Rabu, 30 Juli 2014

Manajemen Berbasis Sekolah

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Profesi Pendidikan
Dosen Pembimbing Shidiq Premono, M.Pd.
Oleh
Kelompok 5:
1.     Indische Muzaphire Ramadhani (11670005)
2.     Rizqa Nurul Hidayanti               (11670009)
3.     Aulia Luthfiana Putri                 (11670013)
4.     Marganing Tyas Wicaksanti      (11670025)
5.     Ina Silvia                                   (11670038)
PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun untuk melengkapi tugas kelompok Mata Kuliah Profesi Pendidikan dengan dosen pembimbing Shidiq Premono, M.Pd. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Muhammad SAW junjungan kita semua.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa moral maupun material.
2.      Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Pendidikan Bapak Shidiq Premono, M.Pd.
3.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih memahami tentang pemahaman ilmu pendidikan.


Yogyakarta,  13 Februari 2014
                                                                                   

                                                                                                                                                                        Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di era globalisasi ini, dimana kemajuan zaman berkembang sangat pesat. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berbagai hal lainnya dituntut pula untuk maju. Kemajuan teknologi ini tidak akan seimbang apabila sumber daya manusia (SDM) yang ada masih memiliki pola pikir yang konvensional. Upaya peningkatan dilakukan oleh pemerintah agar dapay mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Peningkatan dilakukan dari berbagai segi, salah satunya dalam bidang pendidikan. Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas da kuantitas SDM yang ada.
Pendidikan adalah satu jalan bangsa dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa yang lain. Melalui pendidikan, bangsa Indonesia menjadi melek informasi dan semakin berpikir kreatif dalam mengembangkan potensi yang ada. Apabila membahas mengenai pendidikan, tidak akan terlepas dari pembelajaran. Di dalam sebuah pembelajaran dalam lingkup sekolah pasti memiliki sebuah pengaturan atau manajemen. Pengelolaan agar sebuah pendidikan dalam sebuah instansi berjalan lebih baik dan mencapai tujuan pendidikan tersebut. Maka perlu adanya pembaharuan strategi dalam melaksanakan pendidikan agar lebih bermutu dan berkualitas. Salah satunya dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dalam pengelolaan pendidikan.
Makalah ini akan membahas mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Bagaimana konsep dan karakteristik dari MBS, perbedaan dari pengelolaan sekolah masa lalu dengan pengelolaan sekolah dengan menggunakan prinsip MBS, dan bagaimana peran humas dalam MBS.

B.     Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam Manajemen Berbasis Sekolah, antara lain:
1.      Bagaimana konsep dasar dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
2.      Bagaimana karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah?
3.      Apa perbedaan sekolah masa lalu dengan sekarang?
4.      Bagaimana mengenai komite sekolah dan dewan pendidikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
5.      Apa peran humas sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, setelah membaca makalah ini mahasiswa diharapkan untuk:
1.      mengetahui konsep dasar dalam Manajemen Berbasis Sekolah;
2.      mengetahui karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah;
3.      dapat membedakan sekolah masa lalu dengan sekarang;
4.      mengetahui mengenai komite sekolah dan dewan pendidikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah, dan;
5.      mengetahui peran humas sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran (Nurkolis, 2003).
Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. Dalam manajemen sekolah model MBS ini berarti tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah (Nurkolis, 2003).
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.  MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan meningkatkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, dan administrator yang profesional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat (Nurkolis, 2003).

B.     Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Kemunculan karakteristik ideal sekolah pada abad ke-21 seperti disajikan berikut ini, tidak secara sendirinya atau alami. Penemuan karakteristik ideal itu memerlukan perjalanan yang panjang dan penelitian yang sangat serius. Di Amerika Serikat, karakteristikyang dimaksud baru ditemukan pada era reformasi pendidikan “generasi keempat”. Menurut Bailey dalam Nurkolis (2006), berdasarkan gerakan reformasi “generasi keempat” ini dapat tersimpulkan karakteristik ideal manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah untuk abad ke-21 seperti berikut ini:
1.      Adanya Keragaman dalam Pola Penggajian Guru
Istilah populernya adalah pendekatan prestasi dalam hal penggajian dan pemberian aneka bentuk kesejahteraan material lainnya. Caranya dapat dilakukan dengan penetapan kebijakan melalui pengiriman langsung gaji guru ke rekening sekolah kemudian kepala sekolah mengalokasikan gaji guru itu per bulan sesuai dengan prestasinya.
2.      Otonomi Manajemen Sekolah
Sekolah menjadi sentral utama manajemen pada tingkat strategis dan operasional dalam kerangka penyelenggaraan program pendidikan dan pembelajaran. Sementara, kebijakan internal lain menjadi penyertanya.
3.      Pemberdayaan Guru secara Optimal
Sekolah harus berkompetisi membangun mutu dan membentuk citra di masyarakat, oleh karena itu guru-guru harus diberdayakan dan memberdayakan diri secara optimal bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang bermakna.
4.      Pengelolaan Sekolah secara Partisipatif
Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui seluruh komunitas sekolah agar masing-masingnya dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik dan terjadi transparasi pengelolaan sekolah.
5.      Sistem yang Didesentralisasikan
Misalnya di bidang penganggaran, pelaksanaan MBS mendorong sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan dana dari masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif dan mengelola dana itu dengan baik.
6.      Sekolah dengan Pilihan atau Otonomi Sekolah dalam Menentukan Aneka Pilihan
Program akademik dan non-akademik dapat dikreasi oleh sekolah sesuai dengan kapasitasnya dan sesuai pula dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, atau global.
7.      Hubungan Kemitraan antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan
Hubungan kemitraan itu dapat dilakukan secara langsung atau melalui Komite Sekolah. Hubungan kemitraan ini bukan hanya untuk keperluan pendanaan, melainkan juga untuk kegiatan praktik kerja dan program pembinaan dan pengembangan lainnya.
8.      Akses Terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri
Perluasan kewenangan yang diberikan kepada sekolah memberi ruang gerak baginya untuk membuat keputusan inovatif dan mengkreasi program demi peningkatan mutu sekolah.
9.      “Pemasaran” Sekolah secara Kompetitif
Tugas pokok dan fungsi sekolah adalah menawarkan produk unggulan atau jasa. Jika sekolah sudah mampu membangun citra mutu dan keunggulan, lembaga itu akan mampu beradu tawar dengan masyarakat, misalnya berkaitan dengan jumlah dana yang akan ditanggung oleh penerima jasa layanan.

C.    PERBEDAAN PENGELOLAAN SEKOLAH MASA LALU & SEKARANG
1.      Pengertian pengelolaan sekolah
Pengelolaan sekolah dapat diartikan sebagai pengaturan agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan sekolah. Jadi kepala sekolah mengatur agar guru dan staf lain bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki serta potensial masyarakat dengan mendukung ketercapaian tujuan sekolah. Secara sederhana, proses pengelolaan sekolah mencakup 4 tahap, yaitu perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing), pengerahan (actuating), dan pengawasan (controlling), biasanya disingkat dengan POAC. Empat tahap tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Samani dkk, 2009:3):
a.       Tahap perencanaan, sekolah merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses penyusunan rencana di sekolah meliputi 7 tahap, yaitu:
1)      mengkaji kebijakan yang relevan;
2)      menganalisis kondisi sekolah;
3)      merumuskan tujuan;
4)      mengumpulkan data dan informasi yang terkait;
5)      menganalisis data dan informasi;
6)      merumuskan alternatif dan memilih alternatif program;
7)      menetapkan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan.
b.      Tahap pengorganisasian, kepala sekolah menetapkan dan memfungsikan organisasi yang melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk melaksanakan program/kegiatan sekolah yang telah disusun tentu diperlukan orang/tenaga. Orang tersebut harus diorganisasikan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Jadi, mengorganisasikan berarti melengkapi program yang telah disusun dengan susunan organisasi pelaksananya. Dalam organisasi, empat kata kunci (apa, oleh siapa, kapan, dan apa targetnya) harus tergambar dengan jelas. Dalam mengorganisasikan sekolah, kepala sekolah harus mengetahui kemampuan dan karakteristik guru dan staf lainnya sehingga dapat menempatkan mereka pada posisi/tugas yang sesuai dan juga harus diketahui tugas apa yang sedang dikerjakan, sehingga tidak terjadi beban tugas yang berlebihan (overloaded). Jika kegiatan terdiri dari lebih satu orang, harus jelas siapa penanggungjawabnya, mengingat suatu program biasanya terdiri atas beberapa bagian yang mungkin sekali dikerjakan oleh yang berbeda, maka dalam pengorganisasian harus jelas bagaimana hubungan antarbagian tersebut dan siapa yang bertanggungjawab untuk mengorganisasikan.
c.       Tahap pengerahan, kepala sekolah menggerakkan seluruh orang yang terkait untuk secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas masing-masing. Setelah organisasi pelaksana tersusun, maka tugas kepala sekolah adalah menggerakkan orang-orang dalam organisasi sekolah tersebut untuk bekerja secara optimal. Salah satu cara menggerakkan guru dan staf lain adalah dengan menerapkan prinsip motivasi yaitu kepala sekolah merangsang agar guru dan staf lain termotivasi untuk megerjakan tugas. Pada prinsipnya orang akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu , jika (a) yakin akan mampu mengerjakan; (b) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya; (c) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting dan mendesak; (d) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan; dan (e) hubungan antarteman dalam organisasi tersebut harmonis. Jadi tugas kepala sekolah adalah meyakinkan dan menciptakan kondisi, agar guru dan staf lain yakin bahwa pekerjaan yang diberikan mengandung ke-5 aspek tersebut.
d.      Tahap pengawasan, kepala sekolah mengendalikan dan melakukan supervisi pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga dapat mencapai sasaran secaa efektif dan efisien. Pengawasan seringkali diartikan mencari kesalahan, padahal yang dimaksudkan adalah menemukan hambatan yang terjadi sehingga dapat segera diatasi. Istilah yang sering digunakan dalam pendidikan adalah supervisi. Beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan agar supervisi berhasil baik, antara lain:
1)      pengawasan bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari kesalahan;
2)      bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung;
3)      balikan atau saran perlu segera diberikan agar yang bersangkutan dapat memahami dengan jelas keterkaitan antara saran dan balikan tersebut dengan kondisi yang dihadapi.;
4)      pengawasan dilakukan secara periodik.
5)      Pengawasan dilaksanakan dalam suasana kemitraan.
Pengelolaan sekolah ini memiliki dua catatan penting, yaitu (Samani dkk, 2009:7):
a.       Mengelola sering memerlukan seni, disamping bekal pengetahuan. Artinya, disamping berbekal teori, agar sukses kepala sekolah perlu memiliki seni dalam mengelola sekolah. Seni semacam itu justru banyak digali dari pengalaman dan seringkali tidak berlaku di tempat lain.
b.      Salah satu cara yang baik untuk menumbuhkan suasana kerja yang sehat adalah bermusyawarah. Hal itu berarti, kepala sekolah harus mendiskusikan segala sesuatu dengan para guru, staf lain, orang tua, atau siswa mengenai kepentingan bersama dan permasalahan-permasalahan yang ada.
2.      Perbedaan pengelolaan sekolah masa lalu dan sekarang
Pengelolaan sekolah dahulu ditentukan dan dikontrol oleh pihak luar sekolah. Sumber daya internal sekolah saat itu tidak memiliki peran yang berarti karena dianggap tidak mampu. Namun, sekarang diterapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sehingga peran sumber daya internal di sekolah diberdayakan dengan sungguh-sungguh. Pengelolaan sekolah yang dijalankan dengan adanya kontrol dari luar sekolah disebut external control management atau manajemen kontrol eksternal (MKE). Dalam manajemen kontrol eksternal ini setiap pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tanpa melibatkan pihak sekolah secara langsung. Sekolah sebagai institusi yang melaksanakan keputusan yang ditetapkan oleh birokrasi di atasnya. Faktanya selama diterapkan MKE tidak pernah terjadi perbaikan kualitas pendidikan. Saat itu sekolah harus mengikuti petunjuk teknis yang kaku dan sering kali tidak sesuai dengan keinginan dan hati nurani para pelaksana di sekolah. MBS yang kini dipakai oleh sekolah-sekolah modern dikontradiksikan dengan MKE yang biasanya masih dipakai oleh sekolah-sekolah tradisional. Manajemen kontrol eksternal dicirikan dengan adanya kontrol yang ketat dari pemerintah pada sistem pendidikan atau persekolahan. Dalam MKE tugas-tugas manajemen sekolah dijalankan dibawah instruksi otoritas pusat-eksternal yang sering kali tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah. Dengan kondisi yang dmikian itu maka warga sekolah tidak memiliki banyak otonomi dan tidak memiliki komitmen terhadap program-program sekolah (Nurkolis, 2003:50).
Lanjut Nurkolis (2003:51) Sementara itu, dalam MBS kontrol eksternal hampir tidak ada sama sekali, control diberikan sepenuhnya kepada pihak internal sekolah. Perencanaan kegiatan sekolah, pengorganisasian, pengerahan, dan pengawasan serta evaluasi atas program-program yang dijalankan sekolah berada di bawah tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Inisiatif dari sumber daya di sekolah sangat dibutuhkan dan dihargai, sementara itu pemaksaan kehendak dari birokrasi di atasnya tidak berlaku lagi. MBS dan MKE berbeda dalam landasan teori manajemen yang dipakai untuk mengelola sistem persekolahan. Perbedaan-perbedaan kedua pendekatan pendekatan pendidikan dan teori manajemen dapat diringkas pada tabel berikut:
Perbedaan
MBS
MKE
Asumsi tentang pendidikan
1.      Tujuan pendidikan itu bermacam-macam, bukan tunggal.
2.      Lingkungan pendidikan yang kompleks dan berubah-ubah.
3.      Perlu adanya reformasi pendidikan.
4.      Orientasi pada efektivitas dan adaptasi.
5.      Mengejar kualitas.
1.      Tujuan pendidikan tunggal.
2.      Lingkungan pendidikan yang sederhana dan hampir statis.
3.      Tidak perlu adanya reformasi pendidikan.
4.      Orientasi yang distandarisasi dan distabilisasi.
5.      Mengejar kualitas.
Teori yang digunakan untuk mengelola sekolah
1.      Prinsip ekuifinalitas:
a.       Terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan.
b.      Menekankan fleksibilitas.
2.      Prinsip desentralisasi:
a.       Masalah itu tak dapat dielakkan, harus diselesaikan pada saat terjadi.
b.      Mencari efisiensi dan pemecahan masalah.
3.      Prinsip sistem swakelola:
a.       Swakelola.
b.      Eksploitasi secara aktif.
c.       Bertanggung jawab.
4.      Prinsip inisiatif manusia:
a.       Mengembangkan sumber daya manusia internal.
b.      Partisipasi secara luas dari warga sekolah.
1.      Prinsip struktur standar:
a.       Untuk mencapai tujuan mengikuti metode dan prosedur standar.
b.      Menekankan kemampuan umum.
2.      Prinsip sentralisasi:
a.       Sesuatu maslah besar atau kecil dikontrol secara hati-hati  untuk menghindari problem.
b.      Mengikuti kontrol prosedural.
3.      Prinsip penerapan sistem:
a.       Dikontrol secara eksternal.
b.      Diterima secara pasif.
c.       Tidak akuntabel.
4.      Prinsip kontrol struktur:
a.       Penerapan supervisi eksternal.
b.      Perluasan dari sistem birokrasi.

D.    KOMITE SEKOLAH & DEWAN PENDIDIKAN
1.      Peran Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan lebih bersifat strategis dan menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat operasional akan diatur sendiri oleh sekolah. Yang diperhatikan adalah kebijakan strategis yang ditetapkan pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah yang lebih besar sehingga kreatifitas sekolah untuk mengembangkan sekolahnya.
Peran pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan sekolah. Pemerintah daerah bertugas untuk mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Dalam kaitannya dengan kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikkan tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajarn hal yang diinginkan. Bahkan beberapa sekolah menyerahkan pemilihan buku pelajaran kepada sekolah.
2.      MBS Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memperjelas visi.  Penentuan kebijakan, visi dan misi mengacu pada ketentuan nasional dan daerah. Oleh karena itu anggota dewan sekolah diisi oleh mereka yang mampu menganalisis kebijakan pendidikan, mampu berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan daerah, serta memiliki wawasan tentang pendidikan di daerahnya.  Pimpinan dewan sekolah sebaiknya bukan pejabat pemerintah, melainkan tokoh masyarakat yang diakui kapasitas kepemimpinannya.
Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain menjelaskan tujuan akademik dan anggaran, serta memberikan bantuan teknis kepada sekolah yang kesulitan menterjemahkan visi. Peran pengawas sekolah harus diarahkan pada fungsi supervisi, yaitu memberi bantuan dan pengawasan kepada guru, dan staf sekolah bila mengalami kesulitan.
3.      MBS Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah figur kunci di sekolah dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah.  Kepala sekolah juga bertanggung jawab untuk meningkatkan akutanbilitas keberhasilan siswa dan programnya. Menurut Wohlstter dan Mohrman dalam Nurkholis (2003), peran kepala sekolah sebagai MBS adalah sebagai desainer, motivator, fasilitator, dan liaison. Kepala sekolah sebagai desainer harus mampu membuat rencana dan memberikan kesempatan agar tercipta diskusi yang membahas permasalahan di sekolah, diskusi dilakukan bersama tim pengambil keputusan. Sebagai seorang motivator kepala sekolah harus menunjukkan kepercayaan, mendorong keberanian untuk mengambil resiko dan penyampaian informasi untuk membantu implementasi pelaksanaan MBS. Kepala sekolah sebagai fasilitator harus mampu mendorong proses pengembangan kemampuan seluruh staf,  menyediakan sumber daya tampak seperti kebutuhan finansial dan peralatan, serta menyediakan sumber daya tak tampak seperti waktu dan kesempatan bagi staf untuk membantu kemajuan sekolah. Sebagai liaison atau penghubung sekolah dengan dunia luar sekolah, kepala sekolah harus membawa ide-ide baru dan hasil penelitian ke sekolah, dan mengkomunikasikan kemajuan dan hasil-hasil yang dicapai sekolah kepada pihak-pihak di luar sekolah.
4.      MBS Guru dan Administrator
Peran guru dalam MBS adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan, dan pengimplementasian program pengajaran. Para guru bekerja bersama dengan komitmen bersama dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk mempromosikan pembelajaran efektif dan mengembangkan sekolah. Sedangkan peranan administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam pencapaian tujuan. Administrator juga harus mampu memimpin warga sekolah untuk mencapai tujuan, berkolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi sekolah.
5.      MBS Orang tua
Komunikasi antara orang tua dengan sekolah hanya terjadi selama setahun sekali, ketika perubahan besaran iuran sekolah atau pemberitahuan tunggakan pembayaran SPP. Komunikasi yang kurang baik ini disebabkan oleh, adanya perbedaan kelas sosial, dan tidak ada kesamaan visi dalam mendidik siswa. Adanya MBS membantu untuk memperbaiki hubungan antara orang tua dengan sekolah, caranya dengan membentuk dewan pendidikan, komite sekolah, persatuan guru dan orang tua siswa. Anggota dari keempat program tersebut adalah orang tua siswa, akademisi, pemuka agama, tokoh politik, praktisi pendidikan, dan kalangan LSM.
Orang tua harus menyediakan  waktu sebanyak mungkin untuk berkunjung ke sekolah dan ke kelas guna mengontrol pendidikan anaknya. Diskusi antara orang tua dan guru sangat penting untuk mengetahui hambatan dan kemajuan yang dialami anaknya. Langkah ini bertujuan untuk mengantisipasi kegagalan pendidikan anaknya di sekolah.  Keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan memberikan banyak keuntungan, seperti yang dikemukakan oleh Rhoda dalam Nurkholis (2003). Pertama, perkembangan prestasi akademis meningkat secara signifikan. Kedua, orang tua dapat mengetahui perkembangan pendidikan anaknya. Ketiga, orang tua menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya di rumah. Keempat, orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.

E.     PERAN HUMAS SEKOLAH DALAM MBS
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pemdidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan  masyarakat akan pendidikan (Mulyasa, 2004: 5).
Menurut Mulyasa (2004:50) hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (1) memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan pengidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberitahukan masyarakat mengenai program-program sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis dengan masyarakat diharapkan tercapainya tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. Lulusan yang berkualitas ini tampak dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup (Mulyasa, 2004:52).
Cheng (1996) dalam Nurkholis (2003:126) mengemukakan bahwa peran para orang tua siswa dalam MBS adalah menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Peran orang tua sebagai partner dan pendukung. Mereka dapat berpartisipasi dalam proses sekolah, mendidik siswa secara kooperatif, berusaha membantu perkembangan yang sehat kepada skolah dengan memberi sumbangan sumber daya dan informasi, mendukung dan melindngi seklah pada saat mengalami kesulitan dan krisis.
Menurut Uemura ( 1999) dalam Nurkholis (2003: 127) pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan perlu dilakukan dengan tujuan:
1.       untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan siswa bisa belajar lebih baik dan siap menghadapi perubahan zaman.
2.      Karena keterbatasan sumber daya terutama finansial yang dimiliki pemerintah, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, untuk menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga.
3.      Meningkatkan relevansi pendidikan karena selama ini pendidikan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.
4.      Agar mendorong terselenggaranya sistem pendidikan yang adil dengan menyediakan pendidikan bagi anak kurang mampu, kaum wanita, masyarakat terasing, dan suku minoritas.
5.      Untuk meningkatkan kerjasama antara sekolah dam masyarakat dan mengurangi konflik yang sering terjadi di sekolah.
Partisipasi masyarakat dalam MBS menurut Umanzor dkk. (1997) dalam Nurkholis (2003: 127) memiliki tiga tujuan utama. Pertama, meningkatkan pelayanan pendidikan kepada masyrakat termiskin di daerah pedesaan. Kedua, mendorong partisippasi anggota masyarakat lokal terhadap pendidikan anak-anak mereka. Ketiga, meningkatkan kualitas pendidikn prasekolah dan pendidikan dasar.
Nurkholis (2003: 127) menyatakan bahwa tokoh masyarakat juga memiliki peranan penting demi kemajuan pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1.      Penggerak, dengan membentuk badan kerja sama pendidikan dengan menghimpun kekuatan dari masyarakat agar semakin peduli terhadap pendidikan. Salah satu caranya dengan membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli pendidikan.
2.      Informan dan penghubung, yaitu menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat kepada sekolah dan menginformasikan kondisi sekolah, baik kekurangan maupun kelebihan sekolah kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu secara persis keadaan sekolah.
3.      Koordinator, yaitu mengoordinasikan kepentingan sekolah dengan kebutuhan bisnis di lingkungan masyarakat tersebut agar siswa- siswa sekolah diberi kesempatan untuk praktik dan magang kerja di industri yang terkait.
4.      Pengusul, yaitu mengusulkan kepada pemerintah daerah agar dilakukan pajak untuk pendidikan. Artinya, lembaga bisnis dan individu dikenai pajak untuk pendanaan pendidikan sehingga lembaga pendidikan semakin maju dan bermutu.







BAB III
KESIMPULAN

Manajemen pendidikan model MBS berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Karakteristik manajemen berbasis sekolah adalah adanya keragaman dalam pola penggajian guru, otonomi manajemen sekolah, pemberdayaan guru secara optimal, pengelolaan sekolah secara partisipatif, sistem yang didesentralisasikan, sekolah dengan pilihan atau otonomi sekolah dalam menentukan aneka pilihan, hubungan kemitraan antara dunia bisnis dan dunia pendidikan, akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh relatif mandiri, dan “pemasaran” sekolah secara kompetitif.
Pengelolaan sekolah dahulu ditentukan dan dikontrol oleh pihak luar sekolah. Pada manajemen berbasis sekolah (MBS) peran sumber daya internal di sekolah diberdayakan dengan sungguh-sungguh oleh sekolah itu sendiri. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
















Daftar Pustaka

Danim, Sudarwan. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E.2004. Manajemen berbasis sekolah: konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo.
Samani, M., Santoso, G.A., Zamroni, Hanafi, I. 2009. Manajemen sekolah: panduan praktis pengelolaan sekolah. Yogyakarta: Adicita karya nusa.




0 komentar:

Posting Komentar