AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM
Makalah
ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen
Pembimbing : Muhsin Khalida,MA.
Disusun
Oleh :
Kelompok
3 : 1. Rizqa Nurul H. (11670009)
2. Sugianti
Khasanah (11670017)
3. Hendra Budi
Gunawan (11670018)
4. Marganing
Tyas W. (11670025)
5.
Nurul Khotimah (11670031)
6. Dian Lukmana (11670035)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Pengantar Studi Islam yang berjudul “ Al-Qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam “.
Penulisan
makalah ini disusun sebagai tugas portofolio dalam proses pembelajaran mata
kuliah Pengantar Studi Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Makalah ini
terdiri dari 3
bagian:
1. Pendahuluan
2. Pembahasan
3. Kesimpulan
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Muhsin Khalida,MA. selaku dosen
Pengantar Studi Islam yang telah memberikan tugas ini pada kami. Kami
memperoleh banyak manfaat setelah menyusun tugas ini.
Dalam
penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Demikian
makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.
Yogyakarta,2
November 2011
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Setelah pembaca mempelajari bab ini
diharapkan mampu menerangkan dan mengemukakan pendapat mengenai Al-Qur’an
Sebagai Sumber Ajaran Islam. Sedangkan secara khusus pembaca diharapkan agar:
a. Dapat mengetahui pengertian dasar Al-Qur’an.
b. Mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.
c. Memahami betul apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an
itu sendiri.
d. Mengetahui mengapa Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber
ajaran agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis, kata al-qur’an merupakan mashdar dari kata
qa-ra-a, berarti “bacaan,” dan “apa yang tertulis padanya”. Berkaitan dengan asal Al-qur’an, terdapat
beberapa pendapat. Pertama, Al-Syafi’i
[150-204H] berpendapat bahwa kata al-quran ditulis dan dibaca tanpa hamzah dan
tidak diambil dari kata lain. Ia adalah
nama yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada nabi Muhammad,
sebagaimana kitab injil dan taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang
diberikan kepada nabi Isa dan Musa.
Kedua, Al-Fara’
dalam kitabnya Ma’an Al-Quran berpendapat bahwa lafal al-quran tidak memakai
hamzah, dan diambil dari kata qara’in, jama’ dari qarinah, yang berarti
indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian ayat-ayat al-qur’an
itu serupa satu sama lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan
indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.
Ketiga, Al-Asy’ari
berpendapat bahwa lafal al-qur’an tidak memakai hamzah dan diambil dari kata
qarana, yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan
ayat-ayat al-qur’an dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
Keempat, Al-Zajjaj
berpendapat bahwa lafal al-quran itu berhamzah, mengikuti wazan fu’lan dan
diambil dari kata al-qar’u yang berarti menghimpun. Hal ini karena al-quran
merupakan kitab suci yang menghimpun inti sari ajaran-ajaran dari kitab-kitab
suci sebelumnya.
Kelima, Al-Lihyani
berpendapat bahwa lafal al-quran berhamzah. Bentuk mashdar-nya diambil dari
kata qara’a yang berarti membaca. Hanya saja, lafal al-qur’an ini menurut
al-Lihyani berbentuk mashdar dengan makna isim maf’ul. Jadi, Al-qur’an artinya
maqru’(yang dibaca).
Keenam, Subhi
al-Shalih menyamakan kata al-qur’an dengan al-qira’ah sebagaimana dalam QS
al-Qiyamah: 7-18.
Ditinjau dari
aspek terminologis, ada beberapa definisi yang dikemukaan oleh para ulama.
Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa al-qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
Sementara Al-Amidi mendefinisikan al-qur’an sebagai kalam Allah, mengandung
mukjizat, dan diturunkan kapada Rasulullah Muhammad SAW, dalam bahasa arab yang
dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah,terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan
surat al-Nas. Menurut Khallaf, al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan
menggunakan lafadz bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah
bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam
mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara
lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
Mengacu kepada
definisi di atas, beberapa ulama kemudian menyimpulkan bahwa al-quran itu
memeiliki beberapa ciri: pertama, al-Qur’an merupakan kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua, al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
arab. Ketiga, al-qur’an itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara
mutawatir(dituturkan oleh banyak orang kepada banyak orang sekarang). Keempat,
membaca setiap kata dalam al-Qur’an itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan
itu berasal dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
Kelima, Al-Qur’an itu dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
al-Nas.
B.
Kandungan dan fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab sarat dengan kandungan, mulai hukum, akidah,
etika, hubungan sosial dan sebagainya. Dari keseluruhan isi al-Qur’an,
sebagaimana dikatakan oleh Kallaf, pada dasarnya mengandung pesan-pesan; [1]
masalah tauhid, termasuk di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang gaib;[2]
masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan
dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa; [3] masalah janji dan ancaman, yaitu
janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa
bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagian dunia akherat,
dan ancaman akan mendapat kesengsaraan dunia akherat, janji dan ancaman di
akhirat berupa surga dan neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan dunia-akhirat, berupa
ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat
mencapai keridhohan Allah; dan [5] riwayat dan cerita, yaitu sejarah
orang-orang terdahulu, baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan
Rosul Allah.
Ditinjau secara gari
besar dari hukum-hukum yng terkandung di dalamnya, kandungan al-Qur’an dapat
dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, hukum-hukum yang berkenaan dengan
i’tiqad(kenyakinan) yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan iman kepada Allah
SWT, malaikat-malaikat-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kedua, hukum-hukum yang
berkenaan dengan akhlak(etika), yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
perilaku hati yang mengajak manusia untuk berakhlak mulia dan berbudi luhur.
Ketiga, hukum-hukum yang berkenaan dengan amaliyyah (tindakan praktis), yaitu
hukum-hukum yang berhubungan dengan semua tndakan yang dilakukan oleh manusia
secara nyata, meliputi ucapan serta perbuatan yang berhubungan dengan
perintah,larangan, dan penawaran yang terdapat al-Qur’an.
Pokok kandungan
yang ketiga ini secara dimensional mencakup pola hubungan vertikal dan
horisontal. Amaliyyah yang berdimensi vertikal adalah amaliyyah yang berkanaan
dengan hubungan dengan hamba dengan Allah. Bentuknya adalah ibadah. Bentuk
ibadah antara lain: mahdlah, seperti sholat dan puasa. Ada berbentuk ghairu
mahdlah yang juga mengandung maliyyah-ijtima’iyyah (sosial-kebendaan) seperti
zakat dan juga badaniyyah-ijtima’iyyah (sosial-kejasmani) sebagaimana haji.
Keempat jenis ibadah ini(shalat, puasa,zakat, dan haji) dijadikan sebagai dasar
Islam setelah iman.
Adapun amaliyyah
yang berdimensi horizontal adalah amaliyyah yang berkenaan dengan hubungan
antar hamba satu dengan yang lainnya. Amaliyyah jenis ini dapta
diklasifikasikan menjadi empat macam; [1] aturan syari’at yang berorientasi
perluasan dan pengamanan dakwah Islam, yaitu jihad; [2] aturan syari’at yang
berorientasi membangun tatanan rumah tangga sebagaimana hal ihwal perkawinan,
talak, nasab, pembagian harta pustaka dan lain sebagainya.[3 ] aturan yang
berorientasi pada regulasi hubungan antar manusia seperti jual beli,
persewaan,dll yang dikenal dengan mu’amalah(transaksi). [4] aturan atau
undang-undang yang memuat sanksi atas tindak kejahatan. Hal ini diterapkan
dengan qishash dan had.
Menurut M. Quraish
Shihab, al-Qur’an turun dengan memiliki beberapa fungsi: [1] bukti kerasulan
Muhammad dan kebenaran ajarannya;[2] petujuk akidah dan kepercayaan yang harus
dianut oleh manusia;[3] petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan
menerangkan norma-norma keagaman dan susila yang harus diikuti oleh manusia
dalam kehidupannya secara individual dan kolektif;[4] petunjuk syari’at dan
hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Atau dengan kata
lain, al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus
ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
C.
Asbab al-Nuzul
Proses turunya wahyu adakalanya dilatarbelakangi oleh sebuah
peristiwa, atau pertanyaan sahabat, dan adakalanya tanpa sebab yang menjadi
latar belakangnya. Artinya, ada ayat yang turun tanpa ada preseden yang
mandahulinya. Ayat dalam kategori semacam ini turun memang
atas kehendak Allah.
Asbab
al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh suatu
ayat atau beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Secara lebih jelas, yang dimaksud dengan
asbab al-nuzul adalh peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah atau
pertanyaan-pertanyaan yang dating dari kalangan sahabat yang mana pertanyaan-pertanyaan
tersebut menjadi perhatian khusus Rasulullah.
Ada
banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui asbab al-nuzul. Pertama, mengetahui hikmah pensyari’atan
suatu hukum. Kedua, membantu pemahaman
makna suatu ayat serta menjelaskan isykal ( kejanggalan atau kesulitan makna). Ketiga, menepis persangkaan hasr (ketentuan
pada suatu hal semata). Sebagaiman
firman Allah dalam surat al-An’am [6]:145.
Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa orang-orang kafir menganggap haram
terhadap apa yang dihalalkan oleh Allah, menganggap halal apa yang diharamkan
oleh Allah, dan selalu berseberangan dan bertentangan dengan syari’at-Nya, maka
turunlah ayat ini dengan tujuan menentang kehendak mereka.
Keempat,
men-takhshish hukum dengan asbab al-nuzul ayat. Kelima, mengetahui bahwa sebab turunnya ayat
tidak keluar dari cakupan keumuman hukumnya, walaupun ada keterangan yang
men-takhshish keumuman ayat. Keenam, mengetahui
tentang apa dan tentang siapa ayat diturunkan.
Ketujuh, secara psikologis dapat memudahkan penghafalan dan menancapkan
kefahaman bagi orang yang mendengarkan ayat ssekaligus mengetahui latar
belakang turunnya.
Asbab
al-nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek.
Salah satunya ditinjau dari aspek bentuknya. Pertama, berbentuk peristiwa. Kedua, berbentuk pertanyaan. Asbab al-nuzul berbentuk peristiwa ada tiga
macam, pertengkaran; kesalahan yang serius; dan cita-cita dan harapan. Asbab al-nuzul yang bentuk pertanyaan dibagi
menjadi tiga macam pula, yaitu pertanyaan tentang masa lalu, masa yang sedang
berlangsung, dan masa yang akan datang.
Dari
segi jumlah sebab dan ayat yang menurun, asbab al-nuzul dapat dibagi menjadi
ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti
persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan
ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat
atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab turunnya
satu). Sebab turunnya ayat disebut
ta’addud bila ditemukan dua riwayat yang berbeda atau lebih tentang sebab turun
suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu.
Sebaliknya, sebab itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya hanyu
ayat satu. Suatu ayat atau sekelompok
ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil, bila inti persoalan yang terkandung
dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu
persoalan.
Jika
ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turunnya ayat dan masing-masing
menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebut lawannya, maka
kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis.
Permasalahannya ada empat bentuk.
Pertama, salah satu dari keduanya sahih dan yang lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih. Akan tetapi salah satunya mempunyai penguat
(murajjih), dan yang lainnya tidak.
Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih).
Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Bentuk keempat, keduanya sahih, tidak
mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Bentuk
pertama diselesaikan dengan jalan memegangi riwayat yang sahih dan menolak yang
tidak sahih. Bentuk kedua penyelesainnya
dengan mengambil yang kuat (rajihah).
Penguat (murajjih) itu adakalanya salah satunya lebih sahih dari yang
lainnya atau periwayat salah satu dari keduanya menyaksikan kisah itu
berlangsung sedang periwayat lainnya tidak demikian. Bentuk ketiga penyelesainnya dengan
menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut. Adapun bentuk keempat penyelesainnya dengan menganggap
berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak asbab al-nuzul-nya.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati
Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan lafadz
bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa
ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk
kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah
kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, disampaikan kepada kita secara
mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta
terjaga dari perubahan dan pergantian.
2.
Dari keseluruhan isi al-Qur’an, sebagaimana dikatakan oleh Kallaf,
pada dasarnya mengandung pesan-pesan; [1] masalah tauhid, termasuk di dalamnya
masalah kepercayaan terhadap yang gaib;[2] masalah ibadah, yaitu
kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di
dalam hati dan jiwa; [3] masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan
baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang
berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagian dunia akherat, dan ancaman akan
mendapat kesengsaraan dunia akherat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga
dan neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan dunia-akhirat, berupa
ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat
mencapai keridhohan Allah; dan [5] riwayat dan cerita, yaitu sejarah
orang-orang terdahulu, baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan
Rosul Allah.
3.
Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan
hukumnya oleh suatu ayat atau beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan
mengetahui asbab al-nuzul:
a) mengetahui hikmah pensyari’atan suatu hukum
b) membantu pemahaman makna suatu ayat serta
menjelaskan isykal ( kejanggalan atau kesulitan makna)
c) menepis persangkaan hasr (ketentuan pada
suatu hal semata)
d) men-takhshish hukum dengan asbab al-nuzul
ayat
e) mengetahui bahwa sebab turunnya ayat tidak
keluar dari cakupan keumuman hukumnya
f) mengetahui tentang apa dan tentang siapa
ayat diturunkan
g) secara psikologis dapat memudahkan
penghafalan dan menancapkan kefahaman bagi orang yang mendengarkan ayat
ssekaligus mengetahui latar belakang turunnya
DAFTAR PUSTAKA
Naim
Ngainun . 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras
0 komentar:
Posting Komentar