Rabu, 08 April 2015

Merangkai Kenangan

            Johan berkali-kali membolak-balik buku-buku di rak buku milik mamanya, tetapi benda itu tidak ada. Johan sampai menghela napas pasrah karena tak menemukannya juga.
            “Ketemu, Re?” tanya Johan ketika Rere, adiknya masuk ke kamar mama.
            Rere menggeleng,”Aku bingung, mas. Mama nyimpen dimana sih buku diary-nya.”
            Johan hanya terdiam sambil sibuk memikirkan sesuatu. Kedua kakak-beradik itu sedang mencari diary milik mamanya yang ditulis sejak mama keduanya kecil. Diary tersebut sangat dibutuhkan saat ini. Mama mereka saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit karena menderita penyakit jantung. Lalu untuk apa buku diary itu? Kartika, mama mereka menderita penyakit Alzheimer sehingga memori dalam otaknya ada yang terlupakan. Kadang mama mereka salah memangil nama anaknya, yang paling membuat mereka miris adalah kenyataan bahwa mamanya melupakan kenangan tentang papa mereka yang telah meninggal lima tahun lalu. Penyakit Alzheimer yang diderita mamanya baru dua bulan ini memberikan dampak besar. Mereka pun berinisiatif meletakkan foto keluarga di ruang rawat mamanya.
            Johan sering sekali melihat mamanya menangis sambil memandang foto keluarga tersebut. Ia tahu mamanya sangat ingin mengingat kenangan tentang keluarganya terlebih kenangan akan sosok papa.
            “Mas, aku pergi ke rumah sakit dulu ya.” Ucap Rere.
            Sepeninggal Rere, rumah terasa sepi. Johan kembali mengingat percakapannya dengan mamanya beberapa tahun yang lalu. Dia yakin sekali mamanya memiliki buku harian. Mamanya bahkan pernah bilang dimana tempat favorit menaruh buku harian tersebut untuk menghindari papa membaca isinya karena isi buku harian tersebut semua tentang papa. Buku harian tersebut akan membantu mamanya mengenal papa walau kemungkinan untuk mengingatnya kecil.
            Ting tong
            Johan membukakan pintu rumahnya dan disambut oleh pak pos.
            “Ada paket untuk mas Johan,” ucap pak pos yang berumur 20 tahunan itu.
            Johan menerima paket itu tanpa banyak bicara. Dia berdiri sebentar di ambang pintu untuk melihat langit sore 8 April yang mendung.
            “8 april tahun lalu juga mendung seperti ini, yang berbeda adalah mama. Sungguh tahun 2015 yang berat.” Gumam Johan.
            Johan membuka isi Paket tersebut. Nama pengirimnya sama dengan mamanya, Kartika tetapi alamatnya berbeda. Johan seperti pernah mengetahuo alamat pengirim itu.
            “Sebuah vas?” tanya Johan bingung. Di dalam vas itu terdapat sebuah surat.
            “Kembalikan aku ke masa lalu,” ucap Johan membaca surat itu. Usai mengucapkannya, Johan merasakan pusing hebat dan pandangannya mulai kabur. Lima menit kemudian pandangannya kembali normal, tetapi yang di depan Johan sekarang bukanlah rumahnya melainkan sebuah sekolah.
            “Mas siapa?” tanya seorang siswa yang tiba-tiba berdiri di depan Johan.
            “Guru baru ya mas?” tanya siswa itu sekali lagi.
            “Mas, tidak sakit kan?” tanya siswa itu lagi.
            Johan memandang siswa itu dari atas ke bawah dan menyadari sesuatu, siswa itu mirip dengan seseorang.
            “Nama mas siapa? “ Tanya siswa itu tidak kekurangan akal.
            “Johan,” jawab Johan singkat.
            “Wah, nama kita sedikit mirip. Aku Joni.” Ucap siswa itu sampil memperlihatkan papan nama di dadanya. Johan membaca nama lengkap siswa itu.
            “Papa,” ucap Johan spontan. Nama siswa itu sama dengan nama papanya karena itulah Johan merasa mengenal wajah siswa itu.
            “Apa mas?” tanya siswa itu.
            “Aku pergi dulu ya mas,” ucap siswa bernama Joni itu ketika segerombolan temannya memanggil.
            Johan terdiam. Dia sekarang sudah berada di masa lalu, hanya itulah yang diketahuinya.
            “Johan, kamu udah di sini?” tanya seorang siswi cantik bernama Kartika, Johan sangat yakin orang itu adalah mamanya.
            “Bagaimana kamu tahu?”
            “Vas yang aku kirim,” Jawab Kartika dengan senyum mengembang.
            Kartika mengulurkan tangannya pada Johan,”Bantu aku merangkai kenangan.”
            Johan tak mengerti maksud Kartika, tetapi gadis ittu tiba-tiba mengeluarkan sebuah buku harian dan mengulurkannya pada Johan.
            “Ini buku harian yang aku cari,” ucap Johan setengah tak percaya karena mamanya pernah menunjukkan buku harian itu pada Johan.

            “Aku mohon, bantulah aku merangkai kenangan ini,” ucap Kartika dengan wajah memelas. 

0 komentar:

Posting Komentar