SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN ILMU TAJWID
Sebagai
Tugas Program Pendamping Keagamaan (PPK)
Disusun Oleh:
Nama : Hendra Budi
Gunawan
NIM
11670018
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah
SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tajwid’’. Penulisan makalah adalah
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Program Pendampingan Keagamaan
(PPK). Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya
kepada :
1.
Mas Hirman selaku
pendamping mata kuliah ‘’Program Pendampingan Keagamaan (PPK)’’.
2.
Rekan- rekan
semua PPK khususnya kelompok B11.
3.
Semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca yang budiman. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis,
Hendra Budi G
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci
rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya mengandung
berbagai macam ilmu, hukum, teologi, sosial, dan sebagainya. Untuk itu perlu
mengetahui dan memahami perbedaan bacaan al-quran serta implikasinya terhadap
makna dari lafal itu sendiri.
Al-Qur’an dipelajari untuk memahami makna atau pesan dibalik teks. Maka untuk mendapatkan makna yang sesuai dengan Al-Qur’an perlu memahami qira’at dan cara membaca Al-Qur’an dengan benar, cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.
Al-Qur’an dipelajari untuk memahami makna atau pesan dibalik teks. Maka untuk mendapatkan makna yang sesuai dengan Al-Qur’an perlu memahami qira’at dan cara membaca Al-Qur’an dengan benar, cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.
B. Tujuan
Disusunnya
makalah ini yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tajwid” bertujuan
untuk :
1.
Mengetahui
tentang sejarah munculnya ilmu tajwid.
2.
Mengetahui
tentang perkembangan ilmu tajwid sejak zaman dahulu (zaman Rasulullah SAW) sampai zaman sekarang.
3.
Mengetahui
pengertian ilmu tajwid.
4.
Mengetahui
pengertian qiraat.
5.
Mengetahui hubungan ilmu tajwid
dengan qira’at.
SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN ILMU TAJWID
1. Sejarah Ilmu Tajwid
Jika
dibincangkan kapan bermulanya ilmu Tajwid, maka kenyataan menunjukkan bahwa
ilmu ini telah bermula sejak dari al-Qur’an
itu diturunkan kepada Rasulullah SAW. Ini kerena Rasulullah SAW sendiri diperintah
untuk membaca al-Qur’an
dengan tajwid dan tartil seperti yang disebut dalam surat al-Muzammil ayat 4.
ÙˆَرَتِّÙ„ِ الْÙ‚ُرْØ¢َÙ†َ تَرْتِيلًا
"Bacalah
al-Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)."
Kemudian Nabi Muhammad SAW
mengajar ayat-ayat tersebut kepada para sahabat dengan bacaan yang tartil. Sayyidina Ali r.a
apabila ditanya tentang apakah maksud bacaan al-Qur’an secara tartil itu,
maka beliau menjawab "adalah membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan
pada setiap huruf dan berhenti pada tempat yang betul”.
Ini
menunjukkan bahwa pembacaan al-Qur’an bukanlah suatu ilmu hasil dari Ijtihad
(fatwa) para ulama' yang diolah berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan
Sunnah, tetapi pembacaan al-Qur’an adalah suatu yang Taufiqi (diambil terus)
melalui riwayat dari sumbernya yang asli, yaitu sebutan dan bacaan Rasulullah SAW.
Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, karena rasa takut mereka yang tinggi kepada Allah SWT dan begitulah juga generasi setelah mereka.
Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid yang paling awal ialah apabila bermulanya kesadaran perlunya Mushaf Utsmaniah yang ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik kemudiannya, baris-baris bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah diketuai oleh Abu Aswad Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Apabila pada masa itu Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.
Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, karena rasa takut mereka yang tinggi kepada Allah SWT dan begitulah juga generasi setelah mereka.
Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid yang paling awal ialah apabila bermulanya kesadaran perlunya Mushaf Utsmaniah yang ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik kemudiannya, baris-baris bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah diketuai oleh Abu Aswad Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Apabila pada masa itu Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.
Ini karena semasa Sayyidina Utsman
menyiapkan Mushaf al-Qur’an
dalam enam atau tujuh buah itu.
beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik huruf dan baris-barisnya karena
memberi keluasan kepada para sahabat dan tabi’in pada masa itu untuk membacanya
sebagaimana yang mereka telah ambil dari Rasulullah SAW sesuai dengan Lahjah
(dialek) bangsa Arab yang bermacam-macam. Tetapi setelah berkembang luasnya
agama Islam ke seluruh tanah Arab serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat
Islam pada tahun 1 dan 2 Hijriah,
bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang ditaklukkan
umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang banyak dalam
penggunaan bahasa Arab dan begitu juga pembacaan al-Qur’an. Maka al-Qur’an Mushaf Utsmaniah
telah diusahakan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan
penambahan baris dan titik pada huruf-hurufnya bagi karangan ilmu qira’at yang paling awal
sepakat, yang diketahui oleh
para penyelidik ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid Al-Qasim Ibnu
Salam dalam kitabnya "Al-Qira’at"
pada kurun ke-3 Hijriah.
Akan tetapi ada yang
mengatakan,
apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qira’at adalah lebih awal.
Pada kurun ke-4 Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya
"Kitabus Sab'ah", dimana beliau adalah orang yang mula-mula
mengasingkan qira’at kepada tujuh imam bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan
Mushaf Utsmaniah yang berjumlah tujuh naskah. Kesemuanya pada masa itu karangan
ilmu tajwid yang paling awal, barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani dalam
bentuk qasidah (puisi) ilmu tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijriah adalah yang
terulung.
Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu tajwid dan ilmu qira’at senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya, penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka. Kemudian lahir pula seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qira’at yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu "An-Nasyr", "Toyyibatun Nasyr" dan "Ad-Durratul Mudhiyyah" yang mengatakan ilmu qira’at adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya "Hirzul Amani" sebagai qira’at tujuh. Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang berasingan bagi ilmu tajwid dalam kitabnya "At-Tamhid" dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama "Matan Al-Jazariah". Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya, yang kemudian menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid dan qira’at serta bacaan al-Qur’an hingga hari ini.
Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu tajwid dan ilmu qira’at senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya, penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka. Kemudian lahir pula seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qira’at yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu "An-Nasyr", "Toyyibatun Nasyr" dan "Ad-Durratul Mudhiyyah" yang mengatakan ilmu qira’at adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya "Hirzul Amani" sebagai qira’at tujuh. Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang berasingan bagi ilmu tajwid dalam kitabnya "At-Tamhid" dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama "Matan Al-Jazariah". Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya, yang kemudian menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid dan qira’at serta bacaan al-Qur’an hingga hari ini.
2.
Sejarah Perkembangan Tajwid
Dari sejarah pula, perkembangan ilmu
tajwid bermula sejak zaman Rasulullah SAW, Rasulullah menerima wahyu dari
Jibril sudah dengan bertajwid, hanya pada masa itu tidak ditekankan hukumnya
dengan terperinci dan dibukukan. Orang yang mula-mula sekali membukukan ilmu
ini ialah Imam Al-‘Azim Abu Abid Qasim bin Salam pada kurun yang ke 3 Hijriah. Namun ada pendapat lain pula
mengatakan,
orang yang mula-mula membukukan ilmu ini ialah Hafs bin ‘Umar al-Duri.
Ilmuwan sejarah juga menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman Rasulullah SAW seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Walaupun begitu, seluruh hukum yang berkaitan seperti hukum nun sakinah, mim sakinah, mad, waqaf dan sebagainya belum dinamakan dan dibukukan.
Ilmuwan sejarah juga menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman Rasulullah SAW seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Walaupun begitu, seluruh hukum yang berkaitan seperti hukum nun sakinah, mim sakinah, mad, waqaf dan sebagainya belum dinamakan dan dibukukan.
Penulisan dalam ilmu tajwid sejak dulu
dan sekarang tidak begitu banyak, puncak utama ialah karena pembahasan ilmu itu
sendiri yang tidak begitu meluas dan kandungan babnya tidak banyak. Selain dari
itu ia lebih tertumpu kepada latihan amali dan jarang sekali didapati ia diajar
dalam bentuk kuliah dan perbincangan hukum semata-mata. Kitab yang pertama
dalam ilmu tajwid ialah dalam bentuk nazam (syair). Ia telah dihasilkan oleh
Abu Mazahim al-Khaqani yang wafat pada tahun 325 hijrah yaitu di akhir kurun
yang ke 3 hijrah. Nazam tersebut dianggap yang terawal dalam ilmu tajwid.
Di Malaysia, sejarah perkembangan ilmu
tajwid adalah selari dengan sejarah perkembangan Islam. Mengikut pendapat ahli
sejarah, Islam mula bertapak di Malaysia pada abad ke 15 di mana Malaka telah muncul
sebagai pusat perdangangan yang penting di Asia Tenggara. Para pedagang
termasuk pedagang Arab telah datang ke Melaka untuk berdagang. Di samping
berdagang, mereka juga menyebarkan Agama Islam. Mengikut sejarah Melayu, Raja
Melaka yang pertama yaitu Parameswara telah diIslamkan oleh Sheikh Abdul Aziz
dari Mekah pada tahun 1414 yang kemudian menikah dengan puteri Islam dari
Pasai. Melalui perkembangan Islam inilah, para mubaligh dari Arab telah
mengajar al-Qur’an
dan perkara-perkara lain yang berkaitan dengan sunnah Nabi.
Di
dalam pengajaran al-Qur’an,
ilmu tajwid diberi penekanan yang serius agar pembacaan umat Islam betul dan
mengikut apa yang telah disunahkan oleh Rasulullah. Usaha mengajar al-Quran
dijalankan melalui madrasah-madrasah, rumah-rumah individu (tokoh imam)
dijalankan oleh para mubaligh dari negeri Arab. Mereka menjalankan pengajian
al-Qur’an secara bersemuka
bertujuan orang yang diajar dapat membaca al-Qur’an dengan bertajwid, dari sinilah
bermulanya perkembangan ilmu tajwid di Malaysia.
Pada
peringkat awal ramai mubaligh asing terutama dari arab dan India datang ke Malaka untuk menyebarkan
dakwah islam. Setelah beberapa lama lahirlah pula para mubaligh yang terdiri
dari anak-anak tempatan Malaka.
Mereka inilah
yang meneruskan perjuangan menyebarkan islam dan pembacaan al-Qur’an bertajwid kepada
penduduk-penduduk tempatan dan
negeri-negeri
lain di persekitaran.
Konsep dakwah yang disarankan oleh islam turut mempengaruhi faktor penyebaran
Islam (Al-Qur’an
dan Syariat Islam). Setiap individu islam bertanggungjawab menyampaikan ajaran ini
kepada orang lain, telah menyebarluaskan lagi islam di Malaysia.
Sejarah
juga menyatakan bahawa Islam sampai ke Kedah pada 291 H (903 M) dengan penemuan
batu nisan tertua di Tanjung Inggris. Di negeri Kelantan pula pada tahun 577H
(1181 M) dengan penemuan dinar emas di Kota Kubang Labu, Tumpat. Penemuan Batu
Bersurat di Terengganu pada 702H (1302M) membuktikan bahawa negeri Terengganu
juga menerima Islam. Ini karena diyakini oleh ahli sejarah Islam bahawa
perkembangan pengajian al-Qur’an
dan tajwid juga bermula dari tarikh dan tempat tersebut.
Mengikut sejarah perkembangan ilmu
tajwid, penyusun ilmu tajwid yang pertama dalam bahasa Melayu adalah seorang
ulama yang bernama Muhammad Salih bin Ibnu Mu’ti bin Syeikh Muhammad Salih al-
Kalantani. Asal usulnya tidak diketahui tetapi mengikut sejarah nama di akhir
adalah al-Kalantani, berkemungkinan beliau berasal dari Kelantan. (nama ini
terdapat dalam sebuah buku karya beliau).
Berdasarkan
kepada bukunya mengenai ilmu tajwid, yang bertajuk “Mir’atul Quran fi Tashili Ma’rifati
Ahkamit Tajwid lil Mulkil Wahhab” dihasilkan pada tahun 1193H bersamaan 1779M
adalah tarikh terawal mengenai ilmu itu yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Beliau juga telah mengambil kitab tafsir Bahasa Melayu “Turjumanul Mustafid”,
Karya Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri yang merupakan terjemahan dan tafsir
al-Quran yang pertama dalam bahasa Melayu. Buku ilmu tajwid karya Ibnu Syeikh
Abdul Mu’ti ini telah disalin semula oleh Tuan Guru Haji Mahmud bin Muhammad
Yusuf Terengganu bermula pada tahun 1235 H (1819) M dan disiapkan pada tahun
1265 H bersamaan 1848 M. (mengambil masa sekitar 42 tahun untuk menyiapkannya).
Terdapat juga beberapa orang ulama
dari kerajaan Sambas, Indonesia yang telah menulis ilmu tajwid dalam versi
Melayu, diantaranya ialah Haji Khairuddin ibnu Haji Qamaruddin Sambas, yang
telah menulis beberapa buah buku termasuklah ilmu tajwid tetapi tidak
dinyatakan tarikhnya. Kandungannya membincangkan ilmu tajwid secara lengkap
untuk peringkat asas (Koleksi tulisan Allahyarham Wan Mohd Shaghir Abdullah,
internet 5 Mei 2008 - senin). Seorang lagi Ulama Sambas yang menulis tajwid
ialah Haji Mohd Yasin bin Al-Haji Muhammad Sa’ad Sambas di mana buku tajwid
yang ditemui di karang oleh beliau ialah “ Ilmu Tajwid”.
Buku
ini diselesaikan di Mekah waktu Dhuha, hari Sabtu bersamaan 20 Syawal 1285 H.
Kandungannya menjelaskan tentang ilmu Tajwid al-Quran. Pada bagian awal ditulis
dalam Bahasa Arab yang diberi makna dalam bahasa Melayu. Bagian kedua semuanya
menggunakan bahasa Melayu. Manuskrip ini diperoleh di Pontianak Kalimantan
Barat. Ia pernah dimiliki oleh salah seorang keturunan Kerabat Diraja Kerajaan
Pontianak. Tarikh Perolehan ialah pada 11 Rabiulawal 1423 H hari Jumat
bersamaan 24 Mei 2002 M.
3.
Pengertian Tajwid
Tajwīd (تجويد) secara harfiah
bermakna melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan,
tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa
Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya
dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu
yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang
terdapat dalam kitab suci al-Qur’an
maupun bukan.
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa
tajwid itu adalah suatu
cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu qira’at alqur’an. Ilmu tajwid adalah pelajaran
untuk memperbaiki bacaan alqur’an. Ilmu iajwid itu diajarkan
sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca alqur’an sekedarnya.
Adapun masalah-masalah yang
dikemukakan dalam ilmu ini adalah makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf),
shifatul huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf),
ahkamul maddi wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida’
(memulai dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani.
Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah
menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat
al-Quran. Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah
fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca al-Qur’an adalah fardhu ain
atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa.
Untuk menghindari kesalahpahaman
antara tajwid dan qira’at,
maka perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tajwid, pendapat
sebagaian ulama memberikan pengertian tajwid sedikit berbeda namun pada intinya
sama sebagaimana yang dikutip Hasanuddin.
Secara bahasa, tajwid berarti al-tahsin atau
membaguskan. Sedangkan menurut istilah yaitu, mengucapkan setiap huruf sesuai
dengan makhrajnya menurut sifat-sifat huruf yang mesti diucapkan, baik
berdasarkan sifat asalnya maupun berdasarkan sifat-sifatnya yang baru.Sebagian
ulama yang lain mendefinisikan tajwid sebagai berikut :
“Tajwid ialah mengucapkan huruf
(al-Qur’an) dengan tertib
menurut yang semestinya, sesuai dengan makhraj serta bunyi asalnya, serta
melembutkan bacaannya sesempurna mungkin tanpa belebihan ataupun dibuat-buat”.
Rasulullah bersabda : "Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda : "Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda : "Orang yang
paling baik di antara kamu ialah orang yang belajar Al-Qur'an dan
mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhori)
Sebelum mulai mempelajari ilmu tajwid sebaiknya kita mengetahui lebih dahulu bahwa setiap ilmu ada sepuluh asas yg menjadi dasar pemikiran kita. Berikutnya dikemukakan 10 asas Ilmu Tajwid :
Sebelum mulai mempelajari ilmu tajwid sebaiknya kita mengetahui lebih dahulu bahwa setiap ilmu ada sepuluh asas yg menjadi dasar pemikiran kita. Berikutnya dikemukakan 10 asas Ilmu Tajwid :
1.
Pengertian
tajwid menurut bahasa :
Memperelokkan sesuatu. Menurut
istilah ilmu tajwid : Melafazkan
setiap huruf dari makhrajnya yang betul serta memenuhi hak-hak setiap huruf.
2.
Hukum
mempelajari ilmu
tajwid adalah Fardhu
Kifayah dan mengamalkannya
yakni membaca Al-Quran dengan bertajwid adalah Fardhu Ain bagi setiap muslimin
dan muslimat yang mukallaf.
3.
Tumpuan
perbincangannya : Pada kalimah-kalimah Al-Qur’an.
4.
Kelebihannya : Ia adalah semulia mulia ilmu
karena ia langsung berkaitan
dengan
kitab Allah (Al-Qur’an).
5. Penyusunnya : Imam-Imam Qira’at
6.
Faedahnya
: Mencapai kejayaan dan kebahagiaan serta mendapat rahmat dan keridhaan Allah
di dunia dan akhirat, Insya-Allah.
7.
Dalilnya
: Dari Kitab Al-Qur’an
dan Hadis Nabi SAW
8.
Nama
Ilmu : Ilmu Tajwid
9.
Masalah
yang diperbaincangkan : Mengenai kaedah-kaedah dan cara-cara bacaannya secara
keseluruhan yang memberi pengertian hukum-hukum cabangan.
10. Matlamatnya :
Memelihara lidah daripada kesalahan membaca ayat-ayat
suci Al-Quran ketika membacanya, membaca
sejajar dengan penurunannya
yang sebanarnya dari Allah SWT.
4. Pengertian Qira’at
Sebagaimana yang telah kita pahami mengenai pengertian qiraat bahwa qiraat adalah Ilmu yang mempelajari tentang cara atau metode membaca (pengucapan) lafal atau kalimat al-Qur’an beserta perbedaan-perbedaanya yang disandarkan kepada orang yang menukilnya (imam), seperti yang menyangkut aspek kebahsaan; I’raab, hadzf, isbat, fashl, washl yang diperoleh dengan cara periwayatan.
5. Hubungan Qira’at
dengan Tajwid
Dari pengertian tajwid dan qiraat diatas terdapat hubungan antara keduanya, bahwa tajwid dan qiraat adalah cara atau metode pengucapan lafal-lafal atau huruf di dalam al-Qur’an, tajwid lebih bersifat teknis dengan upaya memperindah bacaan al-Qur’an, dengan cara membunyikan huruf-huruf al-Qur’an sesuai dengan makhraj serta sifat-sifatnya. Adapun qira’at lebih substansial, yaitu pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an, kalimat ataupun dialek kebahasaan.
KESIMPULAN
Dari uraian singkat diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa tajwid telah dikenal pada masa Rasulullah SAW, karena pada
saat itu masyarakat sudah tahu cara membaca al-Qur’an dengan benar. Adapun
hubungan qira’at
dengan tajwid ialah, tajwid lebih bersifat teknis dengan upaya memperindah
bacaan al-Qur’an
dengan cara membunyikan huruf-huruf al-Qur’an
sesuai dengan makhraj serta sifat-sifatnya. Adapun qira’at lebih substansial,
yaitu pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an,
kalimat ataupun dialek kebahasaan. Jadi berbicara tentang tajwid tidak turut pula
ketinggalan untuk berbicara qira’at juga.
DAFTAR PUSTAKA
Tarib Moh.Sejarah Ilmu Tajwid.http://referensia-ku.blogspot.com: Diakses pada
tanggal
10 November 2011, Pukul 09.00
Wales Jimmy.Tajwid.http://www.wikipedia.com, Diakses pada tanggal 10
Wales Jimmy.Tajwid.http://www.wikipedia.com, Diakses pada tanggal 10
November
2011, Pukul 09.10
AF. Hasanuddin.1995.Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
AF. Hasanuddin.1995.Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-Quran.Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada
Zulfidar Akaha. Abduh.1996.Al-Qur’an dan Qiroat.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar
Zulfidar Akaha. Abduh.1996.Al-Qur’an dan Qiroat.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar
nice
BalasHapustks
HapusSyukran
BalasHapus