MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Makalah Ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Profesi Pendidikan
Dosen Pembimbing Shidiq
Premono, M.Pd.
Oleh
Kelompok 5:
1.
Indische
Muzaphire Ramadhani (11670005)
2.
Rizqa Nurul
Hidayanti (11670009)
3.
Aulia Luthfiana Putri (11670013)
4.
Marganing Tyas
Wicaksanti (11670025)
PENDIDIKAN
KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun untuk melengkapi tugas kelompok Mata Kuliah Profesi
Pendidikan dengan dosen pembimbing Shidiq Premono, M.Pd. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulullah, Muhammad SAW junjungan kita semua.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh
dari berbagai sumber. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa moral maupun
material.
2.
Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Pendidikan Bapak Shidiq
Premono, M.Pd.
3.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca untuk lebih memahami tentang pemahaman ilmu pendidikan.
Yogyakarta, 13 Februari 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, dimana kemajuan zaman
berkembang sangat pesat. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berbagai
hal lainnya dituntut pula untuk maju. Kemajuan teknologi ini tidak akan
seimbang apabila sumber daya manusia (SDM) yang ada masih memiliki pola pikir
yang konvensional. Upaya peningkatan dilakukan oleh pemerintah agar dapay
mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa yang telah maju.
Peningkatan dilakukan dari berbagai segi, salah satunya dalam bidang
pendidikan. Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas da kuantitas SDM
yang ada.
Pendidikan adalah satu jalan bangsa dalam mengejar
ketertinggalan dengan bangsa yang lain. Melalui pendidikan, bangsa Indonesia
menjadi melek informasi dan semakin berpikir kreatif dalam mengembangkan
potensi yang ada. Apabila membahas mengenai pendidikan, tidak akan terlepas
dari pembelajaran. Di dalam sebuah pembelajaran dalam lingkup sekolah pasti
memiliki sebuah pengaturan atau manajemen. Pengelolaan agar sebuah pendidikan
dalam sebuah instansi berjalan lebih baik dan mencapai tujuan pendidikan
tersebut. Maka perlu adanya pembaharuan strategi dalam melaksanakan pendidikan
agar lebih bermutu dan berkualitas. Salah satunya dengan menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah dalam pengelolaan pendidikan.
Makalah ini akan membahas mengenai Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Bagaimana konsep dan karakteristik dari MBS, perbedaan
dari pengelolaan sekolah masa lalu dengan pengelolaan sekolah dengan
menggunakan prinsip MBS, dan bagaimana peran humas dalam MBS.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam Manajemen
Berbasis Sekolah, antara lain:
1.
Bagaimana konsep
dasar dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
2.
Bagaimana
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah?
3.
Apa perbedaan
sekolah masa lalu dengan sekarang?
4.
Bagaimana
mengenai komite sekolah dan dewan pendidikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
5.
Apa peran humas
sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, setelah membaca
makalah ini mahasiswa diharapkan untuk:
1.
mengetahui
konsep dasar dalam Manajemen Berbasis Sekolah;
2.
mengetahui
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah;
3.
dapat membedakan
sekolah masa lalu dengan sekarang;
4.
mengetahui mengenai
komite sekolah dan dewan pendidikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah, dan;
5.
mengetahui peran
humas sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Secara leksikal, Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah.
Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas.
Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan
memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka MBS dapat
diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu
sendiri dalam proses pembelajaran (Nurkolis, 2003).
Dalam konteks manajemen pendidikan
menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba
diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini
berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian,
akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur
oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi
internal sekolah itu sendiri. Dalam manajemen sekolah model MBS ini berarti
tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik
dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah
memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber
daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas
pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah (Nurkolis,
2003).
MBS merupakan bentuk alternatif
sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsipnya
bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang
sentralistik. MBS berpotensi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen
yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan meningkatkan otonomi
sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya
yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk
menciptakan kepala sekolah, guru, dan administrator yang profesional. Dengan
demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing
siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui
partisipasi langsung orang tua dan masyarakat (Nurkolis, 2003).
B.
Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
Kemunculan karakteristik ideal
sekolah pada abad ke-21 seperti disajikan berikut ini, tidak secara sendirinya
atau alami. Penemuan karakteristik ideal itu memerlukan perjalanan yang panjang
dan penelitian yang sangat serius. Di Amerika Serikat, karakteristikyang
dimaksud baru ditemukan pada era reformasi pendidikan “generasi keempat”.
Menurut Bailey dalam Nurkolis (2006), berdasarkan gerakan reformasi “generasi
keempat” ini dapat tersimpulkan karakteristik ideal manajemen berbasis sekolah
dan karakteristik ideal sekolah untuk abad ke-21 seperti berikut ini:
1. Adanya
Keragaman dalam Pola Penggajian Guru
Istilah populernya adalah
pendekatan prestasi dalam hal penggajian dan pemberian aneka bentuk
kesejahteraan material lainnya. Caranya dapat dilakukan dengan penetapan
kebijakan melalui pengiriman langsung gaji guru ke rekening sekolah kemudian
kepala sekolah mengalokasikan gaji guru itu per bulan sesuai dengan
prestasinya.
2. Otonomi
Manajemen Sekolah
Sekolah menjadi sentral utama
manajemen pada tingkat strategis dan operasional dalam kerangka penyelenggaraan
program pendidikan dan pembelajaran. Sementara, kebijakan internal lain menjadi
penyertanya.
3. Pemberdayaan
Guru secara Optimal
Sekolah harus berkompetisi
membangun mutu dan membentuk citra di masyarakat, oleh karena itu guru-guru
harus diberdayakan dan memberdayakan diri secara optimal bagi terselenggaranya
proses pembelajaran yang bermakna.
4. Pengelolaan
Sekolah secara Partisipatif
Kepala sekolah harus mampu bekerja
dengan dan melalui seluruh komunitas sekolah agar masing-masingnya dapat
menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik dan terjadi transparasi
pengelolaan sekolah.
5. Sistem
yang Didesentralisasikan
Misalnya di bidang penganggaran,
pelaksanaan MBS mendorong sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan
dana dari masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif dan mengelola dana
itu dengan baik.
6. Sekolah
dengan Pilihan atau Otonomi Sekolah dalam Menentukan Aneka Pilihan
Program akademik dan non-akademik
dapat dikreasi oleh sekolah sesuai dengan kapasitasnya dan sesuai pula dengan
kebutuhan masyarakat lokal, nasional, atau global.
7. Hubungan
Kemitraan antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan
Hubungan kemitraan itu dapat
dilakukan secara langsung atau melalui Komite Sekolah. Hubungan kemitraan ini
bukan hanya untuk keperluan pendanaan, melainkan juga untuk kegiatan praktik
kerja dan program pembinaan dan pengembangan lainnya.
8. Akses
Terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri
Perluasan kewenangan yang diberikan
kepada sekolah memberi ruang gerak baginya untuk membuat keputusan inovatif dan
mengkreasi program demi peningkatan mutu sekolah.
9. “Pemasaran”
Sekolah secara Kompetitif
Tugas pokok dan fungsi sekolah
adalah menawarkan produk unggulan atau jasa. Jika sekolah sudah mampu membangun
citra mutu dan keunggulan, lembaga itu akan mampu beradu tawar dengan
masyarakat, misalnya berkaitan dengan jumlah dana yang akan ditanggung oleh
penerima jasa layanan.
C.
PERBEDAAN
PENGELOLAAN SEKOLAH MASA LALU & SEKARANG
1. Pengertian
pengelolaan sekolah
Pengelolaan
sekolah dapat diartikan sebagai pengaturan agar seluruh potensi sekolah
berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan sekolah. Jadi
kepala sekolah mengatur agar guru dan staf lain bekerja secara optimal, dengan
mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki serta potensial masyarakat dengan
mendukung ketercapaian tujuan sekolah. Secara sederhana, proses pengelolaan
sekolah mencakup 4 tahap, yaitu perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing),
pengerahan (actuating), dan
pengawasan (controlling), biasanya
disingkat dengan POAC. Empat tahap tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
(Samani dkk, 2009:3):
a. Tahap
perencanaan, sekolah merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses penyusunan rencana di sekolah
meliputi 7 tahap, yaitu:
1) mengkaji
kebijakan yang relevan;
2) menganalisis
kondisi sekolah;
3) merumuskan
tujuan;
4) mengumpulkan
data dan informasi yang terkait;
5) menganalisis
data dan informasi;
6) merumuskan
alternatif dan memilih alternatif program;
7) menetapkan
langkah-langkah kegiatan pelaksanaan.
b. Tahap
pengorganisasian, kepala sekolah menetapkan dan memfungsikan organisasi yang
melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk melaksanakan program/kegiatan sekolah
yang telah disusun tentu diperlukan orang/tenaga. Orang tersebut harus
diorganisasikan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Jadi,
mengorganisasikan berarti melengkapi program yang telah disusun dengan susunan
organisasi pelaksananya. Dalam organisasi, empat kata kunci (apa, oleh siapa,
kapan, dan apa targetnya) harus tergambar dengan jelas. Dalam mengorganisasikan
sekolah, kepala sekolah harus mengetahui kemampuan dan karakteristik guru dan
staf lainnya sehingga dapat menempatkan mereka pada posisi/tugas yang sesuai
dan juga harus diketahui tugas apa yang sedang dikerjakan, sehingga tidak
terjadi beban tugas yang berlebihan (overloaded).
Jika kegiatan terdiri dari lebih satu orang, harus jelas siapa
penanggungjawabnya, mengingat suatu program biasanya terdiri atas beberapa
bagian yang mungkin sekali dikerjakan oleh yang berbeda, maka dalam
pengorganisasian harus jelas bagaimana hubungan antarbagian tersebut dan siapa
yang bertanggungjawab untuk mengorganisasikan.
c. Tahap
pengerahan, kepala sekolah menggerakkan seluruh orang yang terkait untuk secara
bersama-sama melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas masing-masing. Setelah
organisasi pelaksana tersusun, maka tugas kepala sekolah adalah menggerakkan
orang-orang dalam organisasi sekolah tersebut untuk bekerja secara optimal.
Salah satu cara menggerakkan guru dan staf lain adalah dengan menerapkan
prinsip motivasi yaitu kepala sekolah merangsang agar guru dan staf lain
termotivasi untuk megerjakan tugas. Pada prinsipnya orang akan termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu , jika (a) yakin akan mampu mengerjakan; (b) yakin
bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya; (c) tidak sedang
dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting dan mendesak;
(d) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan; dan (e)
hubungan antarteman dalam organisasi tersebut harmonis. Jadi tugas kepala
sekolah adalah meyakinkan dan menciptakan kondisi, agar guru dan staf lain
yakin bahwa pekerjaan yang diberikan mengandung ke-5 aspek tersebut.
d. Tahap
pengawasan, kepala sekolah mengendalikan dan melakukan supervisi pelaksanaan
kegiatan tersebut, sehingga dapat mencapai sasaran secaa efektif dan efisien.
Pengawasan seringkali diartikan mencari kesalahan, padahal yang dimaksudkan
adalah menemukan hambatan yang terjadi sehingga dapat segera diatasi. Istilah
yang sering digunakan dalam pendidikan adalah supervisi. Beberapa prinsip dasar
yang harus diterapkan agar supervisi berhasil baik, antara lain:
1) pengawasan
bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari
kesalahan;
2) bantuan
dan bimbingan diberikan secara tidak langsung;
3) balikan
atau saran perlu segera diberikan agar yang bersangkutan dapat memahami dengan
jelas keterkaitan antara saran dan balikan tersebut dengan kondisi yang
dihadapi.;
4) pengawasan
dilakukan secara periodik.
5) Pengawasan
dilaksanakan dalam suasana kemitraan.
Pengelolaan
sekolah ini memiliki dua catatan penting, yaitu (Samani dkk, 2009:7):
a. Mengelola
sering memerlukan seni, disamping bekal pengetahuan. Artinya, disamping
berbekal teori, agar sukses kepala sekolah perlu memiliki seni dalam mengelola
sekolah. Seni semacam itu justru banyak digali dari pengalaman dan seringkali tidak
berlaku di tempat lain.
b. Salah
satu cara yang baik untuk menumbuhkan suasana kerja yang sehat adalah
bermusyawarah. Hal itu berarti, kepala sekolah harus mendiskusikan segala
sesuatu dengan para guru, staf lain, orang tua, atau siswa mengenai kepentingan
bersama dan permasalahan-permasalahan yang ada.
2. Perbedaan
pengelolaan sekolah masa lalu dan sekarang
Pengelolaan
sekolah dahulu ditentukan dan dikontrol oleh pihak luar sekolah. Sumber daya
internal sekolah saat itu tidak memiliki peran yang berarti karena dianggap
tidak mampu. Namun, sekarang diterapkan manajemen berbasis sekolah (MBS)
sehingga peran sumber daya internal di sekolah diberdayakan dengan
sungguh-sungguh. Pengelolaan sekolah yang dijalankan dengan adanya kontrol dari
luar sekolah disebut external control management atau manajemen kontrol eksternal (MKE). Dalam manajemen
kontrol eksternal ini setiap pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah tanpa melibatkan pihak sekolah secara langsung.
Sekolah sebagai institusi yang melaksanakan keputusan yang ditetapkan oleh
birokrasi di atasnya. Faktanya selama diterapkan MKE tidak pernah terjadi
perbaikan kualitas pendidikan. Saat itu sekolah harus mengikuti petunjuk teknis
yang kaku dan sering kali tidak sesuai dengan keinginan dan hati nurani para
pelaksana di sekolah. MBS yang kini dipakai oleh sekolah-sekolah modern dikontradiksikan
dengan MKE yang biasanya masih dipakai oleh sekolah-sekolah tradisional.
Manajemen kontrol eksternal dicirikan dengan adanya kontrol yang ketat dari
pemerintah pada sistem pendidikan atau persekolahan. Dalam MKE tugas-tugas
manajemen sekolah dijalankan dibawah instruksi otoritas pusat-eksternal yang
sering kali tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah. Dengan
kondisi yang dmikian itu maka warga sekolah tidak memiliki banyak otonomi dan
tidak memiliki komitmen terhadap program-program sekolah (Nurkolis, 2003:50).
Lanjut
Nurkolis (2003:51) Sementara itu, dalam MBS kontrol eksternal hampir tidak ada
sama sekali, control diberikan sepenuhnya kepada pihak internal sekolah.
Perencanaan kegiatan sekolah, pengorganisasian, pengerahan, dan pengawasan
serta evaluasi atas program-program yang dijalankan sekolah berada di bawah
tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Inisiatif dari sumber daya di sekolah sangat
dibutuhkan dan dihargai, sementara itu pemaksaan kehendak dari birokrasi di
atasnya tidak berlaku lagi. MBS dan MKE berbeda dalam landasan teori manajemen
yang dipakai untuk mengelola sistem persekolahan. Perbedaan-perbedaan kedua
pendekatan pendekatan pendidikan dan teori manajemen dapat diringkas pada tabel
berikut:
Perbedaan
|
MBS
|
MKE
|
Asumsi
tentang pendidikan
|
1. Tujuan pendidikan itu bermacam-macam, bukan
tunggal.
2. Lingkungan pendidikan yang kompleks dan
berubah-ubah.
3. Perlu adanya reformasi pendidikan.
4. Orientasi pada efektivitas dan adaptasi.
5. Mengejar kualitas.
|
1. Tujuan pendidikan tunggal.
2. Lingkungan pendidikan yang sederhana dan hampir
statis.
3. Tidak perlu adanya reformasi pendidikan.
4. Orientasi yang distandarisasi dan distabilisasi.
5. Mengejar kualitas.
|
Teori
yang digunakan untuk mengelola sekolah
|
1. Prinsip ekuifinalitas:
a. Terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mencapai
suatu tujuan.
b. Menekankan fleksibilitas.
2. Prinsip desentralisasi:
a. Masalah itu tak dapat dielakkan, harus
diselesaikan pada saat terjadi.
b. Mencari efisiensi dan pemecahan masalah.
3. Prinsip sistem swakelola:
a. Swakelola.
b. Eksploitasi secara aktif.
c. Bertanggung jawab.
4. Prinsip inisiatif manusia:
a. Mengembangkan sumber daya manusia internal.
b. Partisipasi secara luas dari warga sekolah.
|
1. Prinsip struktur standar:
a. Untuk mencapai tujuan mengikuti metode dan
prosedur standar.
b. Menekankan kemampuan umum.
2. Prinsip sentralisasi:
a. Sesuatu maslah besar atau kecil dikontrol secara
hati-hati untuk menghindari problem.
b. Mengikuti kontrol prosedural.
3. Prinsip penerapan sistem:
a. Dikontrol secara eksternal.
b. Diterima secara pasif.
c. Tidak akuntabel.
4. Prinsip kontrol struktur:
a. Penerapan supervisi eksternal.
b. Perluasan dari sistem birokrasi.
|
D.
KOMITE
SEKOLAH & DEWAN PENDIDIKAN
1. Peran
Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran
pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan lebih bersifat strategis dan
menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat operasional akan diatur
sendiri oleh sekolah. Yang diperhatikan adalah kebijakan strategis yang
ditetapkan pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah yang lebih
besar sehingga kreatifitas sekolah untuk mengembangkan sekolahnya.
Peran
pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas
tindakannya yang akan dilakukan sekolah. Pemerintah daerah bertugas untuk
mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Dalam kaitannya dengan
kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikkan tujuan, sasaran, dan hasil
yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan
metode untuk menghasilkan mutu pembelajarn hal yang diinginkan. Bahkan beberapa
sekolah menyerahkan pemilihan buku pelajaran kepada sekolah.
2. MBS
Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan
sekolah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih luas,
menyatukan visi, memperjelas visi.
Penentuan kebijakan, visi dan misi mengacu pada ketentuan nasional dan
daerah. Oleh karena itu anggota dewan sekolah diisi oleh mereka yang mampu
menganalisis kebijakan pendidikan, mampu berkomunikasi dengan pemerintah pusat
dan daerah, serta memiliki wawasan tentang pendidikan di daerahnya. Pimpinan dewan sekolah sebaiknya bukan
pejabat pemerintah, melainkan tokoh masyarakat yang diakui kapasitas
kepemimpinannya.
Pengawas
sekolah juga berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemerintah daerah
kepada masing-masing sekolah, antara lain menjelaskan tujuan akademik dan anggaran,
serta memberikan bantuan teknis kepada sekolah yang kesulitan menterjemahkan
visi. Peran pengawas sekolah harus diarahkan pada fungsi supervisi, yaitu
memberi bantuan dan pengawasan kepada guru, dan staf sekolah bila mengalami
kesulitan.
3. MBS
Kepala Sekolah
Kepala
sekolah adalah figur kunci di sekolah dalam mendorong perkembangan dan kemajuan
sekolah. Kepala sekolah juga bertanggung
jawab untuk meningkatkan akutanbilitas keberhasilan siswa dan programnya.
Menurut Wohlstter dan Mohrman dalam Nurkholis (2003), peran kepala sekolah
sebagai MBS adalah sebagai desainer, motivator, fasilitator, dan liaison. Kepala sekolah sebagai desainer
harus mampu membuat rencana dan memberikan kesempatan agar tercipta diskusi
yang membahas permasalahan di sekolah, diskusi dilakukan bersama tim pengambil
keputusan. Sebagai seorang motivator kepala sekolah harus menunjukkan
kepercayaan, mendorong keberanian untuk mengambil resiko dan penyampaian
informasi untuk membantu implementasi pelaksanaan MBS. Kepala sekolah sebagai
fasilitator harus mampu mendorong proses pengembangan kemampuan seluruh
staf, menyediakan sumber daya tampak
seperti kebutuhan finansial dan peralatan, serta menyediakan sumber daya tak
tampak seperti waktu dan kesempatan bagi staf untuk membantu kemajuan sekolah.
Sebagai liaison atau penghubung
sekolah dengan dunia luar sekolah, kepala sekolah harus membawa ide-ide baru
dan hasil penelitian ke sekolah, dan mengkomunikasikan kemajuan dan hasil-hasil
yang dicapai sekolah kepada pihak-pihak di luar sekolah.
4. MBS
Guru dan Administrator
Peran
guru dalam MBS adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan, dan
pengimplementasian program pengajaran. Para guru bekerja bersama dengan
komitmen bersama dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk
mempromosikan pembelajaran efektif dan mengembangkan sekolah. Sedangkan peranan
administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam pencapaian
tujuan. Administrator juga harus mampu memimpin warga sekolah untuk mencapai
tujuan, berkolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi sekolah.
5. MBS
Orang tua
Komunikasi
antara orang tua dengan sekolah hanya terjadi selama setahun sekali, ketika
perubahan besaran iuran sekolah atau pemberitahuan tunggakan pembayaran SPP.
Komunikasi yang kurang baik ini disebabkan oleh, adanya perbedaan kelas sosial,
dan tidak ada kesamaan visi dalam mendidik siswa. Adanya MBS membantu untuk
memperbaiki hubungan antara orang tua dengan sekolah, caranya dengan membentuk
dewan pendidikan, komite sekolah, persatuan guru dan orang tua siswa. Anggota
dari keempat program tersebut adalah orang tua siswa, akademisi, pemuka agama,
tokoh politik, praktisi pendidikan, dan kalangan LSM.
Orang
tua harus menyediakan waktu sebanyak
mungkin untuk berkunjung ke sekolah dan ke kelas guna mengontrol pendidikan
anaknya. Diskusi antara orang tua dan guru sangat penting untuk mengetahui
hambatan dan kemajuan yang dialami anaknya. Langkah ini bertujuan untuk
mengantisipasi kegagalan pendidikan anaknya di sekolah. Keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam
pendidikan memberikan banyak keuntungan, seperti yang dikemukakan oleh Rhoda
dalam Nurkholis (2003). Pertama,
perkembangan prestasi akademis meningkat secara signifikan. Kedua, orang tua dapat mengetahui
perkembangan pendidikan anaknya. Ketiga, orang
tua menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya di rumah. Keempat, orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap
sekolah.
E.
PERAN
HUMAS SEKOLAH DALAM MBS
Hubungan
sekolah dengan masyarakat merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam
membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Sekolah
dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah
atau pemdidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah juga harus
menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pendidikan (Mulyasa, 2004:
5).
Menurut
Mulyasa (2004:50) hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain
untuk (1) memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak; (2)
memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan pengidupan masyarakat;
dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah
dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang
harmonis antara sekolah masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan
dengan memberitahukan masyarakat mengenai program-program sekolah.
Melalui
hubungan yang harmonis dengan masyarakat diharapkan tercapainya tujuan hubungan
sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah
secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah
yang produktif dan berkualitas. Lulusan yang berkualitas ini tampak dari
penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau
hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup (Mulyasa,
2004:52).
Cheng
(1996) dalam Nurkholis (2003:126) mengemukakan bahwa peran para orang tua siswa
dalam MBS adalah menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang
menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Peran orang tua sebagai partner dan
pendukung. Mereka dapat berpartisipasi dalam proses sekolah, mendidik siswa
secara kooperatif, berusaha membantu perkembangan yang sehat kepada skolah
dengan memberi sumbangan sumber daya dan informasi, mendukung dan melindngi
seklah pada saat mengalami kesulitan dan krisis.
Menurut
Uemura ( 1999) dalam Nurkholis (2003: 127) pemberdayaan masyarakat dalam
pendidikan perlu dilakukan dengan tujuan:
1. untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan siswa bisa belajar lebih baik dan siap menghadapi perubahan zaman.
2. Karena
keterbatasan sumber daya terutama finansial yang dimiliki pemerintah, terutama
bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga.
3. Meningkatkan
relevansi pendidikan karena selama ini pendidikan selalu ketinggalan dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.
4. Agar
mendorong terselenggaranya sistem pendidikan yang adil dengan menyediakan
pendidikan bagi anak kurang mampu, kaum wanita, masyarakat terasing, dan suku
minoritas.
5. Untuk
meningkatkan kerjasama antara sekolah dam masyarakat dan mengurangi konflik
yang sering terjadi di sekolah.
Partisipasi
masyarakat dalam MBS menurut Umanzor dkk. (1997) dalam Nurkholis (2003: 127)
memiliki tiga tujuan utama. Pertama, meningkatkan pelayanan pendidikan kepada masyrakat
termiskin di daerah pedesaan. Kedua, mendorong partisippasi anggota masyarakat
lokal terhadap pendidikan anak-anak mereka. Ketiga, meningkatkan kualitas
pendidikn prasekolah dan pendidikan dasar.
Nurkholis
(2003: 127) menyatakan bahwa tokoh masyarakat juga memiliki peranan penting
demi kemajuan pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. Penggerak,
dengan membentuk badan kerja sama pendidikan dengan menghimpun kekuatan dari
masyarakat agar semakin peduli terhadap pendidikan. Salah satu caranya dengan membentuk
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli pendidikan.
2. Informan
dan penghubung, yaitu menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat
kepada sekolah dan menginformasikan kondisi sekolah, baik kekurangan maupun
kelebihan sekolah kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu secara persis
keadaan sekolah.
3. Koordinator,
yaitu mengoordinasikan kepentingan sekolah dengan kebutuhan bisnis di
lingkungan masyarakat tersebut agar siswa- siswa sekolah diberi kesempatan
untuk praktik dan magang kerja di industri yang terkait.
4. Pengusul,
yaitu mengusulkan kepada pemerintah daerah agar dilakukan pajak untuk
pendidikan. Artinya, lembaga bisnis dan individu dikenai pajak untuk pendanaan
pendidikan sehingga lembaga pendidikan semakin maju dan bermutu.
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Manajemen
pendidikan model MBS berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri.
Tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik
dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Karakteristik manajemen berbasis
sekolah adalah adanya keragaman dalam pola penggajian guru, otonomi manajemen
sekolah, pemberdayaan guru secara optimal, pengelolaan sekolah secara
partisipatif, sistem yang didesentralisasikan, sekolah dengan pilihan atau
otonomi sekolah dalam menentukan aneka pilihan, hubungan kemitraan antara dunia
bisnis dan dunia pendidikan, akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh relatif
mandiri, dan “pemasaran” sekolah secara kompetitif.
Pengelolaan
sekolah dahulu ditentukan dan dikontrol oleh pihak luar sekolah. Pada manajemen
berbasis sekolah (MBS) peran sumber daya internal di sekolah diberdayakan
dengan sungguh-sungguh oleh sekolah itu sendiri. Hubungan sekolah dengan
masyarakat merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Daftar
Pustaka
Danim, Sudarwan.
2007. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari
Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E.2004. Manajemen berbasis sekolah: konsep, strategi dan implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model,
dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo.
Samani,
M., Santoso, G.A., Zamroni, Hanafi, I. 2009. Manajemen sekolah: panduan praktis pengelolaan sekolah. Yogyakarta: Adicita karya nusa.
0 komentar:
Posting Komentar