KEPEMIMPINAN
DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN
Makalah
Ini dibuat guna Memenuhi Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Dosen
Pengampu : Shidiq Premono, M.Pd
Oleh
:
Kelompok
7
1. Woro
Sri Erdini (11670020)
2. Herfira
Nur Utami (11670039)
3. Ahmad
Nurkholis Majid (11670043)
4. Siti
Heri Tusyanti (11670044)
5. Muhammad
Alvian Madnur (11670049)
PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVESITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap kegiatan manusia
yang dilakukan secara bersama-sama, sangat membutuhkan suatu kepemimpinan.
Tidak mungkin suatu organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan
fungsinya tanpa ada sosok pemimpin di dalamnya. Kepemimpinan sebagai salah satu
fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena peranan sentral kepemimpinan dalam organisasi tersebut,
dimensi-dimensi kepemimpinan yang bersifat kompleks perlu dipahmi dan dikaji
secara terkoordinasi, sehingga peranan kepemimpinan dapat dilaksanakan secara
efektif (Wahjosumidjo, 2005). Lebih khususnya lagi yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah kepemimpinan dalam profesi pendidikan, hal-hal yang akan
dibahas dalam makalah ini antara lain yaitu menjelaskan konsep dasar
kepemimpinan, menjelaskan macam-macam gaya
kepemimpinan, menjelaskan peran dan sifat-sifat
seorang pemimpin, dan menjelaskan kepemimpinan dalam pendidikan (pengawas,
kepala sekolah, guru).
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
konsep dasar tentang kepemimpinan?
2. apa
sajakah macam-macam gaya kepemimpinan?
3. bagaimana
peran dan sifat-sifat seorang pemimpin?
4.
bagaimana kepemimpinan
dalam pendidikan (pengawas, kepala sekolah, guru)?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan
konsep dasar kepemimpinan,
2. menjelaskan
macam-macam gaya kepemimpinan,
3. menjelaskan
peran dan sifat-sifat seorang pemimpin,
4.
menjelaskan
kepemimpinan dalam pendidikan (pengawas, kepala sekolah, guru).
BAB II
ISI
A. Konsep
Dasar Kepemimpinan
Dalam seluruh aspek kegiatan yang
dilakukan manusia secara bersama-sama membutuhkan kepemimpinan. kepemimpinan
diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap
orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dan
satu jabatan administrative, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi
pengaruh (Wahjosumidjo, 2005 : 16). Banyaknya
konsep definisi kepemimpinan yang berbeda,
hamper menurut Joseph C. Rost (1993) dalam Wahjosumidjo, (2005 : 18) sebanyak jumlah orang yang telah berusaha
untuk mendefinisikannya. Untuk lebih mempermudah pemahaman kita, maka akan
diacu satu definisi yang kiranya mampu menjadi landasan untuk membahas konsep
kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.
Banyak
definisi-definisi yang muncul tentang kepemimpinan dari para ahli tersebut,
sehingga dari definisi-definis tersebut mengandung kesamaan asmusi yang
bersifat umum, seperti:
a. Di
dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih
b. Di
dalam melibatkan proses mempengaruhi, di mana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh
pemimpin terhadap bawahan.
Syarat-syarat kepemimpinan :
Konsepsi mengenai persyaratan
kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu :
a. Kekuasaan
ialah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada
pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan
ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu “mbawani”atau mengatur orang lain,
sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu.
c. Kemampuan
ialah segala daya, kesanggupan kekuatan, dan kecakapan/ketrampilan teknis
maupun social, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
B. Macam-Macam
Gaya Kepemimpinan
1. Tipe
otoriter
Menurut Lamberi dan Indrafachrudi (1983:49),
pada tipe kepemimpinan otoriter, semua kebijaksanaan ditetapkan oleh pemimpin
sendiri dan pelaksanaan dilakukan oleh bawahannya. Semua perintah, pemberian
dan pembagian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan
bawahannya. Anggota-anggota staf harus menerima tugas-tugas tersebut tanpa ada
kebebasan untuk menimbang buruk baiknya akibat positif-negatif yang timbul.
Mereka harus patuh dan setia pada pemimpin secara mutlak. Kehendak dan perintah
pemimpin adalah kehendak dari organisasi (lembaga) kerja itu.
Dampak negatif dari gaya kepemimpinan
otoriter adalah potensi-potensi yang sebenarnya ada dan dimilki oleh
masing-masing anggota staf kerja tidak bangkit, tidak tergugah dan tidak
tersalur secara kreatif. Suasana kerjasama yang dinamis dan kreatif dikalangan
anggota-anggota staf akan memudahkan pemecahan setiap problema yang dihadapi
akan hilang karena situasi kepemimpinan.
2. Tipe
Laissez Faire
Lebih lanjut Lamberi dan Indrafachrudi
(1983:53) menyatakan pada tipe kepemimpinan Laissez Faire, pemimpin memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masing-masing anggota staf untuk apa saja
yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka
mengambil keputusan-keputusan, penetapan prosedur kerja, penetapan dengan siapa
dia hendak bekerjasama. Pemimpin tipe seperti ini akan menyerahkan sepenuhnya
pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya, setelah menerangkan tujuan. Ia hanya akan menerima
laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlalu jauh ikut campur atau mengambil
inisiatif. Semua pekerjaan tergantung inisiatif dan prakarsa dari bawahannya.
Dengan demikian, pemimpin dianggap cukup memberikan kesempatan pada para
bawahannya untuk bekerja bebas tanpa kekangan.
Suasana
kerja yang demikian akan menimbulkan dampak negatif diantaranya adalah timbul
kekacauan-kekacauan, tabrakan, konflik, dan kesimpang-siuran kerja dan wewenang
karena pemimpin sama sekali tidak berperan menyatukan, mengarahkan,
mengkoordinasi, dan menggerakkan agar setiap anggota kelompok yang memiliki cita-sita, sifat dan
karakteristik yang berbeda dapat bekerjasama dengan baik.
3. Tipe
demokratis
Asmani
(2009:102) menyatakan bahwa pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai
bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha
bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Setiap anggota dianggap
sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
Menurut Kartono (2010 : 86), kekuatan kepemimpinan demokratis bukan terletak
pada sosok individu pemimpin itu sendiri, tetapi terletak pada partisipasi
aktif anggota staf. Kepemimpinan demokratis adalah pemimpin yang menghargai
potensi setiap individu, tidak segan mendengarkan masukan dari bawahan,
bersedia mengakui keahlian anggotanya dalam bidangnya masing-masing dan mampu
memanfaatkan kapasitas anggotanya seefektif mungkin. Dengan demikian, pemimpin
demokratis berfungsi sebagai katalisator yang berfungsi untuk mempercepat
dinamisme dan kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang
paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya.
4. Tipe
Karismatis
Tipe karismatis menurut Kartono (2010 :
81), merupakan pemimpin yang memiliki energi dan pembawaan yang mampu
mempengaruhi orang lain sehingga mempunyai pengikut yang banyak jumlahnya.
Pemimpin tipe karismatis memiliki inspirasi, keberanian, dan memiliki keyakinan
teguh terhadap pendiriannya sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin inilah yang
memancarkan pengaruh daya tarik yang kuat. Contoh tokoh besar yang memiliki
tipe karismatis adalah Adolf Hitler, Mahatma Gandhi, John F. Kennedy, Bung
Karno dan lain-lain.
5. Tipe
Paternalis
Tipe paternalis menurut Kartono (2010 :
82), merupakan tipe kepemimpinan kebapakan. Pemimpin tipe ini menganggap
bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa, bersikap terlalu melindungi (over protective), jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri, selain itu
pemimpin tipe paternalis hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk berinisiatif dan menganggap dirinya maha tahu dan maha benar.
6. Tipe
Militernis
Lamberi
dan Indrafachrudi (1983:62) menyatakan bahwa pemimpin tipe militernis memiliki
sifat menggerakkan bawahannya dengan memerintah, jabatan dan pangkat memegang
peranan, formalitas yang berlebihan, tidak mau dikritik serta menerapkan
disiplin yang sangat tinggi dan kaku. Pemimpin tipe militernis juga senang
mengadakan upacara-upacara, ritual, dan tanda kebesaran yang berlebihan.
Komunikasi antara atasan dan bawahan hanya berlangsung searah saja.
7. Tipe
Populistis
Kepemimpinan
populistis menurut Profesor Peter Worsley dalam Kartono (2010 : 85), merupakan
kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas rakyat, misalnya Soekarno dengan
ideologi marhaenisme-nya yang
menekankan pada masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap yang
berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan-penghisapan serta penguasaan
oleh kekuatan asing.
Kepemimpinan
populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal,
kurang mempercayai dukungan serta bantuan hutang-hutang luar negeri.
Kepemimpinan ini mengutamakan penghidupan kembali nasionalisme.
8. Tipe
Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan
tipe administratif adalah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas
administrasi secara efektif. Para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan
administratur yang mampu menggerakkan modernisasi dan pembangunan sehingga
dapat membangun administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memantapkan
integritas bangsa pada khususnya dan usaha pembangunan pada umumnya (Kartono,
2010 :85).
C. Peran
Dan Sifat-Sifat Seorang Pemimpin
Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya:” Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. 33:21)
Dalam
dakwatuna.com, sebagai bagian dari umat Rasulullah, maka sudah sepatutnya
pemimpin memiliki sebuah Visi Kelangitan. Sebuah visi yang mengikat kesehatan
spiritual jiwa sehingga mampu untuk terus mendekatkan dirinya pada Allah SWT.
Bersumber dari Visi Kelangitan inilah yang nantinya dapat membawa seorang
pemimpin mampu mengatasi setiap permasalahan yang sedang dihadapinya dengan
adanya ketenangan, kesabaran, serta kemantapan hati yang datangnya dari Allah
SWT sebagai sebuah bentuk pertolongan yang Allah berikan. Selain itu, adanya
Visi Kelangitan yang ditanam di dalam dirinya, mampu menjadikan seorang
pemimpin membawa momentum perubahan bagi dirinya dan bagi lingkungannya. Inilah
sosok pemimpin yang menjadi ideal bagi masa kini, pemimpin yang mampu membawa
pada perubahan kebaikan bagi dirinya, orang lain, bahkan bagi lingkungannya.
Semoga selalu dapat kita ingat, sebuah Visi Kelangitan yang pernah Rasulullah
sampaikan pada pamannya, ketika Beliau diminta untuk menghentikan dakwah
Islamnya, Rasulullah menjawab
“Paman, demi
Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan
bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini,
sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang membuktikan kemenangan
itu di tanganku atau aku binasa karenanya.”
Inilah visi Rasulullah
yang membawa beliau dan umat Islam di kala itu terus maju membawa Islam hingga
pada akhirnya Islam mampu berkembang sampai saat ini. Maka oleh sebab itulah,
marilah kita terus berbenah karena sebenarnya kita adalah pemimpin-pemimpin
bagi diri kita sendiri, berbenah menuju pada arah kebaikan, dan berbenah dengan
menjadikan Islam sebagai manhaj kehidupan yang bersumber pada Al Quran dan As
Sunnah, hingga pada akhirnya kita pun dapat menjadi pemimpin ideal di masa
mendatang, yang tidak hanya membawa rahmat bagi diri kita sendiri melainkan
bagi seluruh alam semesta, dan tentunya dengan mengharapkan Surga Allah kelak,
ketika pertanggungjawaban amanah sebagai pemimpin itu, Allah tanyakan di Yaumul
Akhir (dakwatuna.com).
Sebagai seseorang pemimpin tentunya harus
memiliki sifat-sifat tertentu, karena untuk menilai gagalnya pemimpin bisa
melalui upaya mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu
perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinanya. Pada
perkembanganya munculah sebuah teori-teori oleh para ahli, yang disebut sebagai
the traitist theory of leadership (teori
sifat atau kesifatan dari kepemimpinan) diantara para penganut teori ini adalah
Ordway Tead dan George R Terry (Kartono, 2010:44-47).
Ordway
Tead dalam Kartono, (2010:44-47) mengemukakan 10 sifat, yaitu sebagai berikut:
1. Energi Jasmaniah dan Mental (Physical And Nervous Energy)
Hampir setiap pribadi pemimpin memiliki tenaga
jasmani dan rohani yang luar biasa, mereka memiliki daya tahan, keuletan, dan
tenaga yang istimewa yang sepertinya tidak pernah habis. Hal ini ditambah lagi
dengan kekuatan-kekuatan mental berupa semangat juang, motivasi kerja,
disiplin, kesabaran, keinginan, ketahanan batin dan kemauan yang luar biasa
dalam mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.
2. Kesadaran Akan Arah Dan Tujuan (a sense of purpose and direction)
Seorang pemimpin mempunyai
keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari segala perilaku yang
dikerjakan, dia tahu persis kemana arah yang akan ditujunya, serta pasti member
kemanfaatan bagi diri sendiri maupun kelompoknya. Tujuan tersebut haruslah
benar dan berguna bagi kebutuhan maupun berjalanya organisasi atau kelompok
yang dipimpinya.
3. Antusiasme
Sebagai seorang pemimpin harus
berantusias dalam menjalankan kepemimpinya, karena pekerjaaan yang dilakukan
bersama organisasi yang dibawahinya merupakan pekerjaan yang memberikan nilai
dan harapan-harapan yang menyenangkan serta berharap apa yang dikerjakanya
menuai kesuksesan, hal itu akan dapat membangkitkan semangat besar pada diri
pribadi pemimpin maupun para anggota kelompok.
4. Keramahan dan Kecintaan (Friendliness
And Affection)
Affection itu berarti kesayangan,
kasih sayang, cinta, simpati yang tulus, disertai kesediaan berkorban bagi
pribadi-pribadi yang disayangi. Sebab pemimpin ingin membuat mereka senang,
bahagia dan sejahtera. Maka kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa menjadi
tenaga penggerak yang positif untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi
semua pihak.
Sedang keramah-tamahan akan
membuat kenyamanan dihati orang lain, dengan memberikan kenyamanan pada
bawahan, maka hati yang tadinya tertutup akan tergerak dan terpengaruh untuk
menjalankan roda organisasi
5. Integritas
Pemimpin itu harus bersifat
terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buahnya bahkan
merasa senasib dan seperjuangan, karena itu pemipin akan memberikan pelayanan
dan pengorbanan kepada para pengikutnya. Sedang kelompok yang dituntun menjadi
semakin percaya dan semakin menghormati pemimpinya. Dengan segala ketulusan hati
dan kejujuran, pemimpin memberikan ketauladanan, agar dia dipatuhi dan diikuti
oleh anggota kelompoknya.
6. Penguasaan Teknis
Setiap pemimpin harus memiliki
satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu, agar ia mempunyai kewibawaan dan
kekuasaan untuk memimpin kelompoknya,
selain kemahiran teknis seorang pemipin juga harus memiliki kemahiran
sosial untuk memimpin serta memberikan tuntunan yang tepat dan bijaksana, agar
setiap anggota yang dipimpinnya dapat memberikan sumbangsi serta produktivitas
dan efektivitas kerjanya.
7. Ketegasan dalam mengambil
keputusan
Pemimpin yang berhasil itu pasti
dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas dan cepat sebagai hasil dari
kearifan sebagai hasil dari kearifan dan pengalamanya. Selanjutnya dia mampu
meyainkan para anggotanya akan kebenaran keputusanya, sehingga para anggotanya
akan mendukung kebijakan yang ia putuskan. Seorang pemimpin juga harus
menampilkan ketetapan hati dan tanggung jawab, agar ia selalu dipatuhi oleh
bawahanya.
8. Kecerdasan
Kecerdasan yang perlu dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah keampuan dalam memahami dan memahami dengan baik,
mengerti sebab dan akibat dinamika organisasi, menemukan permasalahan serta
solusi dengan cepat. Karena itu dengan kecerdasan yang dipunyai oleh seorang
pemimpin akan membuat permasalahan terselesaikan dengan cepat serta efektif.
9. Keterampilan mengajar (teaching skill)
Pemimpin yang baik itu adalah
seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong dan
menggerakan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. Disamping mendidik dan
mengarahkan “muridnya”, seorang pemipin juga bertugas untuk mengawasinya, agar
tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.
10. Kepercayaan
Keberhasilan seorang pemimpin itu
umumnya selalu didukung oleh epercayaan dari para anggotanya, kepercayaan akan
integritas, kepercayaan akan diarahkan dengan baik dan sebagainya. Kepecayaan
ini akan dapat memadukan antara pemimpin dan anggota kelompoknya untuk mengarah
pada tujuan yang sudah dicanangkan bersama.
D. Kepemimpinan
dalam Pendidikan (Kepala Sekolah, Guru, Pengawas)
1.
Kepemimpinan
Pengawas
Pengawas sekolah menurut
Sagala (2012:138) merupakan tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas,
tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan pembinaan, pengawasan, dalam bidang akademik (teknis pendidikan) dan
bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Pengawas sekolah salah satu jabatan
resmi bidang pendidikan yang ada di Indonesia, untuk melakukan pemantauan
pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan belajar mengajar dikelas. Jabatan
pengawas sekolah adalah jabatan fungsional dari Dinas Pendidikan kabupaten atau
kota. Jabatan pengawas memiliki tugas untuk melakukan inspeksi dan supervise
pada lembaga satuan pendidikan mengenai manajemen sekolah dan akademik.
Keterampilan yang dimiliki pengawas sekolah adalah
a.
Keterampilan
manajerial, karena dalam keterampilan manajerial fungsi pengawasan adalah
bagian dari fungsi manajemen,
b.
Keterampilan
akademik, dalam penerapan keterampilan akademik pengawas sekolah melakukan
pengawasan dan pembinaan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Lebih lanjut menurut Sagala (2012:154), pengawasan manajerial yang
dilakukan pengawas sekolah adalah memberikan pembinaan, penilaian, dan bantuan
atau bimbingan mulai dari penyusunan rencana program sekolah berbasis data
sekolah, proses pelaksanaan program berdasarkan sasaran, sampai dengan
penilaiaan program yang ditargetkan. Bantuan ini dilakukan pengawas sekolah
kepada kepala sekolah dan seluruh staf sekolah. Maka atas dasar kegiatan ini,
maka kegiatan pengawas sekolah adalah melakukan pembinaan manajerial dalam hal
pengembangan kualitas sekolah sesuai dengan otonomi dan penerapan manajemen
berbasi sekolah.
Pengawasan akademik pengawas sekolah merupakan upaya untuk
menungkatkan prestasi belajar dan mutu sekolah. Pengawasan akademik sering
disebut pula Instructional Supervision atau
Instructional Leadership, yang
mengkaji, menilai dan memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan mutu
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru melalui pendekatan bimbingan dan
konsultasi dalam nuansa dialog professional. Fokus pengawasan akademik menurut Ofsted
(2005) dalam Sagala (2012:154) adalah standard prestasi yang diraih siswa,
kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas
program kegiatan sekolah, kualitas bimbingan siswa) dan kepemimpinan dan
manajemen sekolah yang efektif mengenai pembelajaran.
2.
Kepala
Sekolah Sebagai Pemimpin
Kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat penting dalam mendorong
tugas guru untuk melakukan tugas pembelajaran guna menumbuhkan kemampuan
kreatifitas, daya inovatif, kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis dan
memiliki naluri jiwa kewirausahaan bagi siswa sebagai produk suatu sistem
pendidikan, sehingga diharapkan dapat menjadi acuan peningkatan kompetensi
kepala sekolah sesuai yang diamanahkan dalam Permendiknas No 13 Tahun 2007
(Daryanto, 2011: 66).
Menurut Daryanto (2011:66), kepemimpinan merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Banyak model
kepemimpinan yang dapat dianut dan diterapkan dalam berbagai organisasi ataun institusi,
baik profit maupun non profit, namun model kepemimpinan yang paling cocok untuk
diterapkan di sekolah adalah kepemimpinan.
Menurut Stronge (1998) dalam Daryanto (2011:66 – 67), menunjukkan
bahwa dari seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, hanya
10% yang dialokasikan untuk kepemimpinan pembelajaran. Sampai sekarang pun
banyak kepala sekolah yang masih menyeimbangkan perannya sebagai manager,
administrator, supervisor, dan instructional leader (kepemimpinan
pembelajaran).
Kepemimpinan pembelajaran yang efektif menurut Petterson (1993)
dalam Daryanto (2011:68) yaitu :
a.
Kepala
sekolah mensosialisasikan dan menanamkan isi dan makna visi sekolahnya dengan
baik.
b.
Kepala
sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah
(manajemen partisipatif).
c.
Kepala
sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran, memfokuskan kepentingan
belajar siswa menjadi prioritas.
d.
Kepala
sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar sehingga memahami
lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam sekolah.
e.
Kepala
sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dapat
mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi
kesulitan belajar tersebut.
Sehingga kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang
memfokuskan atau menekankan pada pembelajaran yang komponen-komponennya
meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen (penilaian hasil belajar),
penilaian serta pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan
pembangunan komunitas belajar di sekolah. Tujuan utama kepemimpinan
pembelajaran adalah memberikan layanan prima kepada semua siswa agar mereka
mampu mengembangkan potensi kualitas dasar dan kualitas instrumentalnya untuk
menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat dengan tantangan -
tantangan yang sangat turbulen (Daryanto, 2011 : 69 – 70).
Pada sekolah - sekolah yang mempunyai kemandirian dan otonomi
tinggi, maka ciri – ciri kepemimpinan kepala sekolahnya adalah memiliki moral
kerja yang tinggi dan visioner ditandai dengan (1) memahami secara tepat
berbagai segi kegiatan sekolah dengan menggunakan daya kognitif dan daya nalar
secara teratur dan intensif, (2) responsif terhadap berbagai perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), (3) keterampilan berkomunikasi secara
efektif, (4) melihat kepentingan sekolah sebagai keseluruhan, (5) berpikir dan
bertindak rasional serta objektif, dan (6) mampu menentukan prioritas secara
tajam (Sagala, 2010 : 127).
3.
Kepemimpinan
Guru
Kepala sekolah sebagai
pemimpin adalah metafora yang diterima umum, dengan guru sebagai pengikut atau
guru sebagai pekerja. Belakangan ini makin banyak literatur reformasi
pendidikan yang secara konsisten menekankan bahwa pemimpin yang efektif tidak
menerapkan secara langsung, tetapi sangat berpengaruh pada kemampuan sekolah
untuk meningkatkan mutu implementasi program – program dan keberhasilan
akademik siswa. Namun, dalam upaya menyesuaikan diri di sekolah, perbaikan dan
akuntabilitas, guru di semua tingkatan mengasumsikan kecenderungan peran lebih
besar pada tanggung jawab dan kepemimpinan dalam proses perubahan (Danim, 2010
: 176).
Di Amerika Serikat, kepemimpinan guru (teacher leadership)
dengan cepat diakui secara luas sebagai faktor penting dalam pertemuan baru –
baru ini sesuai dengan mandat pendidikan federal dan negara bagian, seperti No
Child Left Behind. Menurut Roland Barth (2001) dalam Danim (2010 : 176),
pendukung kuat kepemimpinan guru di sekolah – sekolah, mencatat bahwa
setidaknya ada sepuluh area, dimana semua mempunyai dampak pada hubungan guru –
murid dan sangat penting untuk kesehatan sekolah yaitu memilih buku pelajaran
dan bahan pengajaran, membentuk kurikulum, menetapkan standar untuk perilaku
siswa, memutuskan apakah siswa diacak dalam kelas khusus, merancang
pengembangan staf dan program – program dalam jabatan, pengaturan promosi dan
kebijakan retensi, menentukan anggaran sekolah, mengevaluasi kinerja guru,
memilih guru baru, dan memilih pengurus baru (Danim, 2010 : 176 - 177).
Menurut Wasley (1991) mendefinisikan kepemimpinan guru sebagai
kemampuan mendorong rekan – rekan untuk mengubah dan melakukan hal – hal dimana
mereka biasanya tidak mempertimbangkannya tanpa pengaruh pemimpin. Katzenmeyer
dan Moller (2001) mendefinisikan guru sebagai pemimpin bahwa: “Guru adalah
pemimpin di dalam dan di luar kelas, dengan mengidentifikasi dan memberikan
konstribusi kepada komunitas pembelajar guru dan pemimpin, dan mempengaruhi
orang lain bagi peningkatan mutu praktik pendidikan”. Liebermen (1992)
menyatakan bahwa “Peran kepemimpinan guru yang berkembang biak pada berbagai
sekolah lebih besar daripada sebatas yang dipikirkan”. Guru dapat berperan
dalam kepemimpinan informal atau formal dan sangat beragam di sekolah yang
berbeda konteks. Peran kepemimpinan guru juga bervariasi sesuai dengan
pengalaman pengembangan profesional mereka (Danim, 2010 : 177).
Pada sisi lain, dalam PP 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebagai
turunan dari UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dalam Danim (2010 : 178)
diamanatkan tentang beberapa hal yaitu:
a.
Guru
yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada
jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturab perundang – undangan.
b.
Penempatan
pada jabatan struktural dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan bertugas
sebagai guru paling singkat selama 8 (delapan) tahun.
c.
Guru
yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan.
d.
Guru
yang ditempatkan pada jabatan struktural dapat ditugaskan kembali sebagai guru
dan mendapatkan hak – hak guru sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
e.
Hak
– hak guru yang berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan
sebesar tunjangan profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan
sebelum guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural.
f.
Ketentuan
operasional mengenai penempatan guru pada jabatan struktural dan
pengembaliannya pada jabatan guru diatur dengan peraturan menteri. Hal ini
mengisyaratkan bahwa konsepsi kepemimpinan guru harus dielaborasi menjadi
realitas karena guru bukan hanya melaksanakan kegiatan pembelajaran, melainkan
juga merupakan calon pemimpin masa depan.
Menurut Katzenmeyer dan Moller (2001) dalam Danim (2010, 179)
menjelaskan bahwa pemimpin guru dapat melayani dalam tiga cara, yaitu :
a.
melalui
kepemimpinan siswa atau guru – guru lain sebagai fasilitator, pelatih, mentor,
spesialis kurikulum, atau memimpin kelompok belajar
b.
melalui
kepemimpinan atas tugas – tugas operasional agar sekolah tetap terorganisasi
baik dan bergerak menuju tujuannya dengan andil dalam aktivitas komite sekolah
dan melakukan penelitian tindakan
c.
melalui
pembuatan keputusan untuk melayani perbaikan tim sekolah, menciptakan kemitraan
bisnis, serta keterlibatan guru dalam asosiasio guru dan orang tua siswa atau
komite sekolah.
Terdapat empat dimensi berbeda dari peran kepemimpinan guru menurut
Harris (2002) dalam Danim (2010 : 180) yaitu brokering, kepemimpinan
partisipatif, mediasi dan penempaan hubungan. Melalui broker, guru mampu
menerjemahkan ajaran perbaikan sekolah dalam praktik. Ketika beroperasi dalam
peran kepemimpinan partisipatif, guru merasa menjadi bagian dari perubahan atau
pengembangan dan perbaikan sekolah, serta bersama – sama membantu rekan – rekan
guru dengan mengambil peran mencapai tujuan kolektif. Pemimpin guru adalah
sumber penting informasi dan keahlian, serta dapat dimanfaatkan sebagai sumber
daya melalui bertindak sebagai mediator. Sehingga akhirnya dengan membangun hubungan
dengan sesama mereka, dapat dikembangkan sebagai model dari teknik – teknik
kepemimpinan guru.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari hasil pemaparan mengenai kepemimpinan dalam kependidikan,
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Kepemimpinan adalah
sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.
2.
Macam-macam gaya
kepemimpinan adalah tipe otokratis, tipe laissez faire, tipe demokratis, tipe
paternalis, tipe militernis, tipe karismatis, tipe populistis dan tipe
administratif atau eksekutif.
3.
Peran dan sifat-sifat
pemimpin yang ideal menurut Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 adalah kepemimpinan
Rasulullah SAW.
4.
Pengawas sebagai
pemimpin mempunyai tugas pengawasan manajerial dan pengawasan akademik, kepala
sekolah sebagai pemimpin memiliki tugas sebagai manager, administrator, supervisor, dan instructional
leader (kepemimpinan pembelajaran), sedangkan guru sebagai pemimpin
memiliki tugas memimpin siswa di kelas maupun di luar kelas dengan brokering,
kepemimpinan partisipatif, mediasi dan penempaan hubungan.
Daftar
Pustaka
Asmani, Jamal
Ma’mur. 2009. Manajemen Pengelolaan Dan
Kepemimpinan Pendidikan
Professional.
Yogyakarta : Diva Press.
Danim,
Sudarman. 2010. Kepemimpinan Pendidikan, Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ),
Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung : Alfabeta.
Daryanto. 2011.
Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media.
Kartono, Kartini. 2010. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Lamberi, Busro dan Sukarto Indrafachrudi. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan.
Surabaya : Usaha Nasional.
Sagala,
Syaiful. 2012. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung
: Alfabeta.
Wahyosumidjo.
2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Tinjauan Teortik dan Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Yoeandha. 2013. Tiga Kekuatan untuk Menjadi Pemimpin. Diakses dari
http://www.dakwatuna.com/2013/10/11/40386/tiga-kekuatan-untuk-menjadi pemimpin/#axzz2tSmWR85W pada 16 Februari 2014.
0 komentar:
Posting Komentar