PROBLEM NILAI DI DALAM ILMU
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Mukalam
Oleh:
Dian Ayu Puspitasari (11670004)
Atin Saputri
HF (11670006)
Kiki Melita Andriani (11670008)
Hesti Nurmasari (11670012)
Dyah Hesti Handarini (11670024)
Ahmad Mukhlas (11670033)
Ahmad Mukhlas (11670033)
Hani Hastika (11670042)
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan
kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Problem Nilai Di Dalam Ilmu” dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu, selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah khasanah kelimuan kita sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia.
Makalah ini disusun atas tiga bagian, yaitu:
1. pendahuluan;
2. pembahasan;
3. kesimpulan.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Tak ada gading yang tak retak. Tentunya dalam penyusunan makalah
ini, masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, penulis
butuhkan demi kesempurnaan karya ke depan. Sekian, dan terima kasih.
Yogyakarta,
1 Mei 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa sekarang ini ilmu sudah mengalami kemajuan
yang sangat pesat sampai mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu
sendiri. Ilmu tidak hanya menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan dapat
mengubah hakiki kemanusiaan itu sendiri, dengan kata lain ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya tetapi dapat
juga menciptakan tujuan hidupnya.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada
hakikatnya digunakan untuk mempelajari alam sebagaimana adanya, pada saan ini mulai
dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan? Dimana
batas wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana perkembangan ilmu yang
seharusnya? Pertanyaan yang semacam ini jelas tidak merupakan urgensi bagi
keilmuan. Namun pada abad ke-20 para ilmuwan mencoba menjawab pertanyaan ini
dengan berpaling pada hakikat moral.
Sejak saat itu, ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral dalam perspektif yang berbeda. Contoh: Ketika Copernicus
(1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa
bumi yang berputar mengelilingi matahari. Berbeda dengan pendapat ajaran agama,
sehingga terjadi interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran
agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik, ilmu ingin mempelajari
alam sebagaimana adanya, sedangkan pihak lain terdapat keinginan agar ilmu
mendasarkan pada kenyataan- kenyataan (nilai- nilai) yang terdapat dalam
ajaran- ajaran di luar bidang keilmuan, diantaranya yaitu agama. Dari kasus Copernicus tersebut, pada
dasarnya mencerminkan suatu pertentangan antara ilmu yang ingin terbebas dari
nilai-nilai di luar bidang keilmuan dengan ilmu yang berlandaskan pada
nilai-nilai di luar bidang keilmuan. Pada makalah ini, akan dijelaskan mengenai
paradigma tentang ilmu.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan
ilmu?
2.
Apa yang dimaksud dengan
nilai?
3.
Bagaimana paradigma
ilmu?
4.
Bagaimana keterkaitan
ilmu dengan nilai?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengertian
ilmu.
2.
Mengetahui pengertian
nilai.
3.
Mengetahui tentang
paradigma ilmu.
4.
Mengetahui keterkaitan
ilmu dengan nilai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Rasionalitas ilmu pengetahuan terjadi
sejak Rene Descartes bersikap skeptik sebagai metode yang meragukan segala
sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu (cogito ergo sum). Sikap ini berlanjut pada masa aufklarung (masa
pencerahan), suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas
mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme atau suatu era yang
merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan
alam (Adib, 2011: 237).
Istilah ilmu dalam pengertian klasik
diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab–akibat atau asal usul. Guston
Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran
manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia
luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa
pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni produk-produk, proses dan
masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya pengetahuan yang telah
diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan
sebagai proses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan
dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang
dikehendaki.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat,
artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur
katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu: universalisme, komunalisme, tanpa
pamrih dan skeptisisme yang teratur.
Van Melsen mengemukakan beberapa ciri
yang menandai ilmu, (dalam Rizal Mustansyir,dan Misnal Munir, 2002: 140-141) yaitu:
1.
Ilmu pengetahuan
secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren.
2.
Ilmu pengetahuan tanpa
pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3.
Universalitas ilmu
pengetahuan.
4.
Objektivitas, artinya
setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka
subjektif.
5.
Ilmu pengetahuan harus
dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu
ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6.
Progresivitas, artinya
suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung pertanyaan-pertanyaan
baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
7.
Kritis, tidak ada teori
ilmiah yang difinitif.
8.
Ilmu pengetahuan harus
dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan praktis
Dalam pembahasan tentang ilmu seringkali
kita dihadapkan dengan paradigma bebas nilai dalam ilmu. Dalam bahasa Inggris
paradigma bebas nilai disebut dengan value free,
mengatakan bahwa ilmu dan juga tekhnologi bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama sekali denga nilai. Pembatasan-pembatasan etis
hanya akan menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai berarti semua
kegiatan yang terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat
ilmu itu sendiri. Ilmu dikatakan bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang
dapat dipercaya kebenarannya, yang obyektif, yang terkaji secara kritik.
B. Pengertian Nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari
nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap
keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi
mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam
teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi
makna terhadap kehidupan ini.
Pengertian nilai dalam agama adalah prinsip, standart atau
kualitas yang dipandang bermanfaat dan sangat diperlukan. Nilai adalah suatu
keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekolompok
orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna bagi kehidupannya.
Nilai juga diartikan sebagai standar tingkah laku, keindahan,
keadilan, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta
dipertahankan. Nilai adalah bagian dari potensi manusiawi seseorang, yang
berada dalam dunia rohaniah (batiniah, spiritual), tidak berwujud, tidak dapat
dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya. Namun sangat kuat pengaruhnya
serta penting peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang
diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan
berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial.
Dari dua definisi tersebut dapat kita ketahui dan dirumuskan bahwasanya
nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem
kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan,
atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan
dipercayai.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa
kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada
kenyataan-kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami
perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
C. Paradigma Ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu
ilmu bebas nilai (value free) dan
ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value
bound). Berikut penjelasannya,
1.
Paradigma Ilmu Bebas Nilai
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris
sering disebut dengan value free, yang menyatakan bahwa ilmu
dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki
keterkaitan sama sekali dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan
terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang dalam Ermi Suhasti (2013: 104) menyatakan bahwa
sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai,
yaitu:
a. Ilmu harus bebas dari pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal
seperti faktor politis, ideologis, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan
lainnya.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu pengetahuan
terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan
diri.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai,
eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan, karena hal tersebut untuk
kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat merugikan
lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang
ternyata berpengaruh pada pemanasan global dan lubang ozon semakin melebar,
tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan
teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan
sekitar. Setidaknya, ada problem
nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai
ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan
dari ilmu itu untuk ilmu.
2.
Paradigma
Ilmu Tidak Bebas Nilai
Ilmu yang tidak bebas nilai (value
bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai tidak
lepas dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti
teori value bond, yaitu Jurgen Habermas berpendapat bahwa,
sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selalu ada
kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan
masing-masing;
a. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara
empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan
menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu
ini pula disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan
pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini
menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau
alamnya.
b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuan yang pertama, karena
tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami
manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan
yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan
yang dikejar oleh pengetahuan ini adalah pemahaman makna.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan
mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan
disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan
kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini
memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan
dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari
nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan,
lingkungan dan sebagainya.
D. Keterkaitan Ilmu dengan Nilai
Di dunia modern ini, ilmu sangatlah
mendominasi. dipandang dari segi masa depan, ilmu dianggap sebagai
sumber nasihat tentang perilaku. Dalam pandangan Habermas, jelas sekali
bahwa ilmu sendiri dikonstruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni
nilai relasional antara manusia dan alam, manusia dan manusia, manusia dan
nilai penghormatan terhadap manusia. Jika lahirnya ilmu itu terkait dengan
nilai, maka ilmu itu sendiri tidak mungkin bekerja terlepas dari nilai.
Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan tekhnologi menyangkut tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan
dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di masa-masa lalu.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Kaitan ilmu
terhadap nilai-nilai membuatnya tak terpisahkan dengan nilai.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai berfungsi mirip dengan agama
yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung
tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi makna terhadap
kehidupan ini. Nilai bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang
sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak,
tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak
pernah mengalami perubahan.
Dalam filsafat terdapat dua pandangan mengenai ilmu, yaitu ilmu bebas nilai
dan ilmu terikat nilai/tidak bebas nilai. Ilmu bebas nilai mengemukakan bahwa
antara ilmu dan nilai tidak ada kaitannya, keduanya berdiri sendiri. Menurut
pandangan ilmu bebas nilai, dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan kita
boleh mengeksplorasi alam tanpa batas dan tidak harus
memikirkan nilai-nilai yang ada, karena nilai hanya akan menghambat
perkembangan ilmu.
Menurut pandangan ilmu terikat nilai/tidak bebas nilai, ilmu itu selalu
terkait dengan nilai-nilai. Perkembangan ilmu selalu memperhatikan
aspek nilai yang berlaku. Perkembangan nilai tidak lepas dari nilai-nilai
ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Muhammad. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarrta: Pustaka
Pelajar.
Beerling, Kwee, Mooij Van
Peursen. 1986. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Tiara Wacana.
Ghozali Bachri, dkk. 2005. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga.
Kalijaga.
Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir. 2002. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suhasti, Ermi. 2013. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Prajna Media.
Surajiyo. 2007. Suatu
pengantar Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: Bumi aksara.
Jakarta: Bumi aksara.
0 komentar:
Posting Komentar