan, dan gaya administrasi ala barat. Adapun kelima sultan tersebut adalah Abdul Aziz, Murad V, Abdul Hamid II, Muhammad V, dan Muhammad VI.[12]

          C. Perkembangan IPTEK dan Kesenian Kerajaan Utsmani
               Kerajaan Utsmaniyah awal mulanya merupakan sebuah suku yang nomaden, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebudayaan Utsmaniyah tidak dipengaruhi dan didominasi oleh satu kebudayaan saja, melainkan hasil perpaduan antara budaya Persia, Bizantium, dan Arab. Puncak dari perkembangan peradaban Utsmani tatkala berhasil menaklukkan Constantinopel di kota ini.[13]
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran. Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka tidak terlalu menonjol. Karena itulah di dalam khasanah intelektual Islam, tidak ditemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Pada masa Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.[14] Selain itu, dalam bidang syair yang menonjol adalah Nefi’ dan Syekh Al-Islam Zekeria Zade Yahyat Efend. Dalam bidang sastra, prosa Kerajaan Utsmani pada masa tersebut melahirkan dua tokoh, yaitu Katip Celebi dan Evia Celebi. Katib Celebi mengarang buku Kasf al-Zunun fii Asmaailkutub  wal Punun. Sementara Evia Celebi mengarang buku Seyahatname.[15]
           Dalam kaitannya dengan masalah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), Kerjaan Turki Utsmani mengalami banyak kemunduran. Pada masa ini, filsafat, ilmu sejarah, astronomi, kedokteran, mekanik, dan lain-lain tidak berkembang. Sementara di Eropa pada saat itu mengalami kemajuan. Kerajaan Utsmani kurang berhasil dalam IPTEK disebabkan karena hanya mengutamakan kekuatan militer. Kekuatan militer tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi, tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju dan canggih. Kemunduran IPTEK Kerajaan Utsmani ada kaitannya dengan perkembangan metode berpikir yang kolot dan tradisional. Di kalangan ulama mereka cenderung menutup  diri dari pengaruh kemajuan Eropa dan ini juga diakibatkan dengan menurunnya semangat berpikir bebas akibat pemahaman tasawuf. Demikianlah keadaan IPTEK kerajaan Utsmani. Pada akhirnya Turki Utsmani runtuh karena banyak diserang oleh Eropa yang didukung dengan kecanggihan yang terus menerus berkembang di tengah-tengah mereka. [16]

D.    Kondisi Keagamaan Pada Masa Turki Utsmani
           Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah faktor penting dalam transformasi sosial dan politik seluruh masyarakat. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama memiliki peranan penting dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti. Keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.[17]
Dalam bidang keagamaan kerajaanUtsmaniyah berpegang teguh pada syariat islam, sehingga tidak aneh ketika fatwa ulama menjadi sesuatu hal yang urgen dalam menjawab problematika keagamaan umat. Selain itu pada masa kerajaan Utsmaniyah muncul banyak aliran tarekat misalnya tarekat Bektasyi dan Maulawi yang mempunyai banyak pengikut, baik dari kalangan sipil maupun militer.[18] Tarekat Bektasyi memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yeniseri, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi.[19]
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, tafsir, dan hadits boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd Al-Hamid II, misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan-kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syaikh Husein Al-Jisri menulis kitab Al-Hushun Al-Hamidiyah (Benteng Pertahanan Abdul Hamid)  untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk Syarah (penjelasan) dan Hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik. Bagaimanapun Kerajaan Turki Utsmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal-hal bersifat fisik, perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka, bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.[20]



BAB III
KESIMPULAN
Dinasti Utsmani di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama hampir tujuh abad lamanya dan merupakan kerajaan besar. Kerajaan Utsmani didirikan oleh Utsman I putra Ertoghol bangsa Turki dari Kabilah Oghus yang mula-mula mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina.
Dinasti Turki Utsmani mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam ekspansi atau perluasan agama Islam sebagai bangsa yang terkenal dengan militer yang kuat, wilayah kekuasaannya meliputi tiga Benua, yaitu Asia, Afrika, dan Eropa.
Peradaban Islam di Turki Utsmani mengalami kemajuan antara lain di berbagai bidang kemiliteran dan pemerintahan dimana militer dan pemerintahan Turki sangat kuat. Dalam segi budaya, sastra, dan arsitek bangunan sangat berhasil. Dalam bidang keagamaan, suasana keagamaan Islam juga cukup berhasil dengan baik.














DAFTAR PUSTAKA

Amir, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Penerbit Amzah.
Malik, Maman A. 2005. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm. 129.
[2] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Setia,2008), Hlm.248.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm.129.
[4] Maman A. Malik,dkk., Sejarah Kebudayaan Islam,(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,2005), Hlm. 148.
[5] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm.195.
[6] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm.193.
[7] Ibid., Hlm. 195-196.
[8] Ibid., Hlm. 198-199.
[9] Ibid., Hlm. 197.
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm.133.
[11] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm. 201-202.
[12] Maman A. Malik,dkk., Sejarah Kebudayaan Islam,(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,2005), Hlm. 152-154.
[13] Ibid., Hlm. 155.
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm. 136.
[15] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm.203.
[16] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Setia,2008), Hlm. 251-252.
[17] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm. 204.
[18] Maman A. Malik,dkk., Sejarah Kebudayaan Islam,(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,2005), Hlm. 155.
[19] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm. 204.
[20] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm. 137.

3 komentar:


  1. Bimbingan Belajar Les Privat Terbaik di Jogja Hubungi Kami BIMBEL Gama Cendekia Learnesia Les Privat Jogja | Les Privat SMA Jogja | Les Privat SMP Jogja| Les Privat SD Jogja

    BalasHapus
    Balasan

    1. Alhamdulillah semoga atas bantuan ki witjaksono terbalaskan melebihi rasa syukur kami,saat ini karna bantuan aki sangat berarti bagi keluarga kami.
      Bagi saudara-saudaraku yg butuh pertolongan melalui dana gaib tanpa tumbal silahkan hubungi
      Ki Witjaksono di:0852-2223-1459
      Supaya lebih jelas kunjungi blog
      Klik-> PESUGIHAN UANG GAIB

      Hapus
  2. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) mengumumkan secara resmi rencana seleksi guru PPPK - PNS tahun 2022
    menyatakan, guru honorer yang SDH mengabdi lama bisa menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN) lewat skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak PPPK Dan PNS

    "Kemendikbud akan menyediakan materi pembelajaran secara daring untuk membantu tenaga HONORER mempersiapkan diri sebelum ujian seleksi penerimaan pegawai kontrak PPPK sampai PNS

    Dan khusus untuk teman2 Honorer yang sudah mengabdi lama yang ingin masuk prioritas pengangkatan langsung lulus Tes PPPK Dan CPNS - PNS bisa m'hubungi staf direktur aparatur sipil negara bapak hj Gunawan dafit semoga beliau bisa bantu,

    Dan Alhamdulillah sekali lagi terima kasih kepada staf direktur aparatur sipil negara
    BPK Drs hj Gunawan dafit semoga bapak sehat selalu dan diberi umur panjang semoga kredibel kinerja bpk selalu meningkat dari tahun" kemarin, bagi teman teman yang ada masalah di bidan guru dan kepegawaian pemerintahan silahkan hub BPK dafit no hp beliau ☎️ 081249264549 semoga beliau bisa bantu dari segala masalah anda seperti yang saya alami kemarin, semoga petunjuk dari saya ini bisa jadi motivasi anda dan bisa jadi amal ibadah saya sekeluarga amin. Terima kasih



    BalasHapus