PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampu:
Shidiq Premono, M.Pd
Oleh:
Amanatul
Qudsiyah (11670014)
Bachtiar Ari
Faisal (11670015)
Indah
Rahmatikasari (11670029)
Yuni Lestari (11670051)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
Kata
Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun untuk melengkapi tugas kelompok
Mata Kuliah Profesi Kependidikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulullah, Muhammad SAW junjungan kita semua.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh
dari hasil studi pustaka. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa
moral maupun material.
2.
Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Kependidikan Bapak Shidiq
Premono, M.Pd.
3.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih memahami tentang pemahaman ilmu pendidikan.
Yogyakarta, 19
Februari 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru
atau tenaga pendidik merupakan seseorang yang bertugas menyampaikan ilmu
pengetahuan di kelas. Seorang guru profesional merupakan seorang guru yang
memenuhi kualifikasi pendidikan serta kompetensi yang harus tertentu. Untuk
mencapai pendidikan yang bermutu, maka guru atau tenaga pendidik sebagai salah
satu tonggak keberhasilan pendidikan juga harus mengalami peningkatan mutu.
Penelitian
dan pengembangan mutu guru diperlukan demi tereujudnya tenaga kependidikan yang
bermutu. Penelitian dan pengembangan mutu guru meliputi tiga hal yaitu
penelitian pengembangan mutu profesi, kompetensi serta kinerja guru.
Pengembangan mutu profesi, kompetensi, serta kinerja guru dilakukan sesuai
dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Seperti
yang diungkapkan Djohar (2006), penelitian dan pengembangan mutu kompetensi
guru berkaitan dengan kemampuan guru dalam menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai alat pendidikan.
Penelitian dan pengembangan kinerja guru yang terkait dengan kompetensi menjadi
tanggung jawab Universitas-LPTK, sedang yang terkait dengan profesi guru
menjadi tanggung jawab LPPG. Kinerja awal guru sangat ditentukan oleh kemampuan
awal hasil pendidikan guru, meskipun kemampuan awal itu selanjutnya akan
berkembang sesuai pengalaman mereka.
Suparlan (2006) juga menjelaskan bahwa pengembangan
profesi khusus diwajibkan bagi kenaikan pangkat/jabatan mulai dari guru pembina
atau pengawas sekolah madya sampai dengan guru utama muda atau pengawas sekolah
utama. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa pendidikan untuk memahami
penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan mutu guru.
B. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini, yaitu:
1. mengetahui
otonomi daerah dan kebijakan pengadaan, penempatan, dan mutasi guru
2. mengetahui
penelitian dan pengembangan mutu guru, yang meliputi mutu kompetensi, mutu
kinerja, dan mutu profesi guru.
C. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana
kebijakan pemerintah mengenai pengadaan, penempatan dan mutasi guru berdasarkan
UU Nomor 14 tahun 2005?
2. Bagaimana
upaya pengembangan mutu kompetensi, mutu kinerja dan mutu profesi guru?
BAB II
ISI
A.
Otonomi Daerah dan Kebijakan Pengadaan, Penempatan dan Mutasi Guru
Otonomi daerah bila tidak
dikendalikan dengan baik membuat kesulitan dalam pengendalian pengadaan,
penempatan dan mutasi guru antar daerah. Kesulitan daerah tentang masalah
penyediaan, penempatan dan mutasi guru agar tidak terjadi diperlukan adanya
sistem pengendalian guru secara nasional yang pada tingkat praksisnya dapat
dikoordinasikan lewat LPMP masing-masing propinsi. LPMP merupakan badan
organisasi pemerintah di daerah yang menjadi tangan-tangan pemerintah pusat
untuk menangani permasalahan pengendalian guru secara nasional bekerja sama
dengan pemerintah daerah (Djohar, 2006: 45).
1.
Penyediaan Guru
Penyediaan guru terkait dengan
kebutuhan guru, dan kebutuhan guru terkait dengan jumlah sekolah, jumlah siswa,
dan penyebarannya di tanah air. Menurut Djohar (2006: 46) terkait dengan
pengadaan guru, maka terdapat dua macam otonomi, yakni:
a.
otonomi
daerah dengan segala persoalannya, dan
b.
otonomi
lembaga pendidikan LPTK dengan latar belakang kepentingan masing-masing. Tugas
LPTK dalam pendidikan guru adalah menyiapkan kompetensi mengajar bidang studi,
sedangkan kemampuan professional guru dilaksanakan bersama dengan LPMP. Apabila
kebutuhan guru membengkak, peserta program bidang studi dapat didorong utuk beralih
program atau mengambil keahlian rangkap pendidikan bidang studi. Salah satu
alternatif yang dapat digunakan adalah dengan diubahnya status LPTK menjadi
“Lembaga Pendidikan Kedinasan” dalam arti lembaga dinas yang khusus menyiapkan
pendidikan guru sesuai dengan kebutuhan negara dengan koordinasi nasional, dan
pelaksanaan oleh BPG yang diberdayakan. Anonim, 1999 dalam Djohar (2006:49)
menyatakan bahwa rekomendasi tentang bentuk pendidikan guru pada lembaga
kedinasan mirip dengan rekomendasi yang diajukan oleh “Rekomendasi-rekomendasi
untuk Pemberdayaan Guru dan Tenaga Pendidikan. LPMP sebagai Lembaga Kedinasan
dari Diknas dalam struktur organisasi yang jumlahnya 27 dengan 12 PPPG dirasa
telah cukup menjadi penyelenggaraan pembinaan guru dan membantu pendidikan
(Djohar, 2006:49).
Penyediaan guru merupakan tanggung
jawab pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, maupun
kabupaten/kota, seperti yang tertera dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, Pasal 24 ayat (1), (2), dan (3) sebagai berikut.
Pasal 24
(1)
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)
Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan
kewenangan.
(3)
Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal sesuai dengan kewenangan.
2.
Penempatan
Guru
Penempatan guru dengan otonomi daerah
tentunya menjadi wewenang daerah, disesuaikan dengan kebutuhan nyata dari tiap
daerah. Koordinasi dan kerjasama antar daerah untuk mengatasi kebutuhan tenaga
guru perlu diadakan melalui lembaga dan instansi yang jelas, sehingga melalui
lembaga dan instansi yang jelas setiap daerah dapat berhubungan dengan lembaga
dan instansi dengan mudah dapat didekatkan antara pengguna guru dengan
penghasil guru dan termasuk lulusannya. Menurut Anonim, 1999 dalam Djohar(
2006:50) jumlah sekolah pada tiap jenjang pendidikan di Indonesia pada tahun
95/96 dapat digambarkan melalui tabel berikut:
Jenjang
Sekolah
|
Menutut Mendikbud keadaan th.
95/96
|
Menurut Balitbang keadaan th. 97/98
|
||||
|
Dks
|
Ag
|
Total
|
N
|
S
|
Total
|
TK
|
|
|
|
169
|
40.395
|
40.563
|
SD
|
149.954
|
24.460
|
174.414
|
140.661
|
10.260
|
150.921
|
SMP
|
19.968
|
8.121
|
28.089
|
9.841
|
10.936
|
20.777
|
SMU
SMK
SLB
|
7.901
|
3.080
|
10.981
3.813
|
2.722
759
36
|
5.418
3.212
819
|
8.140
3.971
855
|
Keterangan:
Dks : Diknas N: Negeri
Ag
: MI, MTS, MA S: Swasta
Penempatan guru ditetapkan lebih
lanjut dalam UU No 14 Tahun 2005 Pasal 25 ayat (1), (2), dan (3) sebagi
berikut.
Pasal
25
(1)
Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)
Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
3.
Guru untuk Daerah Terpencil
Penempatan guru di daerah terpencil telah bnyak menjadi topic
berbagai diskusi pada tingkat nasional. Tetapi model guru kontrak masih relevan
untuk digunakan sebagai model penempatan guru di daerah terpencil. Persoalan
yang masih didiskusikan adalah lama kontak itu dan diberlakukan dan berapa
besar harga kontrak per satuan waktu, dan teknik pembayaran dari kontrak itu.
Satuan waktu kontrak dapat enam tahun sesuai dengan perjanan waktu belajar bagi
guru SD dan 3 tahun sesuai dengan perjalanan jenjang belajar bagi guru SMP.
Teknik pembayaran bagi guru kontrak tentunya perlu dikendalikan agar terlaksana
sesui dengan rencana, misal penanda tanganan kontrak diberikan biaya untuk
berangkat ke tempat tugas, dan jaminan paling tidak enam bulan untuk hidup di
tempat tugas, kemudian diberikan lagi pada setiap bulan kerja, dan yang
terakhir sisanya pada saat mengakhiri kontar kerja. Kontrak tersenut dapat
diperbaharui apabila guru masih ingin meneruskan tugasnya (Djohar, 2006 : 51).
Peraturan mengenai penempatan guru di daerah terpencil diatur dalam
UU No 14 Tahun 2005 Pasal 29 ayat (1) sampai (4) sebagai berikut.
Pasal
29
(1)
Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan
pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu)
kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani
pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama
2 (dua) tahun.
(3)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas
selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah
tersedia guru pengganti.
(4)
Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
4.
Mutasi Guru
Mutasi
guru merupakn peristiwa alamiah dan manusiawi , maka harus menjadi salah satu
jenis pemikiran tentang pengendalian guru secara nasional. Mutasi ini dapat
dilakukan antar daerah meskipun gaji guru menjadi tanggung jawab daerah yang
dituju. Mutasi guru dapat dilakukan jika seorang guru mempunyai alasan yang
pasti, misalnya guru mutasi karena mengikuti suaminya, karena dengan alasan
menjaga keutuhan rumah tangganya dan mutasi dengan alasan karena kesehatannya
yang memerlukan pengobatan. Menurut Djohar (2006:52) pertimbangan guru, rekruitmen,
penempatan, dan muatasi guru dapat diilustrasikan dari rasio siswa, sekolah,
dan guru. Hal ini dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Jenjang Sekolah
|
Jumlah Siswa
|
Jumlah Sekolah
|
Jumlah Guru
|
TK
|
41
|
1
|
2-3
|
SD
|
171
|
1
|
8
|
SMP
|
380
|
1
|
22
|
SMA
|
303
|
1
|
27
|
SMK
|
550
|
1
|
40
|
Tabel
tersebut menunjukkan rasio guru siswa untuk TK yang terdapat 40 orang siswa,
terdiri dari dua kelas ( A dan B) masih memerlukan 2 orang guru. Guru SD
sebagai guru kelas apabila satu kelas terdiri dari 20 siswa, maka satu sekolah
seharusnya terdiri dari 120 siswa dan terdapat 8-9 ruang kelas sehingga guru SD
sudah cukup memadai. Guru SMP yang berperan adalah guru bidang studi dengan
jumlah guru minimal setiap satu sekolah dibutuhkan 3 x jumlah bidang studi.
Berarti jika terapat 22 orang guru pada satu sekolah dapat mengisi 7 bidang studi
untuk melayani siswa dengan kelas paralel, sehingga guru SMP masih kurang
memadai jumlahnya. Bagi guru SMA, selain dibutuhkan guru mata pelajaran juga
dibutuhkan tiga guru untuk melayani
jalur pendidikan seperti IPA, IPS, dan Bahasa. Apabila satu sekolah tersedia 27
guru dapat memenuhi 9 mata pelajaran, untuk melayani 3-4 kelas dengan tiga
jalur pendidikan di setiap sekolah, sehingga gurunya masih kurang memadai. Guru
SMK, yang biasanya jumlah siswa per sekolah cukup besar yakni 550 dengan guru
40 orang. Tetapi rasio siswa untuk sekolah kejuruan lebih kecil, sekitar 13
orang guru harus melayani 7 kelas paralel, sehingga jumlah guru masih kurang
memadai.
Mutasi
guru diatur dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 28 ayat
(1) sampai (4) sebagai berikut.
Pasal
28
(1)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan
antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan
pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan
permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi antarkabupaten/antarkota,
antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan
sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah
memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
kewenangan.
(4)
Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
B.
Pengembangan
Mutu Guru
Pengembanga
mutu guru meliputi tiga hal, yaitu pengembangan mutu kompetensi, mutu kinerja,
dan mutu profesi guru. Pembinaan serta pembinaan mutu guru diatur dalam UU No
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 32 sampai Pasal 34 sebagai berikut.
Pasal
32
(1)
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan
karier.
(2)
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3)
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)
Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal
33
Kebijakan
strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Pasal
34
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan
profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
1.
Penelitian Dan Pengembangan Mutu Kompetensi Guru
Penelitian seharusnya dilakukan oleh
peneliti atau lembaga yang terkait dengan masalah yang harus dipecahkan.
Permasalahan kompetensi guru pada dasarnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh
guru untuk menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai alat
pendidikan, maka agar kompetensi guru dapat dimiliki oleh guru, maka peneliti
seharusnya:
1.
Memahami
hakikat ilmu yang diajarkan
2.
Memahami
kiat pembelajaran ilmunya
3.
Memiliki
kemampuan strukturisasi ilmunya menjadi peta konsep dasar
4.
Memiliki
kemampuan meneliti dan menyediakan sumber belajarnya
5.
Memiliki
kemampuan menyediakan media pembelajaran
6.
Memiliki
kemampuan organisasi ilmunya menjadi bahan ajar
7.
Memiliki
kemampuan memaknakan kurikulum menjadi objek dan persoalan belajar
8.
Memiliki
kemampuan menentukan evaluasi hasil pembelajaran ilmunya
Pada dasarnya
wilayah kompetensi ini terkait dengan penguasaan guru dalam hal “Bidang Studi
dalam pendidikan”. Oleh karena kompetensi ini diserahkan kepada
Universitas-LPTK, maka di sanalah penelitian dan pengembangan konsep tentang
Bidang Studi dalam pendidikan itu dilaksanakan. Strukturisasi ilmu seharusnya
seirama dengan perkembangan ilmunya. Hasil strukturisasi ilmu ini tidak
mentah-mentah disajikan kepada para peserta didik, akan tetapi dengan
intervensi karakteristika peserta didik, kurikulum, lingkungan belajar, dan
media yang dapat disediakan diorganisasi menjadi bahan ajar spesifik yang
berlaku bagi sasaran belajar (Djohar: 2006).
2.
Penilitian Dan Pengembangan Mutu Kinerja Guru
Kinerja guru menjadi tanggung jawab
dua lembaga. Kinerja awal guru sangat ditentukan oleh kemampuan awal hasil
pendidikan guru, meskipun kemampuan awal itu selanjutnya akan berkembang sesuai
pengalaman mereka. Oleh karena itu kemampuan awal guru ini sangat penting dan
mendasar, karena menjadi awal budaya guru berkembang lebih lanjut ke arah yang
sesuai dengan kompetensidan profesi yang optimal. Penelitian dan pengembangan kinerja
guru yang terkait dengan kompetensi menjadi tanggung jawab Universitas-LPTK,
sedang yang terkait dengan profesi guru menjadi tanggung jawab LPPG. Sedangkan
kinerja guru akan tampak di sekolah pada saat guru melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu kerjasama yang fungsional antara Universitas LPTK, LPPG, dan Sekolah
akan menghasilkan sinergi yang konstruktif dalam upaya peningkatan mutu guru
yang selanjutnya untuk peningkatan mutu pendidikan kita. Ketiga lembaga itu
diharapkan konsentrasi menjemput bola dari tugas masing-masing sehingga secara
simultan menghasilkan kinerja lembaga yang efektif dan mampu mengembangkan
kinerja guru yang juga efektif (Djohar: 2006).
3.
Program Pembinaan Mutu Profesi Guru
Pembinaan profesionalisme guru di
Indonesia pada era dewasa ini memang menjadi tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota. Namun, penetapan standar dan norma-norma regulasinya harus
ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah melaksanakan berdasarkan
standard an norma-norma tersebut (Suparlan: 2006).
Pengembangan profesi khusus
diwajibkan bagi kenaikan pangkat/jabatan mulai dari guru pembina atau pengawas
sekolah madya sampai dengan guru utama muda atau pengawas sekolah utama.
Berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 025/O/1995
tentang Petunjuk Tenknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya menentukan:
Bagi guru pembina samapi dengan guru utama
untuk naik pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi diwajibkan mengumpulkan angka
kredit dari pengembangan profesi sekurang-kurangnya 12 angka kredit, di samping
angka kredit proses belajar mengajar atau bimbingan.
Apabila pangkat/jabatan seseorang
adalah guru pembina atau lebih tinggi, maka wajib melakukan kegitan
pengembangan profesi. Adapun bagi guru atau pengawas yang saat ini berpangkat
di bawah guru pembina atau pengawas sekolah madya, maka angka kredit kegiatan
pengembangan profesi tidak merupakan kewajiban pada usul kenaikan
pangkat/jabatannya. Meskipun demikian, melakukan kegiatan pengembangan profesi
tetap dianjurkan dan angka kredit yang diperoleh tetap dapat digunakan sebagai
memenuhi persyaratan kenaikan pangkatnya. Angka kredit adalah suatu angka yang
diberikan berdasarkan penilitian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang
guru dalam mengerjakan butir kegitan yang digunakan sebagai salah satu syarat
untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan tenaga pengajar.
Sejak dilaksanakan sertifikasi guru, pengembangan
profesi termasuk di dalamnya membuat karya tulis ilmiah tidak lagi terbatas
pada para guru dan pengawas yang memiliki pangkat/golongan IV/B atau yang lebih
tinggi. Tetapi, setiap guru yang masuk dalam kuota sertifikasi wajib
menyertakan karya tulis ilmiah dalam penilaian portofolionya, karena hal itu
merupakan salah satu syarat kelulusan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18
Tahun 2007 tentang sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, yang menyatakan bahwa
komponen portofolio meliputi: (1) kualifikasi akademik; (2) pendidikan dan
pelatihan; (3) pengalaman mengajar; (4) perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran; (5) penilaian dari atasan dan pengawasan; (6) prestasi akademik;
(7) karya pengembangan profesi; (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah; (9)
pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan (10) penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.
Peraturan bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor
03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang merupakan isi Juklak syarat kenaikan
pangkat/jabatan guru berbeda dengan peraturan sebelumnya (Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993),yaitu:
(1) III/A
ke III/B wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya tiga angka kredit;
(2) III/B
ke III/C wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya tiga angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan empat angka kredit;
(3) III/C
ke III/D wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya tiga angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan enam angka kredit;
(4) III/D
ke IV/A wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya empat angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan delapan angka kredit;
(5) IV/A
ke IV/B wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya empat angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan 12 angka kredit;
(6) IV/B
ke IV/C wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya empat angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan 12 angka kredit (dan harus presentasi di depan tim
penilai);
(7) IV/C
ke IV/D wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya lima angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah) dengan 14 angka kredit;
(8) IV/D
ke IV/E wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya lima angka kredit dan publikasi ilmiah/karya
inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pengajaran, dan karya
teknologi/seni) dengan 20 angka kredit.
BAB
III
KESIMPULAN
Kesimpulan:
1. Penyediaan,
penempatan, dan mutasi guru yang diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen berkaitan dengan kebutuhan guru di tanah air disesuaikan dengan otonomi
daerah dengan segala persoalannya, dan otonomi lembaga pendidikan LPTK dengan
latar belakang kepentingan masing-masing.
2. Penelitian
dan pengembangan mutu guru meliputi tiga hal. Penelitian dan pengembangan mutu
kompetensi guru yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam menggunakan bidang
studi sebagai alat belajar. Penelitian pengembangan mutu kinerja guru menjadi awal budaya guru berkembang lebih lanjut ke arah yang
sesuai dengan kompetensidan profesi yang optimal. Penelitian dan
pengembangan profesi guru khusus diwajibkan untuk kenaikan pangkat atau
jabatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Djohar.2006.Guru Pendidikan dan Pembinaannya
(Penerapannya dalam Pendidikan dan UU Guru). Yogyakarta: CV Grafika Indah.
Trianto.
2011. Pengantar Penelitian Pendidikan
bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Suparlan.2006.Guru sebagai Profesi. Yogyakarta:
Hikayat.
Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
0 komentar:
Posting Komentar