Rabu, 12 Agustus 2015

Manajemen Mutu Pendidikan

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Dosen Pembimbing Shidiq Premono, M.Pd.
Oleh
Kelompok 5:
1.     Hendra Budi Gunawan              (11670018)
2.     Marganing Tyas Wicaksanti      (11670025)
3.     Jannat Prabowo                                  (116700)
PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun untuk melengkapi tugas kelompok Mata Kuliah Pengelolaan Lembaga Pendidikan dengan dosen pembimbing Shidiq Premono, M.Pd. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Muhammad SAW junjungan kita semua.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa moral maupun material.
2.      Dosen pengampu Mata Kuliah Pengelolaan Lembaga Pendidikan Bapak Shidiq Premono, M.Pd.
3.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih memahami tentang pemahaman ilmu pendidikan.


Yogyakarta,  16 April 2014
                                                                                   

                                                                                                                                                                        Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar  Belakang
Manajemen merupakan unsur penting dalam pelaksanaan setiap program organisasi, termasuk dalam organisasi pendidikan. Dalam lembaga pendidikan, semua unsur pelaksanaan pendidikan akan berjalan dengan baik apabila dikelola dengan menggunakan konsep dan prinsip manajemen yang baik. Prinsip manajemen yang diterapkan dengan benar dan baik akan menambah efisiensi pelaksanaan program dalam pendidikan, meningkatnya kualitas dan produktivitas pendidikan yang akhirnya akan menjadikan lembaga tersebut menjadi bermutu.
Manajemen dalam pelaksanaan program pendidikan bukanlah tujuan tetapi metode untuk mencapai pendidikan yang bermutu. Banyak cara dalam meningkatkan mutu dalam pendidikan, diantaranya menggunakan standar-standar system manajemen pendidikan. Di dalam pendidikan, penerapan manajemen untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dapat dilihat dari beberapa factor yang mengindikasikan sebuah pendidikan masuk dalam kriteria pendidikan yang bermutu.
Lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kriteria sebuah lembaga itu dikatakan bermutu, maka ia akan masuk dalam kategori lembaga bermutu. Bermutu dalam meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas lembaga secara berkelanjutan. Pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada manajemen mutu terpadu dalam pendidikan.
B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain:
1.      Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
2.      Apa saja standar mutu dalam pendidikan?
3.      Bagaimana manajemen dapat meningkatkan mutu dalam pendidikan?

C.   Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui:
1.      Konsep manajemen mutu terpadu
2.      Standar mutu pendidikan
3.      Manajemen mutu dalam pendidikan




















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu
1.       Pengertian Mutu
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas dalam Mulyasa, 2013).
Adapun definisi mutu menurut beberapa ahli (Engkoswara dan Komariah, 2012), yaitu:
a.       Goetsch dan Davis (1994:4), mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
b.      Juran (1995:10) mendefinisikan mutu sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use).
c.       Crosby (1983) berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian individual terhadap persyaratan atau tuntutan.
d.      Ishikawa (1992:432) berpendapat bahwa “quality is customer satisfaction (mutu tidak dapat dilepaskan dari kepuasan pelanggan)”.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mutu adalah keadaan yang sesuai dan melebihi harapan pelanggan, hingga pelanggan memperoleh kepuasan.
2.      Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu
Salah satu konsep dalam peningkatan mutu adalah dengan system  TQM (Total Quality Manajemen). Menurut Mulyadi (1998: 10), TQM merupakan pendekatan system secara menyeluruh (bukan suatu bidang atau program terpisah) dan merupakan bagian terpadu strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara horizontal menembus fungsi dan department, melibatkan semua karyawan dari atas sampai bawah, meluas ke hulu dan kehilir, mencakup mata rantai pemasok dan pelanggan.
TQM ini sudah diimplementasikan dalam dunia bisnis dan kini mulai diilhami oleh beberapa lembaga-lembaga lain termasuk dalam dunia pendidikan. Ada  empat criteria yang menjadi dasar penerapan TQM ini agar dapat berhasil. Keempat criteria ini lebih lanjut dijelaskan oleh Creech (1996:4) sebagai berikut:
a.       TQM harus didasarkan pada kesadaran mutu dan selalu berorientasi pada mutu dalam semua kegiatannya.
b.      Memiliki sifat kemanusiaan yang kuat, termasuk bagaiman harus memperlakukan karyawan dan mengajaknya untuk berpartisipasi
c.       TQM didasrakan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat.
d.      TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
Penerapan karakteristik TQM di atas dalam dunia pendidikan memang tidak serta mulus, ada bebrapa perdebatan yang menyertai penerapan TQM ini, seperti adanya pertanyaan mengenai kelayakan dan kesesuaian konsep dalam dunia pendidikan. Untuk itu, Herbert dan Bass (1995) mengemukakan bahwa ada empat bidang utama dalam penyelenggaraan pendidikan yang dapat mengadobsi prinsip-prinsip TQM, yaitu:
1)      Penerapan TQM untuk meningkatkan fungsi-fungsi administrasi dan operasi atau secara luas untuk mengelola proses pendidikan secara keseluruhan.
2)      Mengintegrasikan TQM dalam kurikulum.
3)      Penggunaan TQM dalam pembelajaran di kelas.
4)      TQM untuk riset dan dan pengembangan.
Dalam kaitannya dengan penerapan TQM dalam dunia pendidikan, filosofi TQM yang dapat menjadi dasar penerapannya adalah bahwa pendidikan untuk memenuhi kenutuhan pelanggan(manusia), maka budaya kerja yang mantab harus terbina dan berkembang dengan baik dengan diri seluruh karyawan yang terlibat dalam pendidikan motivasi, sikap, kemauan dan dedikasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan adalah terpenting dari budaya kerja ( Permadi, 1998: 9).  TQM dalam dunia pendidikan lebih memandang kepada lembaga pendidikan sebagai industry jasa bukan industry produksi, sehingga cenderung membahas kepada pelayanan yang diberikan oleh pengelola pendidikan  beserta seluruh karyawan kepada para pelanggan sesuai dengan standar mutu tertentu.
Terdapat enam tantangan yang perlu dikaji dan dikelola secara strategi dalam rangka menerapkan konsep TQM di sekolah, yakni berkenaan dengan dimensi kualitas, focus pada pelanggan, kepemimpinan, perbaikan berkesinambungan, manjemen SDM, dan manjemen berdasarkan fakta. Selanjutnya pejelasan mengenai penerapan TQM dalam dimensi-dimensi tersebut akan kita bahas lebih jauh sebagai berikut:
a.       Dimensi kualitas
Ada lima dimensi pokok yang menentukan kualitas penyelenggaraan pendidikan
1)      Keandalan (reliability)
Kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan secara tepat waktu , akurat, dan memuaskan. Contoh dari dimensi ini yaitu pengembangan bahan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, jadwal kegiatan pembelajaran dan ujian yang akurat, dan lain sebagainya.
2)      Daya tangkap (responsiveness)
Kemampuan para tenaga kependidikan untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan yang tanggap.contoh dari dimensi ini yaitu seorang guru harus mudah ditemui peserta didik, fasilitas sekolah yang mudah diakses dan hal-hal terkait dengan ketidak sesuaian atau kerusakan harus segera ditangani.
Jaminan mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap pelanggan, dan sifat dapat dipercaya dari para tenaga kependidikan harus bebas dari risiko atau sifat keragu-raguan. Contohnya adalah tenaga kependidikan harus kompeten dalam pendidik harus mengenal nama peserta didik yang ikut dalam pembelajarannya dan seorang wali kelas yang benar-bear berperan dalam fungsinya.
3)      Bukti langsung (tangibles bidangnya, tenaga kependidikan harus mencerminkan profesionalisme dan kesopanan).
4)      Empati
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Ontoh penerapannya yaitu seorang
5)      Keberadaan bukti langsung dapat tercermin pada fasilitas fisik yang ada, perlengkapan, tenaga kependidikan, dan saran komunikasi. Penerapannya dapat berupa gedung sekolah, jurnal ilmiah dan fasilitas sekolah.
Dimensi-dimensi di atas akan menjadi indicator untuk menilai kualitas jasa (service quality) dan jasa yang dipersiapkan merupakan kualitas jasa (Parasuraman, 1985).
b.      Focus pada pelanggan
Focus pelanggan dalam penerapan TQM lebih dititik beratkan kepada kepuasan pelanggan dimana dalam hal ini pelanggan pendiikan adalah peserta didik yang harus dilayani. Dalam pemahaman ini, ada pandangan sebagai bentuk keberatan diamana peserta didik sebagai pelanggan karena adanya factor pembayaran SPP. Hal ini memang mungkin yang berkembang dalam beberapa pemikiran, akan tetapi dalam TQM sendiri hal itu bukanlah yang menjadi alas an dimana peserta didik dikatakan sebagai pelanggan. Akan tetapi TQM memandang bahwa peserta didik adalah end user yang harus menjadi focus utam para penyelenggara pendidikan.
c.       Dimensi kepemimpinan
Kepemimpinan yang kontinyu merupakan salah satu syarat dalam penerapan TQM. Hal ini merupakan konsekuensi dari pencapaian tingkat kualitas yang bukan merupakan pencapaian instant jangka pendek. Dalam dunia pendidikan kaitannya dengan kepemimpinan dan implementasi TQM  seorang kepala sekolah harus memiliki karakteristik pribadi yang mencakup: dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran integritas, kepercayaan diri, inisiatif, kreativitas, originalitas, fleksibilitas, kemampuan kognitif, pengetahuan bisnis dan charisma. Hal ini tentuya berkaitan dengan kepala sekolah yang menjadi inspirasi pada senua jajaran manajemen agar memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Dengan  landasan karakteristik pribadi, kepala sekolah perlu menciptakan visi untuk mengarahkan organisasi dan karyawannya. Dalam konteks TQM adanya sebuah visi akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas, memfokuskan organisasi pada untuk kepuasan pelanggan, dan sebagainya. Tidak hanya sampai disitu, kepala sekolah juga harus menerjemahkan visi tersebut menjadi sebuah aksi yang dapat dicapai dengan dukungan dan bantuan tenaga kependidikan. Dari beberapa hal tersebut, secara umum seorang kepala sekolah juga harus. Ada empat komponen perilaku kepala sekolah yang dapat diterapkan dalam konteks TQM mencakup pertukaran informasi, pengembangan hubungan, pemberdayaan karyawan, dan pengambilan keputusan.
d.      Dimensi perbaikan berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan berkaitan dengan kualitas dan proses. Perbaikan berkesinambungan bergantung paa dua unsure yaitu yang pertama mempelajari proses, alat, dan keterampilan yang tepat dan yang kedua menerapakan keterampilan-keterampilan baru tersebut dalam berbagai kegiatan sekolah. Proses perbaikan berkesinambungan ini dapat dialakukan berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Siklus ini merupakan siklus perbaikan yang never-ending dan berlaku pada semua kegiatan sekolah.
e.       Dimensi manajemen SDM
Kesuksesan dalam implementasi TQM disekolah sanagt ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, dan kompetensi kepala sekolah dan tenaga kependidikan  dalam merealisasikannya. Dalam penerapannya terjadi perubahan kebijakan atas system manjemen tradisional yang menganut budaya 2C (command dan Control) berubah menjadi kebijakn baru yang berdasarkan budaya 3 C yaitu (commitment, cooperative dan communication)
f.       Dimensi manjemen berdasarkan fakta
Manajemen berdasarkan fakta merupakan dimensi yang menitik beratkan pada fakta nyata dalam upaya menerapkan TQM. Dalam hal ini, pengambilan keputusan dalam lembaga pendidikan harus didasarkan pada fakta nyata tentang kualitas yang didapatkan dari beragam sumber diseluruh jajaran organisasi. Jadi dalam hal ini, pengambilan keputusan tidak semata didasarkan atas dasar ituisi , praduga, atau organaisasi politik. Berbagai alat perlu dirancang dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisis data, serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta.

B.   Standar Mutu Pendidikan
Pendidikan merupakan jasa yang perlu memiliki standarisasi penilaian terhadap mutu. Standar mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa termasuk system manajemennya yang relative establish dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sallies (1993: 67) dalam Engkoswara dan Komariah (2011: 309) mengemukakan bahwa standar mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1.      Standar produk atay jasa yang ditunjukkan dengan: (1) sesuai dengan spesisfikasi yang ditetatpkan atau conformance to specification; (2) sesuai dengan penggunaan atau tujuan, atau fitness for purpose or use; (3) produk tanpa cacat atau Zero defect; (4) sekali benar dan seterusnya atau Right first time, every time.
2.      Standar untuk pelanggan yang ditunjukkan dengan: (1) kepuasan pelanggan atau customer satisfaction. Bila produk dan jasa dapat melebihi harapan pelanggan atau Exceeding customer expectation; (2) stia kepada pelanggan atau delighting the customer.
Koswara (2005) dalam Engkoswara dan Komariah (2011: 310) merangkum indicator-indikator sekolah bermutu dan tidak bermutu yang diadaptasi dari pandangan beberapa ahli (Engkoswara, Yahya Umar, LIPI) yaitu seperti pada tabel di bawah ini:
Indikator Sekolah Bermutu dan Tidak Bermutu
Sekolah bermutu
Sekolah tidak bermutu
1.      Masukan yang tepat
Masukan yang banyak
2.      Semangat kerja yang tinggi
Pelaksanaan kerja santai
3.      Gairah motivasi belajar yang itnggi
Aktivitas belajar santai
4.      Penggunaan biaya, waktu, fasilitas, tenaga yang proporsional
Boros memakai sumber-sumber
5.      Kepercayaan berbagai pihak
Kurang peduli terhadap lingkungan
6.      Tamatan yang bermutu
Lulusan hasil katrol
7.      Keluaran yang rrelvan dengan kebuguthan masyarakat
Keluaran tidak produktif
Menurut Engkosawara dan Komariah (2011:311), standar mutu pendidikan dapat dirujuk dari standar nasional pendidikan yang telah menetapkan kriteria minimal tentang system pendidikan di Indonesia meliputi:
a.       Standar kompetensi lulusan yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang wajib dimiliki peserta didik untuk dapat dinyatakan lulus.
b.      Standar isi adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan cakupan dan kedalaman materi pelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang dituangkan kedalam kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran.
c.       Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan prosedur dan pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar proses pendidikan yang membudayakan dan memberdayakan, demokratis dan berkeadilan, tidak diskriminatif dan menjunjung HAM, nilai keagamaan, budaya, dan kemajemukan. Proses pendidikan pada setiap satuan pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas dan kemandirian peserta didik sesuai dengan perkembangan, kecerdasan, dan kemandirian dalam rangka pencapaian standar kompetensi lulusan.
d.      Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kualifikasi minimal yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
e.       Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan prasyarat minimal tentang fasilitas fisik yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
f.       Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaanm evaluasi, pelaporam, dan pengawasan kegiatan agar tercapai dan efektivitas penyelenggaraan pendidik.
g.      Standar pembiayaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan biaya untuk penyelenggaraan satuan pendidikan.
h.      Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan alat penilaian pendidikan.
Pada tingkat internasional telah terdapat institusinya yang dikenal antara lain ISO 9000 (International Standard Organization 9000) yang dalam operasionalnya telah dikembangkan ke dalam tiga divisi focus kegiatannya:
a.       ISO 9001, fokusnya pada Jaminan Mutu dalam Desain/Pengembangan, Produksi, Instalasi, dan Pelayanan.
b.      ISO 9002, fokusnya pada Jaminan Mutu dalam Produksi dan Instalasi.
c.       ISO 9003, fokusnya pada Jaminan Mutu dalam Inspeksi Akhir dan Tes.

C.   Manajemen Mutu Pendidikan
Manajemen mutu pendidikan adalah upaya manajemen pendidikan yang telah ditetapkan standarisasi system pendidikannya berdasarkan penilaian mutu. Manajemen mutu pendidikan fokuskan pada output dan proses pendidikan yang mengarahkan input pendidikan. Menurut Engkoswara dan Komariah (2011: 313) komponennya adalah:
1.      Mutu lulusan sebagai hasil pendidikan; adalah lulusan yang memiliki prestasi akademis dan non akademis (misalnya hasil ujian negara). Dapat pula prestasi non akademis seperti prestasi pada cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: elektronik, computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi dalam kepemilikan sikap seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.
2.      Mutu isi dan proses; isi adalah focus pada kurikulum dan proses adalah pembelajaran yang berfokus pada siswa dan konten. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai.
3.      Mutu pendidik dan tenaga kependidikan; rasio antara guru dengan siswa sesuai dan guru-guru memiliki kualifikasi yang dinyatakan dengan sertifikasi guru. Di samping itu guru memiliki jaminan pengembangan karir.
4.      Mutu saran dan prasarana; sarana yang memadai dan mutakhir yang senantiasa didayagunakan untuk  mendukung pembelajaran.
5.      Mutu pengelolaan; terletak pada manajemen sumber daya pendidikan secara efisien dan efektif yang diarahkan secara konstruktif pada pembentukan kemampuan siswa.
6.      Mutu pembiayaan; bahawa mutu adala cost, aktivitas yang dilakukan memerlukan biaya, maka biaya untuk mutu harus dirancang sedemikian rupa dengan tetap mempertimbangkan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
7.      Mutu penilaian; evaluasi yang terus menerus dilakukan untuk menilai program sekolah dan pembelajaran sehingga hasilnya dapat dijadikan rujukan bagi pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan. evaluasi terhadap hasil pendidikan baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun terhadap kegiatan non-akademik dilakukan sebagai upaya evaluasi diri yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari tagert mutu yang ingin dicapai dan scenario bagaimana mencapainya.
Fattah (1999: 25) dalam Engkoswara dan Komariah (2011: 313) memfokuskan pada tiga faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu: (1) kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti mutu tenaga kependidikan, biaya, sarana belajar; (2) mutu proses belajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3) mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai. Dalam system pendidikan lulusan adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu lulusan tidak mungkin dapat dicapai apabila tidak ada mutu di dalam proses dan isi. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa ada tenaga pendidik dan kependidikan lainnya serta segala sumber baik sarana maupun pembiayaan yang ditata oleh pengelola. Pengelola organisasi yang tepat memerlukan penilaian untuk terus melakukan koreksi dan perbaikan serta penyempurnaan organisasi dan kompetensi lulusan.
Menandai suatu instansi yeng bermutu perlu pembuktian melalui produk yang dihasilkannya. Pembuktian terhadap pendidikan bukanlah hal yang mudah karena sifatnya yang intangible, maka perlu adanya jaminan terhadap mutu pendidikan. tolak ukur bagi jaminan mutu pendidikan labih diapresiasi sebagai efektivitas sekolah. Dengan demikian, berbicara efektivitas sekolah tidak dapat dipisahkan dengan mutu sekolah dan mutu sekolah adalah mutu semua komponen yang ada dalam system pendidikan, artinya efektivitas sekolah tidak hanya dinilai dari hasil semata tetapi sinergitas berbagai komponen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bermutu. Sebagaimana dikatakan Sallis (1993) dalam Engkoswara dan Komariah (2011: 314), sebagai berikut:
a.       Rencana strategis memberikan visi jangka panjang yang diwujudkan dalam program yang bersifat operasional dalam menentukan pasar dan corak budaya yang diinginkan.
b.      Kebijakan mutu yang memberikan pola standar program utama yang berisi pernyataan tentang hak-haka pesrta didik.
c.       Pertanggungjawaban menajemen dari peran-peran badan pemerintah dan aparat dalam merealisasikan mutu.
d.      Organisasi mutu sebagai wadah kegiatan dalam mengatur, mengarahkan, dan memonitor pelaksanaan program.
e.       Pemasaran dan publisitas dalam bentuk informal yang jelas, akurat, dan up to date bagi masyarakat pemaikai tentang apa yang ditawarkan dalam program.
f.       Penyelidikan dan pengakuan terhadap keberadaan peserta didik dalam wujud system administrasi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhannya.
g.      Induksi melalui program pelatihan peserta didik yang berisi orientasi tentang system, etos, dan gaya pembelajaran yang dilakukan.
h.      Metode penyampaian kurikulum ditetapkan dengan rinci utuk setiap aspek program.
i.        Bimbingan dan penyuluhan bagi karir peserta didik yang terintegrasi dengan pelaksanaan kurikulum.
j.        Manajemen belajar diorganisir sesuai dengan spesifikasi materi kurikulum.
k.      Desain kurikulum termasuk dokumentasi tujuan dan sasaran dari setiap spesifikasi program yang harus didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan masyarakat pemakai.
l.        Pengangkata, pelatihan, dan pengembangan tenaga kependidikan yang sesuai dan terarah pada kompetensi profesional dan karis staf selanjutnya.
m.    Kesempatan yang sama dalam menentukan metode dan prosedur pencapaian tujuan, baik bagi peserta didik maupun bagi tenaga kependidikan yang tertuang dalam kebijakan tertentu.
n.      Monitoring dan evaluasi yang kontinu melalui mekanisme dan metode yang sesuai dengan proses terhadap kemajuan prestasi individu dan keberhasilan program.
o.      Pengaturan administrative yang mendokumentasikan segala bentuk dokumen mengenai peserta didik termasuk system finansialnya yang valid.
p.      System review lembaga yang dapat membangun kepercayaan dan sekaligus mengevaluasi performa lembaga secara keseluruhan serta umpan balik bagi perencanaan strategi selanjutnya.
Upaya meningkatkan mutu pengelolaan pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Menurut Sukmadinata (2002: 11) dalam Engkoswara dan Komariah (2011: 316) untuk melaksanakan program mutu perlu ada beberapa dasar yang kuat, yaitu:
a.       Komitmen pada perubahan; pengelola yang ingin menerapkan program mutu, harus memiliki komitmen atau tekad untuk berubah, sebab peningkatan mutu pada intinya adalah melakukan perubahan kea rah yang lebih baik, lebih berbobot. Perubahan pada dasarnya menimbulkan rasa takut, komitmen dapat menghilangkan rasa takut.
b.      Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada; banyak kegagalan yang dialami dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu sebelum sesuatu itu jelas.
c.       Mempunyai visi yang jelas tentang masa depan; perubahan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada visi tentang perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah, peluang yang akan dihadapi di masa yang akan dating. Visi dapat menjadi pedoman yang akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program mutu.

d.      Mempunyai rencana yang jelas; rencana adalah pegangan dalam proses pelaksanaan peogram mutu yang dipengaruhi oleh factor-faktor internal maupun eksternal yang akan selalu berubah. Rencana harus selalu di-update sesuai perubahan-perubahan tersebut. Tak ada program mutu yang berhenti dan tidak ada dua program yang identic, karena program mutu selalu didasarkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Program mutu merefleksikan lingkunan pendidikan dimana ia berada.

0 komentar:

Posting Komentar