PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ILMU KALAM KLASIK
Makalah ini
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid
Dosen
Pembimbing : Farida Musyrifah, M.Si
Disususn
oleh Kelompok 5:
1.
Aulia Luthfiana Putri 11670013
2.
Amanatul Qudsiyah 11670014
3.
Bachtiar Ari Faizal 11670015
4.
Sugianti Khasanah 11670017
5.
Hendra Budi Gunawan 11670018
6.
Th Nurmala Ekawati 11670019
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011/2012
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH TIMBULNYA
PEMIKIRAN KALAM DI ERA KLASIK
1.
Definisi Ilmu Kalam
Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan
tentang wujud Tuhan (Allah ), sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat
yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat mungkin ada pada-Nya dan membicarakan
tentang Rasul-rasul Tuhan, untuk menetapakan kerasulannnya dan mengetahui
sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin padanya dan
sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya. Ibnu Khaldun mengatakan, ilmu kalam
ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan
iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap
orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf
dan Ahli Sunnah. ( Hanafi, 1974 : 3)
2.
Asal-usul sebutan Ilmu Kalam
Arti semula dari perkataan al-kalam ialah kata-kata yang tersusun
yang menunjukan suatu maksud. Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu
sifat Tuhan, yaitu sifat bicara (berkata : al-nutqu).
Dalam Qur’an banyak terdapat perkataan kalamullah, seperti dalam Al-Bara’ah,
9:6 ; Al-Baqarah, 2:75 dan 253 ; An-Nisa, 4; 164.
Perkataan
al-kalam untuk menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sebagaimana dikenal sekarang
untuk pertama kalinya dipakai pada masa Abbasiy, atau pada masa Al-Makmun. Sebelum
masa tersebut pemabahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam Islam
disebut al-fiqhu fiddin sebagai imbangan terhadap al-fiqhu fi-ilmi yang diartikan sebagai ilmu ilmu hukum (ilmul-qanun). Ilmu ini disebut ilmu
kalam karena :
a. Persoalaan terpenting yang menjadi
pembicaraan abad-abad permulaan Hijrah ialah “firman Tuhan” (kalam Allah) dan
non-azalinya Quran (khalq Al-Quran).
Karena keseluruahan ilmu kalam dinamai dangan salah satu bagiannya yang
terpenting.
b. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil
pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan
para mutakalimin. Mereka jarang kembali kepada dalil naqal (Quran dan Hadis) kecuali sesudah menetapakan benarnya pokok
persoalan lebih dahulu.
c. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan
agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama
ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.
Ilmu
kalam juga dinamakan ilmu tauhid. Arti tauhid adalah percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa (meng-esa-kan Tuhan). Ilmu kalam dinamakan ilmu tauhid karena
tujuannya ialah menetapkan keesaan Allah dalam zat dan perbuatan-Nya dalam
menjadikan alam semesta hanya Allah yang menjadi tempat tujuan tarakhir alam
ini. Prinsip inilah yang menjadi tujuan utama daripada keutusan Nabi Muhammad
saw.
Ilmu kalam juga dinamakan ilmu aqaid (akaid) atau ilmu usuluddin. Karena persoalan kepercayaan
yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.
(Hanafi, 1974 : 4)
3. Sebab-sebab
Berdirinya Ilmu Kalam
Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri
sendiri belum dikenal pada masa Nabi Muhammad saw., maupun pada masa
sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah
ilmu-ilmu keislaman yang lain satu persatu muncul dan setelah orang banyak
membicarakan tentang kepercayaan gaib (metafisika). Faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya ilmu kalam dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu
faktor-faktor yang datang dari dalam Islam dan kaum Muslimin sendiri dan
faktor-faktor dari luar mereka, karena adanya kebudayaan lain dan agama yang
bukan Islam.
1.
Faktor-faktor dari dalam
a. Qur’an sendiri disamping ajakannya
kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengan itu,
menyingggung pula golongan-golongan dan agama pada masa Nabi Muhammad saw.,
yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar.
b. Ketika kaum Muslimin selesai membuka
negeri-negeri baru untuk Islam, mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya, di
sampaing melimpah-limpahny rezeki. Di sinilah mulai mengemukakan persoalan
agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang kelihatannya saling
bertentangan.
c. Sebab yang ketiga ialah soal-soal
politik. Contoh yang tepat untuk soal ini khilafat (pimpinan pemerintahan
negara). Ketika Rasulullah meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang
pengganti, tidak pula menentukan pilihan penggantinya. Karena itu antara
sahabat Muhajirin dan Ansar terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki
supaya pengganti Rasul dari pihaknya.
2.
Faktor-faktor dari luar
a. Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam
yang mula-mula beragama Yahudi, Masehi, dan lain-lain, bahkan diantara mereka
ada yang sudah menjadi ulamanya. Setelah pikiran mereka tenang dan sudah
memegang teguh agama baru, yaitu Islam, mereka mulai mengingat-ingat kembali ajaran
agamanya yang dulu, dan dimasukkannya ke dalam ajaran-ajaran Islam.
b. Golongan Islam yang dulu, terutama
golongan Muktazilah, memusatkan perhatiaannya untuk penyiaran Islam dan
membantah alasan-alasan mereka memusuhi Islam. Dengan demikian, mereka harus
menyelami pendapat-pendapat tersebut dan akhirnya negeri Islam menjadi arena
perdebatan bermacam-macam pendapat dan bermacam-macam agama, hal mana bisa
mempengaruhi masing-masing pihak yang bersangkutan.
c. Sebagai kelanjutan dari sebab-sebab
tersebut, para mutakalimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan
filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi
ketuhanan. (Hanafi, 1974 :7)
4.
Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Kalam
Kata filsafat
berasal dari bahasa Yunani, dari kata philos
artinya cinta dan shopia yang
berarti pengetahuan atau hikmah. Jadi, secara harfiah filsafat berarti cinta terhadap ilmu pengetahuan. Dalam hubungannya
dengan tauhid, mutakallimin dan filosof mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin
menjelaskan apa, siapa dan bagaimana Allah SWT. Tapi, cara dan jalan yang
mereka tempuh berbeda, para mutakalimin memulai penelitian-penelitiannya dari
atas nas-nas agama kemudian dicari argumentasi rasional untuk mendukung ras-ras
itu. Sedangkan filosof beranjak dari
sebaliknya, dimulai dengan teori-teori, kemudian dicarikan nas-nas yang
mendukung teori itu. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara
ilmu kalam dan filsafat adalah :
a. Dalam ilmu kalm filsafat dijadikan sebagai
alat untuk membenarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sedangkan dalam filsafat
sebaliknya, ayat-ayat Al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil
filsafat.
b. Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas
pada hal-hal yang tertentu saja. Masalah-masalah yang dimustahilkan Al-Qur’an
mengetahuinya tidak dibahas. Sedangkan dalam filsafat tidak terbatas.( Yusran,
1993 :25)
5.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan Ilmu Kalam
Qur’an dalam ajakannya untuk iman
memanggil jiwa hampir setiap manusia, dari yang bersahaja sampai kepada yang
telah maju, mengakui adanyaTuan yang menciptakan alam dan mengaturnya. Dengan
demikain cara Al-Qur’an mengajak manusia untuk bertauhid kepada Allah dengan
memanggil jiwa dan menerima ayat-ayat mutasyabihat.
Akan tetapi cara mutakalimin berbeda dengan cara tersebut. Mereka percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka hendak membuktikan hal-hal tersebut
dengan dali-dalil akal pikiran. Qur’an menggunakan
syle sebagai berikut : Masih diragukan Tuhan itu, pencipta langit dan bumi ? ,
dalam membuktikan adanya Tuhan. Akan tetapi para mutakalimin menggunakn teori
tentang baharunya alam dengan mengatakan bahwa benda-benda itu terdiri dari
bagian-bagian yang tidak terbagi-bagi lagi (atom) dan menetapkan baharunya (non
azali) bagian-bagian tersebut, karena tidak lepas dari gerakan atau diam.
(Hanafi, 1974 : 20)
KHAWARIJ
Khawarij
berasal dari kata kharaja yang
berarti keluar. Nama ini diberikan untuk golongan yang keluar dari barisan Ali
saat perang Shiffin. Nama lain dari khwarij adalah Syurah yang berarti mengorbankan diri pada Allah, Haruriyah yang berarti berlindung pada
kota Harura’ yaitu tempat mereka menumpahkan kekesalan terhadap Ali karena ingin
berdamai dengan Muawiyah. Golongan ini semula mendukung Ali namun menjadi
berbalik dan memusuhi Ali.( Asmuni, 1993: 103 )
A.
Partai- partai Khawarij
Golongan
khawarij tetap dalam satu kesatuan sampai mereka meninggalkan Abdullah Ibnu
Zubair, sebagian pergi ke Bashrah yang sebagian pergi ke Al Yamamah. Dari para
petinggi kaum ini timbul beberapa selisih paham yang menyebabkan kaum ini pecah
menjadi beberapa golongan. Yang terkenal diantaranya adalah:
1. Golongan Azariqah
Yaitu
golongan pengikut Nafi’ Ibn al Azraq. Merekalah golongan yang terkuat. Mereka
dapat menguasai daerah Ahwaz dan sekitarnya. Mereka mempengaruhi penduduk
setempat agar mengikuti madzhab mereka. Para Nafi’pun mengeluarkan hukum- hukum
berupa:
a) Semua penduduk yang menentang mereka
dianggap musyrik karena mereka mengajarkan seruan Rasul. Maka orang yang
menentang mereka sama saja menentang Rasul.
b) Daerahdengan penduduk yang menentang
mereka dipandang Darus Syirki. Diharamkan bagi siapapun menjalin hubungan
dengan mereka.
c) Para pezina tidak dirajam melainkan
hanya dicambuk. Mereka mewajibkan hukuman bagi yang menuduh wanita berzina,
tetapi tidak untuk sebaliknya.
(
Shiddieqy, 1973: 176-177)
2. Golongan Najdah
Yaitu
golongan pengikut Najdah Ibn Amir yang berpisah dari Nafi’. Golongan ini
bermukim di Yaman, Thaif, Amman, Bahrain, Wadi Tamim dan ‘Amir. Tetapi Najdah
mengeluarkan paham baru yang justru membuat pengikutnya hilang dan membunuhnya.
Najdah digantiakan oleh Abu Fudaik dan pecah menjadi 3 partai yaitu:
a) Golongan yang tetap bersama Abu Fudaik
yaitu golongan yang membunuh Najdah tahun 72 H.
b) Golongan yang mengikuti Athiyah Ibn Al
Aswad ke Sijistan. Mereka membolehkan kita menikahi cucu perempuan dari anak
perempuan dan anak- anak perempuan dari anak saudara laki- laki dan saudara
perempuan dengan alasan mereka tidak disebut di Al Qur’an.
c) Golongan yang memafkan Najdah dan tetap
mengikuti kedudukanya serta mengikuti kekuasaanya setelah dia meninggal.(
Shiddieqy, 1973: 178-181 )
3. Golongan Ibadliyah
Golongan
ini mengeluarkan madzab yaitu orang yang mengerjakan doa besar tetap dipandang
orang yang meng-Esakan Allah tapi bukan mu’min karena tidak menyempurnakan
makna iman. Mereka dinamakan orang kafir ni’mat bukan kafir millah. Mereka
berkata bahwa anak musyrik boleh dibunuh namun mereka masuk surga atas karunia
Allah.
Negara
tempat bermukim orang- orang yang menyalahi mereka dinamakan negara Tauhid.
Karenanya boleh nikah menikahi, waris mewarisi, haram membunuh secara gelap
tetapi boleh membunuh secara terang- terangan. Dalam peperangan harta milik
tidak boleh dirampas terkecuali hanya senjata.
Golongan
Ibadliyah adalah golongan moderat dan dekat dengan jama’ah sehingga mereka
hidup tenteram karena tidak bertentangan dengan penguasa.( Shiddieqy, 1973:
182)
4. Golongan Shaffariyah
Adalah
golongan pengikut Abdullah Ibn Saffar. Dinamakan demikian karena muka mereka
pucat- pucat mukanya lantaran banyak beribadat malam dan mereka menyalahi
golongan- golongan yang telah lalu dalam beberapa urusan, diantaranya:
a) Orang yang mengerjakan dosa besar tidak
dikenakan hukuman had, seperti orang yang tidak mengerjakan sholat dianggap
kafir. Mereka menganut faham Azariqah tentang hukuman had.
b) Orang yang tidak ikut bertempur dengan
mereka tidak dikafirkan dalam bidang aqidah. Tidak diperbolehkan untuk membunuh
anak- anak kecil dan bagi para pezina harus dirajam. Mereka dipimpin oleh Imran
Ibn Khattab.
(
Shiddieqy ,1973: 183 )
B.
‘Aqidah Khawarij
‘Aqidah
yang kebanyakan dianut golongan khawarij ialah:
1. Khilafah / kepemimpinan tertinggi bukan
hak orang- orang tertentu melainkan harus melalui pemilihan umum. Apabila
khalifah menyimpang wajib dipecat atau dibunuh. Khalifah boleh dari golongan
Quraisy, bahkan lebih baik dari golongan lain agar mudah dipecat.
2. Mengerjakan sholat, berhaji, berpuasa
dan ibadah lain serta menjauhi segala larangan termasuk dari iman. Orang yang
tidak melaksanakan semua itu bukan termasuk mu’min melainkan fasik.
Orang-
orang khawarij mempunyai keikhlasan yang sempurna terhadap ‘aqidahnya. Mereka
suka berterus terang, tekun beribadah, dan teguh pada kebenaran juga kesetiaan.
Mereka mempunyai keberanian yang luar biasa dalam menghadapi musuh. ( Shiddieqy,
1973:184 )
SYI’AH
a)
Pengertian Syi’ah
Syi’ah berasal dari bahasa Arab, artinya Pengikut atau Golongan.
Kata jamaknya Syiya’un. Dari sini Syi’ah dimaksudkan sebagai suatu golongan
dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Adalah
orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi, berdasarkan wasiatnya.
Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman
bin Affan adalah Penggasab (Perampas) Kedudukan khalifah. Golongan
Syi’ah ini terpadu padanya pengertian firqoh dan mazhab. Sebab mereka
beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih
berhak menjadi khalifah dari pada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah
khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai
pandangan mereka di bidang agama. (Nasir,2010:72)
Ada yang berpendapat, gerakan menokohkan Ali dan menyebarkan isu
bahwa hanya Ali yang berhak menjadi khalifah sudah ada di zaman Utsman bin
Affan. Gerakan tersebut dipelopori oleh Abdullah bin Saba’, rahib Yahudi asal
Yaman yang masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affan tersebut
(644-656 M). Abdullah bin saba’, membentuk gerakan mendukung Ali dan
menokohkannya serta menyebarkan isu bahwa Nabi sebelum wafat telah memberikan
wasiat kepada Ali untuk menggantikan beliau memimpin umat Islam. Karena itu,
tiga khalifah (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) sebenarnya tidak berhak menjadi
khalifah. Mereka merampas hak Ali. Untuk menguatkan pendapatnya itu, ia
menyebutkan adanya hadits Ghadir Khum, hadits yang belakangan memang terkenal
di kalangan kaum Syi’ah. Kebenaran dan keabsahan hadits ini tentu saja ditolak
oleh non-Syi’ah, terutama oleh kalangan Ahlussunah Waljamaah. Menurut golongan
terakhir ini, hadits itu tidakbenar dan tidak ada, hanya dibuat-buat oleh kaum
Syi’ah untuk memperkuat klaim mereka akan hak Ali bin Abi Thalib menduduki
jabatan khalifah. Pada zaman Abu Bakar dan Umar, bahkan ketika terjadi
perdebatan sengit antara kaum Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah
untuk menentukan pengganti Nabi memimpin umat Islam, hadits ini tidak pernah
disebut-sebut. Andaikata hadits Ghadir Khum memang ada, tentu ketika itu banyak
yang meriwayatkannya dan tidak akan terjadi perdebatan sengit di kalangan
sahabat.(Asmuni, 1993:130-131)
b)
Pokok-pokok Pikiran Syi’ah
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib dipercayai oleh
penganutnya. Kelima prinsip itu adalah:
Ø Al-Tauhid
Kaum Syi’ah
mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha Esa, tunggal, tempat bergantung
segala makhluk, tidak beranak dan tidak diperanak, dan tidak seorang pun serupa
dengan-Nya. Mereka juga mempercayai adanya sifat Tuhan. Menurut mereka,
sifat-sifat Allah terbagi kepada dua bentuk. Pertama, sifat al-tsubutiyyah,
sifat yang mesti ada dan tetap pada Allah. Kedua, sifat al-salbiyah,
sifat yang tidak mugkin ada pada Tuhan dan wajib diingkari.
Ø Al-‘Adl
Kaum Syi’ah
mempunyai kkeyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan
dzalim dan perbuatan buruk seperti berdusta dan memberikan beban yang tak dapat
dipikul manusia. Menurut kaum Syi’ah, semua perbuatan yang dikerjakan Tuhan ada
maksud dan tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Ø Al-Nubuwwah
Kepercayaan
Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda dengan kaum muslimin yang
lain. Menurut mereka Allah mengutus sejumlah Nabi dan Rasul ke muka bumi untuk
membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan kabar gembira
(Mubasysyirin) bagi orang yang mentauhidkan Allah dan melakukan amal shaleh dan
kabar siksa/ancaman (Mundzirin) bagi orang yang mengingkari Allah dan durhaka.
Ø Al-Imamah
Imamah
merupakan masalah penting bagi kaum Syi’ah. Bagi mereka, Imamah berarti
kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus. Ia pengganti Rasul dalam
memelihara syariat, melaksanakan Hudud (had/hukuman terhadap pelanggar hukum
Allah), dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah, yang
berhak menjadi pemimpin umat adalah Imam.
Ø Al-Ma’ad
Secara harfiah
al-ma’ad berarti tempat kembali. Yang dimaksud disini ialah hari kiamat. Kaum
Syi’ah percaya sepenuhnya akan adanya hari akhir, bahwa hari akhir itu pasti
terjadi. Pada hari kiamat nanti, mausia itu akan menghadap Allah, untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan di dunia. Semua
perbuatannya akan diperhitungkan, besar, kecil, nampak, maupun tersembunyi.
Pada hari akhir itu pula, Tuhan akan memberikan pahala kepada orang yang
berbuat baik dan taat kepada-Nya karena ketaatannya itu, dan menyiksa orang
yang maksiat karena kemaksiatannya.
(Asmuni, 1993:131-135)
MURJIAH
a.
Sejarah Timbulnya
Menurut al-Syahrastani, Husain bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang menyebut irja’. Akan tetapi hal ini belum
menunjukkan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah. Term Murji’ah memberikan
pengertian “menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai di hadapan Allah
SWT”. Golongan ini memang berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar
tidak dihukumkan kafir, tetapi tetap mukmin. Mengenai dosa besar yang
dilakukannya, diserahkan kepada keputusan Allah nanti.
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran
Murji’ah antara lain :
1. Adanya perbedaan pendapat antara
orang-orang Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan
Ali dan mengkafirkan orang yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang
Shiffin.
2. Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah
dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang Jamal.
3. Adanya pendapat yang menyalahkan orang
yang ingin merebut keuasaan Usman bin Affan. (Asmuni, 1993 : 105-106)
b.
Ajaran-ajaran Murji’ah
Ajaran-ajaran
pokok Murji’ah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Iman hanya membenarkan (pengakuan) di
dalam hati.
2. Orang Islam yang melakukan dosa besar
tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua
kalimat syahadat.
3. Hukum terhadap perbuatan manusia
ditangguhkan hingga hari kiamat.
Sebagai konsekuensi dari ajaran ini,
lahir beberapa pendapat, antara lain :
1. Keimanan merupakan pokok ajaran,
sedangkan amal adalah hal yang nomor dua. Amal tidak berpengaruh kepada iman.
Ajaran
ini di kemudian hari menimbulkan kesan yang tidak baik di kalangan Murji’ah
sendiri. Ajaran ini memberi ruang lingkup gerak yang lebih luas bagi umat
Islam. Mereka tidak perlu khawatir dicap kafir. Tetapi, ajaran ini mengaburkan
identitas keimanan seseorang karena iman itu tidak tercermin dalam sikap dan
perbuatan. Padahal, iman dan amal merupakan dua komponen ajaran Islam yang tak
terpisahkan, dan agama merupakan misi untuk membina kepribadian seseorang.
2. Orang yang berbuat dosa besar masih
mempunyai harapan memperoleh rahmat dan ampunan. Ia masih mukmin, tidak kafir.
Ini
merupakan suatu sikap yang lunak terhadap orang yang melakukan perbuatan
maksiat dan bisa berakibat fatal, yaitu berkembangnya suatu kehidupan
masyarakat yang serba bebas, terlepas dari nilai dan norma-norma. (Asmuni, 1993
: 106-107)
c.
Tokoh dan Sekte dalam Murji’ah
Pemimpin utama mazhab Murji’ah ialah
Hasan bin Bilal al-Muzni, Abu Sallat al-Samman, dan Dirar bin Umar. Dalam perkembangan
selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan pengikut Murji’ah, sehingga
aliran ini pecah menjadi beberapa sekte, ada yang moderat, ada pula yang
ekstrem. Sebenarnya, dalam Murji’ah tidak ada sekte dalam arti yang sebenarnya.
Yang ada hanya pendapat pribadi yang didukung oleh yang lain.
Tokoh Murji’ah yang moderat antara lain
adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Ia bependapat, bagaimanapun
besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari Tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain
ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan. Kelompok ini berpendapat,
sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukumkan
kafir.
Al-Syahrastani membagi kelompok-kelompok
Murji’ah ini menjadi empat, yaitu :
1. Murji’ah Khawarij
2. Murji’ah Qadariah
3. Murji’ah Jabariah
4. Murji’ah Asli
Sebagai sebuah aliran dalam teologi
Islam, Murji’ah, baik yang moderat maupun yang ekstrem sudah tidak ada lagi.
Aliran ini lenyap bersama dengan tumbangnya dinasti Bani Umayyah (750 M).
Meskipun demikian, beberapa ajaran dan pendapatnya masih ada dianut oleh kaum
muslimin dewasa ini, seperti ajaran tentang iman, kufur, dan dosa besar.
Ajaran-ajaran mereka tersebut terserap dalam ajaran Ahlussunnah Waljamaah.
(Asmuni, 1993 : 107-108)
KESIMPULAN
Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan
tentang wujud Tuhan (Allah ), sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat
yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat mungkin ada pada-Nya dan membicarakan
tentang Rasul-rasul Tuhan, untuk menetapakan kerasulannnya dan mengetahui
sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin padanya dan
sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
Dalam ilmu kalam terdapat beberapa aliran, yaitu aliran khawarij, syi’ah,
murji’ah, dan lain-lain. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya aliran
ilmu kalam yaitu faktor dari dalam ( dari dalam islam dan kaum muslimin ) dan
faktor dari luar.
0 komentar:
Posting Komentar