OBJEK
ONTOLOGI ILMU
Makalah
Ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen
Pengampu : Mukalam, M.Hum.
Oleh
:
Kelompok
4
1. Agus
Widodo (11670001)
2. Mur
Madiatsih CRS (11670010)
3. Jeki
Trisnawati (11670016)
4. Woro
Sri Erdini (11670020)
5. Ikfiena
Sari (11670036)
6. Ahmad
Nurkholis Majid (11670043)
7. Fitriyani
Hidayah (11670047)
PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVESITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas
realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi
berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu,
ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui
kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan
pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai
dasar pembahasan realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan
melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat
tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau
penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang
sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu
pengetahuan berasal. Karena sifat yang
operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan
mengambil bagian dalam pengkajiannya.
Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang
mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan
mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen,
kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat
universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan
untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang
mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat
fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek
kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu
pengetahuan objeknya dibatasi,
misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat
objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas
secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang
hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya
memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat
tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila
ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka
filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah
hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
Dari latar
belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan di bahas mengenai Objek Ontologi
Ilmu.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut
1. Apakah
pengertian dari ontologi?
2. Bagaimana
prinsip dasar ontology?
3. Apa sajakah yang termasuk dalam ontologi dalam
sains?
4. Bagaimana
objek dan sudut pandang ilmu pengetahuan?
5. Bagaimana
pandangan ontologi dalam ilmu?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Menjelaskan
pengertian ontology,
2. menjelaskan
prinsip dasar ontolog,
3. menjelaskan
ontologi dalam sains,
4. menjelaskan
objek dan sudut pandang ilmu pengetahuan,
5. menjelaskan
pandangan ontologi dalam ilmu.
BAB
II
ISI
A.
Pengertian
Ontologi
Ontologi
merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang
ontologi. Paling tua di antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah
Thales. Atas perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula dari segala sesuatu (Bakhtiar, 2013: 131).
Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama
kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Kenyataan yang berupa
materi dan kenyataan yang berupa rohani (Bakhtiar, 2013: 131).
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada.
Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, bukan kenyataan sementara atau
keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah (Bakhtiar, 2013: 131).
Tokoh yang membuat istilah ontologi adalah Christian Wolff (1679-1714). Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani
yaitu ta onta berarti yang berasa dan logi yang berarti ilmu pengetahuan atau
ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
yang berada. Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: on = being, dan logos = logic. Jadi, ontologi adalah the theory of being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis
O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy
mengatakan, ontologi itu mencari ultimate
reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah
pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtancey yang mengeluarkan
semua benda (Bakhtiar, 2013: 132).
Dari
beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut
bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos = ada, dan
logos = ilmu. Jadi, ontology adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani (konkret) maupun rohani (abstrak).
Dalam
kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi adalah kajian filosofis
tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa dan bagaimana sebenarnya ilmu
pengetahuan yang ada itu. Aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia (Suja : 2012).
B.
Ontologi
Sains
1. Hakikat Pengetahuan Sains
Pengetahuan
sains menurut Ahmad Tafsir (2012:22)
adalah pengetahuan yang bersifat rasional
– empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang akan dibahas. Pertama, masalah rasional. Dalam sains, pernyataan atau hipotesis
yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”. Hal ini berdasarkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak mengandung nilai gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur ayam akan semakin sehat (Tafsir, 2012:22).
Hipotesis ini belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah dugaan.
Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi ke-rasionalannya.
Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat. Kedua, masalah empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah.
Untuk menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen.
Misalnya pada contoh hipotesis di atas, pengujiannya adalah dengan cara mengambil satu kelompok sebagai sampel,
yang diberi makan telur ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen.
Demikian juga, mengambil satu kelompok
yang lain, yang tidak boleh makan telur
ayam selama enam bulan,
sebagai kelompok kontrol.
Setelah enam bulan,
kesehatan kedua kelompok diamati.
Hasilnya, kelompok yang teratur makan telur ayam
rata-rata lebih sehat (Tafsir, 2012:23).
Setelah terbukti
(sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-kali),
maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori.
Teori ”makan telur ayam berpengaruh terhadap kesehatan”
adalah teori yang rasional – empiris. Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah
(scientific theory). Cara kerja dalam memperoleh teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah
: logico–hypothetico–verificatif (buktikan bahwa itu logis–tarik hipotesis – ajukan bukti empiris).
Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab akibat, atau mencari pengaruh sesuatu terhadap
yang lain. Asumsi dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional. Ilmu atau sains berisi teori.
Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat. Sains tidak memberikan nilai baik atau buruk,
halal atau haram, sopan atau tidak sopan,
indah atau tidak indah; sains hanya memberikan nilai benar atau salah.
2.
Struktur Sains
Ahmad
Tafsir(2012,25),
membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial.
Dalam makalah ini, hanya ditulis beberapa ilmu.
a. Sains
Kealaman
·
Astronomi
·
Fisika :
mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
·
Kimia :
kimia organik, kimia an organik, kimia teknik
·
Ilmu Bumi :
paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
·
Ilmu
Hayat : biofisika, botani, zoologi
b. Sains
Sosial
·
Sosiologi :
sosiologi pendidikan, sosiologi komunikasi
·
Antropologi :
antropologi budaya, antropologi politik, antropologi ekonomi
·
Psikologi :
psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
Ekonomi : ekonomi
makro, ekonomi lingkungan
·
Politik :
politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
C.
Prinsip Dasar Ontologi Ilmu
Salah satu cabang metafisika
adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan
antara satu dan lainya. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang
paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu
yang berasal konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologism ialah Thales, Plato, Aristoteles. Pada masanya kebanyakan orang
belum dapat membedakan antara penampakan dan kenyataan. Dari pendekatan
ontologism munculah beberapa paham yaitu: 1)Paham monoisme yang terpecah
menjadi idealism dan spiritualisme; 2)Paham dualism dan 3)Paham Pluralisme
(Akhadiah, 2011:142)
Beberapa pertanyaaan-pertanyaan
sekitar ontologi diantaranya adalah:
·
Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau
eksistensi?
·
Bagaimana penggolongan dari ada, keberadaan
atau eksistensi?
·
Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan?
Selanjutnya, bagaimana dengan
ontologi ilmu atau pengetahuan ilmiah? Ontologi ilmu mengkaji hakikat ilmu atau
pengetahuan ilmiah yang seringkali secara populer banyak orang menyebutnya
dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif
dan kenyataan empiris yang tidak lepas dari persepsi ilmu tentang apa dan
bagaimana yang “ada” itu.
Ontologi ilmu membatasi diri pada
ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia dan dapat diamati oleh
panca indera. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah
manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas pra
pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan
neraka) menjadi ontologi lainya diluar ilmu. Ilmu adalah sebagian kecil dari
serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan dipelajari serta dibutuhkan
dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya. Dengan kata lain, ilmu yang
kebanyakan orang dikatakan sebgai pengetahuan ilmiah, hanya merupakan salah
satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan
dengan melakukan berbagai macam penafsiran tentang hakikat realitas dan objek
ontologi (Akhadiah, 2011:142)
Berdasarkan pendapat Bahm dalam Rizal & Minal
(2009:12) suatu kegiatan baru dapat dikatakan sebuah ilmu manakala terdapat 6
(enam) karakteristik, yakni : (1) Problem, (2). Sikap, (3) Metode, (4).
Aktivitas, (5) Pemecahan, dan (6). Pengaruh.
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa
metafisika (ontologi) dapat dikatakan sebagai rumpun ilmu. Hal ini karenakan
peran ontologi dalam ilmu pengetahuan, yaitu : 1) metafisika mengajarkan cara
berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
2) metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu
pengetahuan, 3) metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah pra anggapan sehingga
persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat, dan 4) metafisika
membuka peluang bagi terjadinya perubahan visi di dalam melihat realitas,
karena tidak ada kebenaran yang absolute (www.matematika-umsu.web.id/)
D.
Obyek dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan
Filsafat
termasuk ilmu pengetahuan, akan tetapi ilmu pengetahuan itu ada banyak macam
yang masing-masing berlainan lapangan dan metodenya. Misalnya, ilmu jiwa, ilmu
alam, ilmu pasti, ilmu sosiologi, ilmu hayat, ilmu bumi, ilmu kedokteran, ilmu
paedagogik dan sebagainya. Untuk itu ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua
asas (Salam, 2003), yaitu:
1.
Obyek
atau lapangan ilmu pengetahuan
Garis besaran obyek atau lapangan ilmu pengetahuan ialah alam dan
manusia. Oleh karena itu, ada ahli yang membagi ilmu pengetahuan itu atas dua
bagian besar yaitu kelompok ilmu pengetahuan alam dan kelompok ilmu pengetahuan
manusia. Terdapat beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berobyek material sama
yaitu manusia atau tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia ada beberapa segi
atau aspek seperti aspek-aspek biologis, psikologis, sosiologis, dan
antropologis. Dalam segi lain daripada tingkah laku manusia adalah aspek-aspek
yang berhubungan dengan kehidupan manusia sebagai insan politik, sebagai insan
ekonomi, sebagai insan hukum atau sebagai insan sejarah. Akan tetapi untuk
memahami konsep manusia – masyarakat, pendekatan dari sudut ilmu-ilmu ini
tentang tingkah laku manusia, yaitu psikologi, sosiologi dan antropologi.
Obyek dapat dibedakan atas dua hal adalah sebagai berikut:
a.
Obyek
material (material object), yaitu obyek atau lapangan jika dilihat
secara keseluruhan
b.
Obyek
formal (formal object), yaitu obyek atau lapangan jika dipandang menurut
suatu aspek atau sudut tertentu saja. Seperti, manusia sakit “untuk kedokteran”.
Perbedaan menurut obyek formal dan
material sangat luas dipergunakan dalam ilmu pengetahuan. Material biasanya
menunjukkan isi, dormal lebih menitik beratkan pada bentuk.
2.
Sudut
pandang
Asas perbedaan kedua ialah sudut
pandang. Sudut pandang inilah yang membedakan antara ilmu-ilmu pengetahuan,
menentukan sifat-sifat ilmu dan metode yang dipakai. Misalnya: ilmu kedokteran
yang mempelajari manusia dilihat dari sudut tubuhnya, yaitu sakit maka harus
disembuhkan.
Jadi yang membedakan antara satu
ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya adalah obyek material atau lapangan
ilmu pengetahuan itu. Apabila obyek materialnya sama maka yang membedakan ialah
obyek formalnya atau sudut pandangnya (Salam, 2003).
E.
Pandangan dalam Ontologi Ilmu
Persoalan dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir (1996) ada tiga
pandangan yang masing-masing menimbulkan aliran yang berbeda. Tiga segi
pandangan itu adalah sebagai berikut :
1.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas).
Keberadaan
dipandang dari segi jumlah (kuantitas) artinya berapa banyak kenyataan yang
paling dalam itu. Pandangan ini melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai
jawabannya yaitu sebagai berikut :
a.
Monoisme
Aliran yang
menyatakan bahwa hanya ada satuu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut
dapat berupa jiwa, materi, Tuhan, atau substaansi lainnya yang tidak dapat
diketahui. Tokohnya antara lain:
1)
Thales
(625-545 M) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu
substansi, yaitu air.
2)
Anaximander
(610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah
Apeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak daat ditentukan dan tidak
memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia.
3)
Anaximenes
(585-528 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan sedalam-dalamnya
adalah udara.
4)
Filsuf
modern yang termasuk penganut monoisme adalah B. Spinoza berpendapat bahwa
hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhaan diidentikan dengan
alam.
b.
Dualisme
(serba dua)
Aliran yang menganggap adanya dua
substansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran
ini adalah:
1)
Plato
(428-348SM) yang membedakan dua dunia yaitu dunia indera dan dunia ide.
2)
Rene
Descartes (1596-1650 M) yang membedakan substansi pikiran dan substansi
keluasan.
3)
Leibniz
(1646-1716 M) yang membedakan dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
4)
Immanuel
Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala dan dunia hakiki.
c.
Pluralisme
Aliran yang tidak mengakui adanya
satu substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi. Tokoh-tokoh yang
termasuk aliran ini adalah:
1)
Empedokles
(490-430 SM) yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas empat unsur
yaitu udara, air, api dan tanah.
2)
Anaxagoras
(500-428 SM) manyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur yang
tidak terhiung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya di kuasai
oleh suatu tenaga yang dinamakan nous.
Dikatannya bahwa nous adalah suatu zat yang paling halus yang memiliki
sifat pandai bergerak dan mengatur.
3)
Leibniz
(1646-1716) menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas monade-monade yang
tidak berluas, selalu bergerak, tidak terbagi, dan tidak dapat rusak. Setiap
monade saling berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumya telah diselaraskan
“harmonia prestabilia”.
2.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Sifat (Kualitas)
Keberadaan dipandang dari segi kualitas menimbulkan beberapa aliran
sebagai berikut:
a.
Spiritualisme
Spiritualisme
mangandung beberapa arti yaitu:
1)
Ajaran
yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh.
2)
Kadang-kadang
dikenakan pada pandangan idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak.
3)
Dipakai
dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam
bidang agama.
4)
Kepercayaan
bahwa roh orang mati itu berkomunikasi dengan orang yang masih hidup melalui
perantara atau orang tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain.
Aliran
spiritualisme juga disebut idealisme. Tokoh aliran ini dianataranya adalah
Plato dengan ajarannya tentang idea dan jiwa.
b.
Materialisme
Adalah pandangan yang menyatakan
bahwa tidak ada sesuatu yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah
penjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi
adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk dan menempati ruang.
Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih,
dan rasa senang tidak lain hanyalah ungkapan proses kebendaan. Tokoh-tokoh yang
termasuk aliran ini adalah:
1)
Demokritos(460-370
SM) berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki
bentuk dan badan.
2)
Thomas
Hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa sesuatu yang terjadi di dunia merupakan
gerak dari materi.
3.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Proses Kejadiaan atau Perubahan
Aliran yang berusaha menjawab persoalaan ini adalah sebagai
berikut:
a.
Mekanisme
Menyatakan bahwa semua gejala dapat
dijelaskan berdasarka asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil
dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya.
Pandangan yang bersifat mekanistik dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh
Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan
berdasarkan pada atom-atom yang bergerak pada ruang kosong. Pandangan ini
dianut oleh Galileo Galilei dan filsuf lainnya sebagai fisafat mekanik. Rene
Descartes menganggap bahwa hakikat materi adalah keluasan dan semua gejala
fisik dapat diterangkan dengan kaidah mekanik. Bagi Immanuel Kant, kepastian
dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab akibat sebagai suatu kaidah
alam.
b.
Teleologi
Berpendirian bahwa yang berlaku
dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula
memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
Plato membedakan antara idea dan materi. Tujuan berlaku dialam ide, sedangkan
kaidah sebab akibat berlaku dalam materi. Menurut Aristoteles, untuk melihat
kenyataan yang sesungguhnya kita harus memahami empat sebab yaitu: sebab bahan,
sebab bentuk, sebab kerja dan sebab tujuan.
c.
Vitalisme
Memandang sepenuhnya bahwa kehidupan
tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawai, karena hakikatnya
berbeda dengan yang tidak hidup
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengertian
ontologi menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau
ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada,
sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani atau abstrak.
2. Pengetahuan
sains merupakan pengetahuan yang bersifat rasional
– empiris. Dalam masalah rasional
pernyataan atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio, sedangkan untuk masalah empiris hipotesis
yang dibuat tadi diuji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah.
3. Prinsip dasar ontologi ilmu adalah
wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia.
Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas pra pengalaman
(seperti penciptaan manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka)
menjadi ontologi lainya diluar ilmu
4. Ilmu pengetahuan dibedakan atas dua asas, yaitu obyek atau lapangan
ilmu pengetahuan dan sudut pandang. Obyek dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
obyek material dan obyek formal. Jadi yang membedakan antara satu ilmu
pengetahuan dengan pengetahuan lainnya adalah obyek material atau lapangan ilmu
pengetahuan itu. Apabila obyek materialnya sama maka yang membedakan ialah
obyek formalnya atau sudut pandangnya.
5.
Terdapat
tiga segi pandangan ontologi yaitu yang pertama keberadaan dipandang dari segi
jumlahnya atau kualitas yang terdiri dari monoisme dualisme, dan pluralisme.
Keberadaan dipandang dari segi jumlah artinya berapa banyak kenyataan yang
paling dalam itu. Yang kedua adalah keberadaan dipandang dari segi kualitas
atau sifatnya yang terdiri atas spiritualisme dan materialisme. Yang ketiga
adalah keberadaan yang dipandang dari segi proses, kejadian atau perubahan,
aliran yang menjawab perubahan ini diantaranya adalah mekanisme, teleologi dan
vitalisme.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabararti & Listyasari, Dewi.2011.Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Prenada
Media
Group.
Bakhtiar,
Amsal. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suja, Aidillah. 2012. Ontologi Ilmu Pengetahuan. Diakses dari
pada 26 Februari 2014 pukul 20:11 WIB.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat
Ilmu Mengurai Ontologi, Epistetemologi, dan Aksiologi.
Bandung. Remaja
Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar