Struktur
Metode Ilmu
Makalah
Ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen
Pengampu : Mukalam, M.Hum
Oleh
:
Kelompok
5
1. Arum
Pangesti (11670003)
2. Indische
Muzaphire Ramdhani (11670005)
3. Rian
Bahar Rahmadi (11670023)
4. Herfira
Nur Utami (11670039)
5. Siti
Heri Tusyanti (11670044)
6. Imamah (11670052)
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filsafat
dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai
induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan
membutuhkan pemahaman yang mendalam, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat
dimanifestasikan oleh seseorang filsuf yang otentik. Perumusan
tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu
bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia
sebagai makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk
kebenaran, yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama. Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan
yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan
kita sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan,
baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam
masyarakat.Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga
keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu pengetahuan, sebab manusia hidup
pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman
itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada
agar terbuka wawasan pemikiran yang filosofis.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Apa yang
dimaksud dengan observasi ?
2.
Apa yang
dimaksud dengan eksperimentasi ?
3.
Apa yang
dimaksud dengan induksi ?
C.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui pengertian dari observasi
2.
Mengetahui pengertian dari eksperimentasi
3.
Mengetahui pengertian dari induksi
BAB
II
ISI
Menurut
Bliss, ilmu adalah pengetahuan yang teratur dan teruji, terproses secara
metodik dan rasional dari data eksperimental dan empirik, konsep-konsep
sederhana, dan hubungan perseptual menjadi generalisasi-generalisasi,
teori-teori dan kaidah-kaidah (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010: 92).
Menurut
Harold H. Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang diatur dan
diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau
peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode metode observasi, yang teliti dan
kritis (Salam, 2005: 9).
Prof.
Drs. Harsojo dalam Salam (2005: 9) menyatakan bahwa ilmu itu adalah:
a. merupakan
akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
b. suatu
pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indera manusia.
c. suatu
cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu
proposisi dalam bentuk: “Jika... maka”
Afanasyef
dalam Salam (2005: 10) menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep-konsep, kategori-kategori dan
hukum-hukum yang ketepatannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Dari
beberapa pengertian “ilmu” yang dikemukakan di atas, ilmu pada prinsipnya
merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense,
suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode(Salam, 2005: 10).
A.
Metode-metode ilmiah
1.
Metode
ilmiah yang bersifat umum
Metode
ilmiah yang bersifat umum dibagi menjadi dua, yaitu metode analitiko-sintesa
dan metode nondeduksi.
a.
Metode
analitiko-sintesa
Metode analitiko-sintesa merupakan gabungan dari metode analisis
dan metode sintesa. Metode analisis pada tahap akhirnya diperoleh pengetahuan
analitis. Pengetahuan analitis ada dua yaitu, pengetahuan analitis apriori dan
pengetahuan analitis aposteriori.
Pengetahuan analisis apriori adalah cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu
bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk
sudut berjumlah 180 derajat. Pengetahuan analitis aposteriori berarti dengan
penerapan metode analitis terhadap sesuatu yang ada di alam atau pengalaman
sehari-hari dapat diperoleh pengetahuan tertentu. Misalnya, setelah kita amati
sejumlah kursi yang ada, kita dapat mendefinisikannya kursi sebagai perabot
kantor atau rumah tangga yang berfungsi sebagai tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan metode sintesa juga dibagi
menjadi pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis aposteriori.
Pengetahuan sintetis apriori adalah cara penanganan terhadap objek tertentu
dengan menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, sehingga
diperoleh pengetahuan yang baru. Misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah
empat dama dengan lima.
Aposteriori menunjuk pada hal-hal yang keberadaannya berdasarkan
pengalaman atau dapat dibuktikan secara indrawi, sehingga pengetahuan sintetis
aposteriori merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggabungkan
pengertian yang satu dengan yang lain mwnyangkut hal-hal dalam alam indrawi
atau pengalaman empiris.
b.
Metode
nondeduksi
Metode
nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Metode
deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan
menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas
hal-hal yang bersifat umum, sedangkan metode induksi ialah cara penanganan
suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atas
hal-hal ynag bersifat khusus.
B. Observasi
Beberapa ilmu astronomi dan botani telah
dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Di dalam metode observasi
mencakup pengamatan indrawi seperti melihat, mendengar, menyentuh, meraba,
membawa sesuatu, yang didalanya kita juga sadar, berada dalam situasi yang
bermakna dengan berbagai fakta yang saling berhubungan (Salam, 2005: 27). Tahap
observasi merupakan tahap yang dimaksudkan untuk berbuat lebih dari sekedar
melakukan pengamatan biasa. Kenyataan empiris yang terjadi maka objeknya
diselidiki, dikumplkan, diidentifikasi, didaftar dan diklasifikasikan secara
ilmiah. Observasi mencari saling hubungan dari bahan tersebut dan disoroti
dalam kerangka ilmiah (Tim Dosen Filsafat UGM, 2001: 132). Observasi yang
cermat sangat diperlukan di dalam penelitian ilmiah. Ada beberapa kondisi yang
sangat penting untuk dikatahui dalam melakukan observasi seperti dalam (Salam,
2005: 28), yaitu:
a. Indera
yang normal dan sehat
Semua
indera diperlukan dalam melakukan observasi seperti: kejelasan penglihatan dan
ketajaman pendengaran sangat diperlukan.
b. Kematangan
mental
Dalam
hal ini, bukan hanya kemampuan berpikir tetapi benar-benar paham tentang
instrument intelektual yang diperlukan seperti istilah-istilah, konsep-konsep,
dan kemampuan menggunakan symbol-simbol secara umum.
c. Alat-alat
bantu fisik
Seperti
teleskop, mikroskop, dan alat-alat lain untuk mengatur waktu dengan tepat,
luas, berat, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mendapatkan kesimulan
(hasil) yang cermat.
d. Cara
mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan observasi dapat
dilakukan dengan cermat
Si
peneliti melakuakn pengamatan terus menerus. Oleh karena itu diperlukan
perhatiannya pada kondisi-kondisi yang cermat, memperhatikan faktor waktu,
tempat, gerakan, suhu, cahaya, keadaan cuaca, dan gangguan-gangguan suara.
Kesalahan atau kegagalan observasi mungkin disebabkan adanya kerusakan atau
gangguan pada faktor-faktor tersebut, yang dapat dengan mudah menyesatkan
kesimpulan yang telah kita buat.
e. Pengetahuan
lapangan
Orang
yang mengenal lapangan studi, sejarahnya, dan saling hubungannya dengan
lapangan studi serta pengalaman lainnya akan lebih beruntung.
C.
KERAGAMAN DAN PENGELOMPOKAN ILMU PENGETAHUAN
1.
Dikotomi
Ilmu
A.
Ilmu
Formal dan ilmu Nonformal atau Ilmu Formal/Ilmu Nonempiris
Nonempiris tidak berarti bahwa empiris/pengalaman indrawi tidak
mempunyai peran. Pengalaman indrawi tentu saja selalu memainkan peranan karena
dalam pengenalan manusiawi, unsur-unsur indrawi tidak mungkin dilepaskan dari
unsur-unsur intelektual.Contoh ilmu formal/ilmu nonempiris yaitu matematika dan
filsafat.
B.
Ilmu
nonformal/ilmu empiris
Suatu ilmu disebut ilmu empiris karena memainkan peranan
sentral/utama. Ilmu empiris dalam seluruh kegiatannya berusaha menyelidiki
secara sistematis data-data indrawi yang konkret, Contoh ilmu empiris/nonformal
yaitu ilmu hayat, ilmu alam, dan ilmu manusia.
C.
Ilmu
Murni dan Ilmu Terapan
Ilmu murni/teoritis adalah ilmu yang bertujuan meraih kebenaran
demi kebenaran. Contohnya matematika dan metafisika. Ilmu terapan/praktis ialah
ilmu yang bertujuan untuk diaplikasikan/diambil manfaatnya. Contohnya ilmu ilmu
kedokteran, teknik, hukum, ekonomi, psikologi, sosiologi, administrasi, dan
ekologi.
D.
Ilmu
Nomotetis dan Idiografis
Nomotetis ilmu, yang termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-ilmu alam.
Objek pembahasannya adalah gejala-gejala alam yang dapat diulangi terus-menerus
serta kasus-kasus yang berhubungan dengan hukum alam. Ilmu idiografis, yang
termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-ilmu budaya. Objek pembahasannya adalah
objek yang bersifat individual, unik yang hanya terjadi satu kali dan mencoba
memahami objeknya menurut keunikannya itu.
2.
Ilmu
Deduktif dan Induktif
A.
Ilmu
Deduktif
Disebut ilmu
deduktif karena semua pemecahan yang dihadapi dalam ilmu ini tidak didasarkan
atas pengalaman indrawi/empiris melainkan atas dasar deduksi/penjabaran.
Deduktif ialah proses pemikiran di mana akal budi manusia dari pengetahuan
tentang hal-hal yang umum dan abstrak menyimpulkan tentang hal-hal yang
bersifat khusus dan individual. Contoh ilmu deduktif: matematika.
B.
Ilmu
Induktif
Disebut ilmu induktif apabila penyelesaian masalah-masalah dalam
ilmu yang bersangkutan didasarkan atas pengalaman indrawi/empiris. Yang
termasuk ke dalam kelompok ilmu induktif adalah ilmu alam
C.
Naturwissenschaften dan geisteswissenschaften
Perbedaan antara natur dan geist olrh Wilhelm Dilthey berdasarkan
perbedaan antara ilmu nomotetis dan idiografis yang sudah digarap oleh Wilhelm
Windelband, yaitu:
1.
Natur
adalah ilmu pengetahuan alam dan objek pembahasannya adalah benda/gejala alam.
Geist adalah ilmu budaya dengan objek pembahasannya adalah produk-produk
manusiawi.
2.
Ciri
khas ilmu budaya adalah mempunyai metode tersendiri yang tidak bisa diambil dari
metode ilmu alam. Ilmu budaya mendekati objeknya dengan cara verstehen (mengerti/memahami).
Ilmu alam mendekati objeknya dengan cara erklaren (menerangkan). Erklaren
menjelaskan suatu peristiwa atas dasar penyebabnya atau berdasarkan suatu hukum
umum yang berlaku di alam. Berbeda dengan benda-benda alam, produk-produk
manusia hanya bisa didekati dengan metode verstehen. Misal suatu karya seni
hanya bisa dipahami dalam zaman historisnya/kehidupan seniman yang
bersangkutan. Jadi, verstehen menangkap makna produk manusiawi dan itu hanya
bisa dilakukan dengan menempatkannya dalam konteks tertentu.
3.
Ilmu-Ilmu
Empiris secara Lebih Khusus
Ilmu-ilmu empiris secara
lebih khusus menurut Berling ada tiga, yakni ilmu alam, ilmu hayat dan ilmu
manusia. Kalau alam di sini dimaksudkan alam tidak hidup (alam anorganik), maka
ilmu alam mencakup antara lain ilmu fisika, kimia, astronomi, geologi. Cara
berpikir dan bekerja di dalam ilmu alam selalu ditandai dengan observasi,
teori, dan eksperimen yang satu sama lain terjaring dalam hubungan yang erat,
Lewat pengamatan (observasi)yang banyak jumlahnya. Ilmu alam sebagai ilmu
empiris memperoleh seluruh bahannya dari alam kenyataan. Namun demikian,
peneliti tidak dengan mudah dapat menangkap objek-objeknya dan memperoleh
seluruh bahannya karena observasi empiris itu mempunyai struktur yang rumit.
Jangkauan observasi empiris manusia selalu terbatas sifatnya, dibandingkan
dengan dimensi-dimensi alam maka observasi itu diperluas, diperkuat, dilengkapi
dan ditunjang oleh penggunaan sarana-sarana canggih, pengandaian teoritis dan
kemampuan merumuskan hasil observasi secara logis rasional.
Melihat watak ilmu alam di atas, maka dapat ditarik perbandingan
antara ilmu alam dengan ilmu hayat dan dengan ilmu jiwa (psikologi) serta ilmu
kemasyarakatan (sosiologi)
1.
Jarak
antara subjek dengan objek dalam ilmu alam lebih besar daripada subjek dan
objek dalam ilmu hayat. Demikian juga jarak antara subjek dan objek dalam ilmu
hayat lebih besar daripada jarak subjek dan objek dalam psikologi.
2.
Lingkungan
objeknya pun berkurang dakam urutan yang sama. Dalam ilmu alam, subjek meninjau
objeknya dalam jarak yang lebih besar dan lebih banyak menyorotnya dari luar.
Contoh, antara seorang ahli fisika dengan objeknya terdapat relasi yang lebih
kecil dibandingkan dengan relasi antara psikolog (sosiolog) dengan
gejala-gejala yang mereka hadapi. Sebaliknya, objek-objek di dalam ilmu alam
jauh lebih banyak jumlahnya dan lebih beraneka ragam dibandingkan dengan objek
dalam psikologi/sosiologi.
Perbedaan-perbedaan di
atas membawa pengaruh bagi metode yang digunakan:
1.
Dalam
ilmu alam digunakan suatu bahasa yang dengan sengaja direncanakan dan dibuat
sendiri dalam upaya menjelaskan objek-objek yang dihadapi. Karena itu setiap
catatan atau laporan yang diperoleh sebagai bantuan untuk membahas objek-objek
tersebut seluruhnya harus dituangkan dalam bahasa buatan yang pada prinsipnya
berbeda dengan bahasa manusia sehari-hari.
2.
Sebaliknya
dalam psikologi/sosiologi harus digunakan bahasa sehari-hari yang menyangkut
objek-objek manusiawi.
Selanjutnya adanya jarak yang lebih besar antara subjek dengan
objek dalam ilmu alam menyebabkan :
1.
Sarana-saran
berpikir dan sarana bekerja yang digunakan menjadi lebih rumit
2.
Dalam
ilmu alam, subjek secara lebih leluasa memperngaruhi dan menguasai objek yang dihadapi.
4.
Beberapa Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf
Klasifikasi atau penggolongan ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman.
Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan
sebagaimana terdapat dalam buku Filsafat Ilmu karya Rizal Mustansyir dan Misnal
Munir yang diterbitkan Pustaka Pelajar tahun 2001, yakni sebagai berikut.
a. Cristian
Wolff
Christian Wolff mengkalsifikasi ilmu pengetahuan ke
dalam tiga kelompok besar, yakni ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan
dilsafat. Christian Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai
klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut.
1. Dengan
mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar
dari alam semesta. Semua yang ada di dunia ini terletak di luar pemikiran kita
yang direfleksikan dalam proses berpikir rasional. Sebab alam semesta ini
merupakan suatu sistem rasional yang isinya dapat diketahui dengan menyusun
cara deduksi dari hukum-hukum berpikir.
2. Pengetahuan
kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis. Ilmu-ilmu murni
adalah teologi rasional yang terkait dengan masalah-masalah jiwa, dan kosmologi
rasional yang terkait dengan kodrat dunia fisik. Filsafat praktis mencakup
etika sebagai ilmu tentang tingkah laku manusia, politik atau ilmu pengetahuan,
ekonomi sebagai bidang ilmu apa yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai
kemakmurean.
3. Ilmu-ilmu
murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif.
Ilmu-ilmu teoritis dijabarkan dari hukum tidak bertentangan yang menyatakan
bahwa sesuatu itu tidak dapat ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan. Apa
yang sanggup kita ketahui tentang dunia fisik diturunkan dari hukum alasan yang
mencukupi yang menyatakan bahwa ada suatu alasan yang niscaya bagi keneradaan
segala sesuatu.
4. Seluruh
kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum berpikir. Apa yang dikatakannya
tentang moral dan religi adalah suatu kodrat yang abstrak dan formal secara
niscaya. Etika dalam pandangannya tidak lebih dari seperangkat aturan yang kaku
dann harus diikuti, sesuatu yang tidak terjawab yang hanya hadir dalam kasus
tertentu.
5. Jiwa
manusia dalam pandangan Christian Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui,
menghendaki, dan merasakan. Ketiga aspek jiwa manusia ini akan mempengaruhi
pandangan Immanuel Kant tiga kritiknya yang terkenal, yaitu kritik atas raiso
murni, kritik atas rasio praktis, dan kritik atas daya pertimbangan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut
Christian Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut.
A. Ilmu
pengetahuan empiris:
1. Kosmologis
empiris
2. Psikologis
empiris.
B. Matematika:
1. Murni:
aritmetika, geometri, aljabar
2. Campuran:
mekanika, dan lain-lain
C. Filsafat
1. Spekulatif
(metafisika):
a. Umum-ontologi
b. Khusus:
psikologi, kosmologi, theology.
2. Praktis:
a. Intelek-/logika.
b. Kehendak:
ekonomi, etika, politik.
c. Pekerjaan
fisik: teknologi.
b. Auguste
Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang
dikemukakan Augeste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum
akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang
semakin lama semakin rumit atau kompleks dan semakin konkret. Karena dalam
mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan, Augeste Comte memulai dengan
mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala yang letaknya
paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu
pengetahuan Augeste Comte sebagai berikut:
1. Ilmu
pasti (matematika)
2. Ilmu
perbintangan (Astronomi)
3. Ilmu
alam (fisika)
4. Ilmu
kimia
5. Ilmu
hayat (fisiologi atau biologi)
6. Fisika
social (sosiologi)
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte
secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut.
A. Ilmu
pengetahuan
a. Logika
(matematika murni)
b. Ilmu
pengetahuan empiris: astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
B. Filsafat
a. Metafisika
b. Filsafat
ilmu pengetahuan: pada umumnya, pada khususnya.
c. Karl
Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan
manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world), yaitu dunia 1, dunia
2, dan dunia 3. Popper menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis
dunia, sedangkan dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri
manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesa, hukum, dan teori ciptaan manusia
dan hasil kerja sama antara dunia 1, dan dunia 2, serta seluruh bidang
kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan lain sebagainya. Menurut Popper, dunia
3 hanya ada selama dihayati, yaitu dalam karya dan penelitian ilmiah, dalam
studi yang sedang berlangsung, membaca buku, dalam ilham yang sedang mengalir
dalam diri.
d.
Thomas
S. Kuhn
Berpendapat bahwa perkembangan atau
kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Revolusi ilmiah
pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan
contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Kuhn, cara kerja paradigma
dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam beberapa tahap:
1.
Paradigma
ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal
science). Para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma
sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam, selain itu
para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas
ilmiahnya. Dalam aktivitas ilmiah yang dijalankannya, para ilmuwan menjumpai
berbagai fenomena yang tidak diterangkan dalam paradigma yang dipergunakannya
tersebut, yang dinamakan anomali, yaitu suatu keadaan yang memperlihatkan
adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang
dipakai.
2.
Menumpuknya
anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma.
Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan, para ilmuwan mulai keluar dari
jalur ilmu normal.
3.
Para
ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan
mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah
dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma
lama ke paradigma baru disebut revolusi ilmiah.
Gambar ketiga tahap:
PARADIGMA
Dalam Masa
Normal Science
ANOMALI
PARADIGMA BARU
Revolusi Ilmiah
D.
SUSUNAN
ILMU PENGETAHUAN
1. Langkah-langkah
dalam Ilmu Pengetahuan
Setiap penyelidikan ilmiah selalu diawali dengan
situasi masalah dan berlangsung dalam tahap-tahap sebagai berikut:
a. Perumusan
masalah
Setiap penyelidikan
ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan secara tepat dan jelas dalam
bentuk pertanyaan agar ilmuan/peneliti mempunyai jalan untuk mengetahui
fakta-fakta apa saja yang harus dikumpulkan.
b. Pengamatan
dan pengumpulan data/observasi
Penyelidikan
ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris dan induktif dimana seluruh
kegiatan diarahkan pada pengumpulan data melalui pengamatan cermat dan didukung
oleh berbagai sarana. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan.
c. Pengamatan
dan klasifikasi data
Penyusunan fakta-fakta
pada tahap ini ditekankan dalam kelompkok tertentu, jenis tertentu, atau kelas
tertentu berdasarkan sifat yang sama. Kegiatan inilah yang disebut klasifikasi.
d. Perumusan
pengetahuan (definisi)
Ilmuan/peneliti
menganalisis dan sintesis secara induktif. Lewat analisis dan induktif,
ilmuan/peneliti mengadakan generalisasi (kesimpulan umum). Generalisasi
merupakan pengetahuan umum yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan
universal sehingga dari sini terbentuk teori.
e. Hipotesis
Deduksi
dalam tahap ini mulai memainkan peranan. Teori yang sudah terbentuk diturunkan
menjadi hipotesis baru, sehingga dari hipotesis ini, ilmuan/peneliti mulai
menyusun implikasi-implikasi logis agar dapat membuat hipotesis tentang
gejala-gejala yang perlu diketahui atau yang masih terjadi.
f. Pengujian
kebenaran hipotesis (verifikasi)
Pengujian
kebenaran hipotesis artinya menguji kebenaran ramalan-ramalan melalui
pengamatan atau observasi terhadap fakta yang sebenarnya atau
percobaan-percobaan. Keputusan terakhir dalam hal ini terletak pada fakta. Jika
fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu harus dibongkar dan diganti
dengan hipotesis lain dan seluruh kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari awal.
Hal itu berarti data empiris merupakan penentu benar tidaknya hipotesis. Dengan
demikian, langkah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah pengujian
kebenaran ilmiah yng berarti menguji konsekuensi yang telah dijabarkan secara
deduktif (Surajiyo, 2008).
2. Limas
ilmu
Ilmu dapat digambarkan dalam bentuk limas, karena
ilmu adalah kesatuan dari metode-metode yang ada. Limas ilmu memiliki bagian-bagian didalamnya,
bagian dasar adalah semua data yang diperoleh baik melalui eksperimen maupun
observasi. Pada bagian puncak terdapat pendapat para ahli. Diantara puncak
limas dan dasar limas terdapat beberapa bagian seperti, klasifikasi data,
perumusan hipotesis, pengujian hipotesis, dll.
3. Bahasa
ilmiah
Bahasa adalah alat komunikasi untuk mengungkapkan
pemikiran dan perasaannya. Bahasa yang digunakan untuk ilmu pengetahuan adalah
bahasa ilmiah. Bahasa pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Bahasa
alami
Bahasa alami adalah bahasa yang biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari untuk menyatakan sesuatu. Bahasa alami dibagi menjadi
dua, yaitu bahasa isyarat dan bahasa biasa.
Bahasa isyarat,
bahasa isyarat dapat berlaku secara umum dan secara khusus. Secara umum, bahasa
isyarat yang digunakan adalah mengangkat jempol sebagai tanda memuji dan
menurunkan jempol sebagai tanda mengejek. Secara khusus bahasa isyarat
digunakan oleh orang-orang berkebutuhan khusus untuk berkomunikasi dengan
sesamanya dan orang-orang normal.
bahasa biasa,
bahasa yang digunakan sehari-hari baik bahasa informal maupun bahasa formal.
b. Bahasa
buatan
Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun berdasarkan
pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu. Kata pada bahasa buatan
disebut “istilah”, sedangkan arti yang dikandung istilah disebut “konsep”. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua, yaitu
bahasa istilah dan bahasa artifisial.
Bahasa istilah,
biasanya diambil dari bahasa biasa yang memiliki arti tertentu. Misalnya:
filsafat (phylo dan shofia).
Bahasa artifisial,
atau sering juga disebut bahasa simbolik karena bahasa ini sering digunakan
dalam logika maupun matematika.
Bahasa alami memiliki kesatuan utuh antara kata dan
makna karena digunakan sehari-hari. Bahasa ini bersifat spontan, kebiasaan,
berdasar bisikan hati (intuitif), dan pernyataannya langsung. Sedangkan bahasa
buatan memiliki kesatuan yang relatif antara istilah dan konsep sebab bahasanya
berdasar pemikiran, sesuka hati, logis, memiliki arti luas, dan pernyataannya
langsung. Berdasarkan pernyataan di atas bahasa ilmiah merupakan bahasa buatan.
Sebab bahasa ilmiah dirumuskan dari bahasa buatan dengan menggunakan
istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian yang ada.
3. Siklus
empiris
Siklus empiris atau
proses penyelidikan kimia memiliki lima tahap, yaitu:
1. Observasi
Observasi
atau pengamatan. Melalui observasi dapat diperoleh berbagai masalah yang
menarik untuk dibahas. Observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu observasi
sehari-hari dan observasi ilmiah. Observasi
sehari-hari, bersifat emosional karena didasari oleh emosi peneliti,
bersifat subjektif, menguntungkan peneliti, dan didasari oleh kepentingan
pribadi penliti. Observasi ilmiah,
bersifat objektif, tidak didasari oleh kepentingan pribadi peneliti, dan
menggunakan sarana penunjang penelitian.
2. Induksi
Setelah
melakukan observasi, maka peneliti mampu merumuskan pertanyaan-pertanyaan lalu
disimpulkan dalam pernyataan umum. Pernyataan umum dapat berubah menjadi hukum
apabila selalu terulang-ulang.
3. Deduksi
Pernyataan-pernyataan
hasil observasi dapat diolah menjadi suatu pernyataan khusus.
4. Kajian
(eksperimentasi)
Pernyataan-pernyataan
khusus tersebut kemudian dikaji kembali dalam kerangka observasi eksperimental
atau non eksperimental. Apabila dikaji secara eksperimental maka penyataan yang
telah dikaji secara deduksi mendapatkan verifikasi atau falsifikasi secara
empiris.
5. Evaluasi
Hasil-hasil kajian kemudian dievaluasi, suatu teori
dapat disusun menggunakan induksi dan deduksi.
4. Penjelasan
dan Hipotesis
Seorang
peneliti setelah melakukan pengamatan, ia harus membuat pengamatannya mudah
dipahami oleh orang lain. Cara untuk membuat suatu pengamatan menjadi mudah
dipahami adalah dengan membuat suatu penyataan, ramalan, dan batasan yang
disesuaikan dengan bidang ilmu yang dipahami.
a. Penjelasan
Penjelasan
dalam suatu penelitian disusun untuk menentukan hipotesis, dalam penjelasan
biasanya dilengkapi oleh pemahaman. Berikut ini beberapa jenis penjelasan:
1) Penjelasan
logis
Penjelasan
deduktif adalah penjelasan yang terdiri atas tindakan berpikir untuk menarik
kesimpulan didasarkan pada hal-hal yang bersifat umum. Sehingga diperlukan
suatu penyataan yang umum sebagai dalil atau tolak ukur.Penjelasan induktif
atau penjelasan kausal adalah penjelasan yang menggunakan dalil khusus untuk
mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
2) Penjelasan
probabilistic
Penjelasan ini digunakan apabila
terdapat suatu pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara pasti. Biasanya
penjelasan ini digunakan dalam ilmu sosial terutama politik.
3) Penjelasan
finalistic
Penjelasan ini menerangkan sesuatu melalui
kegunaannya. Biasanya penjelasan ini mengacu pada tujuan.
4) Penjelasan
historic
Penjelasan ini menjelaskan hal-hal yang terjadi
dimasa lalu.
5) Penjelasan
fungsional
Penjelasan ini memberikan gambaran atas sesuatu yang
diselidiki.
a. Hipotesis
Dalam
persiapan pengujian selain penjelasan, ramalan atau prediksi juga diperlukan.
1) Hipotesis
menurut hukum
Hipotesis ini bertolak
pada keteraturan. Keteraturan digunakan untuk memecahkan maslah yang hampir
mirip baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam, dan hukum juga merupakan
keteraturan yang diterapkan pada keadaan terteantu.
2) Hipotesis
menurut struktur
Hipotesis ini mampu
memprediksikan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, dengan cara
memperhitungkan.
3) Hipotesis
menurut proyeksi
Hipotesis ini
mempelajari masa lalu sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan dari kejadian
di masa lalu. Hipotesis ini digunakan dalam ilmu sosial dan dibantu oleh faktor
peluang.
4) Peluang
menurut utopia
Hipotesis ini dapat
terjadi berdasarkan pengetahuan teoritis yang dimiliki sekarang untuk
mengetahui kejadian dimasa depan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di dalam makalah ini
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Observasi
mencakup pengamatan indrawi seperti melihat, mendengar, menyentuh, meraba,
membawa sesuatu, yang didalanya kita juga sadar, berada dalam situasi yang
bermakna dengan berbagai fakta yang saling berhubungan
2.
Keberagaman dan pengelompokkan ilmu pengetahuan terdiri
atas :
b.
Dikotomi
Ilmu
c.
Ilmu
Deduktif dan Induktif
d.
Ilmu-Ilmu
Empiris secara Lebih Khusus
e.
Beberapa
Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf
3. Susunan
ilmu pengetahuan
A. Langkah-langkah
dalam Ilmu Pengetahuan
a) Perumusan
masalah
b) Pengamatan
dan pengumpulan data/observasi
c) Pengamatan
dan klasifikasi data
d) Perumusan
pengetahuan (definisi)
e) Hipotesis
f) Pengujian
kebenaran hipotesis (verifikasi)
B. Limas
ilmu
Ilmu dapat digambarkan
dalam bentuk limas, karena ilmu adalah kesatuan dari metode-metode yang ada
C. 0)Bahasa
ilmiah
Bahasa yang digunakan
untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa ilmiah.
D. Siklus
empiris
Siklus
empiris atau proses penyelidikan kimia memiliki lima tahap, yaitu:
a) Observasi
b) Induksi
c) Deduksi
d) Kajian
(eksperimentasi)
e) Evaluasi
E. Penjelasan
dan Hipotesis
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanuddin.
2005. Pengantar filsafat. Jakarta:
Bumi Aksara.
Surajiyo.
2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Akasara
Tim Dosen Filsafat Ilmu
UGM. 2010. Filsafat ilmu.
Yogyakarta:Liberty.
0 komentar:
Posting Komentar