BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring dengan
perkembangan zaman, terutama di bidang ilmu dan teknologi yang sangat pesat,
membuat perubahan yang sangat signifikan terhadap pola hidup masyarakat di
dunia, khususnya di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Perubahan tersebut terlihat dari berbagai hal, seperti melakukan tindak pidana
korupsi, cara berpakaian yang sudah menyimpang dari ajaran agama, pergaulan
bebas dan rendahnya toleransi antar umat beragama. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai hadits-hadits tentang larangan korupsi,
toleransi beragama dan bermasyarakat, serta etika berpakaian dan pergaulan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Larangan
Korupsi
Korupsi
merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang baik secara agama ataupun
secara hukum, karena korupsi dapat merusak mental atau akhlak seseorang. Secara
hukum, korupsi merupakan tindakan pidana yang barang siapa melakukannya akan
dikenai sanksi/hukuman. Sedangkan menurut agama, tindakan korupsi merupakan
tindakan yang dilarang oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadits :
عن ابي هريرة قال : لعن رسول الله صلى الله عليه
وسلم الراشي والمرتشي في الحكم
Artinya: “Dari
Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap dalam hukum”. (HR. Turmuzi)[1]
Selain
hadits diatas, dalam hadits lain juga dijelaskan mengenai hal orang yang
menerima maupun memberi korupsi. Hadits tersebut yaitu:
لَعَنَ اللّٰهُ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي وَالرَّىِشَ
بَيْنَهُمَا
Artinya: “Allah melaknat penyuap, penerima suap
dan yang member peluang bagi mereka”. (HR. Ahmad)[2]
Menyuap adalah perbuatan yang sangat dilarang
di dalam Islam, dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram, karena
harta yang diperoleh dari hasil menyuap tergolong harta yang diperoleh melalui
jalan yang bathil, Allah SWT berfirman di dalam Alquran surah al-Baqarah ayat
188 menyangkut tentang bagaimana orang yang memakan harta yang diperoleh
melalui jalan yang bathil sebagai berikut:[3]
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ
بِالْاِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْن
Artinya: "Dan janganlah sebagian dari kamu
memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui." (Al-Baqarah;188)[4]
Berdasarkan hadits dan ayat al-qur’an diatas ,
dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah hal yang dilarang di dalam agama Islam,
dan menurut kesepakatan para ulama hukumnya adalah haram, karena harta yang
diperoleh dengan korupsi sama dengan memperoleh harta melalui jalan yang
bathil, dan hal tersebut juga dilarang oleh Allah sesuai dengan ayat yang
tercantum di dalam alqur’an.
2.
Toleransi Beragama
Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep
modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di
antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa,
budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung
dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama,
termasuk agama Islam.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama,
Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian
agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari
toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di
berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam.
Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam
bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri
yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya
tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama
dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan
dalam masyarakat Islam.[5] Di dalam salah
satu hadis Rasulullah Saw beliau bersabda :
أَحَبٌّ الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ
الحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany ketika menjelaskan hadis ini
beliau berkata: hadis ini di riwayatkan oleh Al-Bukhary pada kitab Iman Bab
Agama itu mudah didalam shahihnya secara Mu'allaq dengan tidak menyebutkan
sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syarat-syarat hadis shahih
menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap
dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat
Abdullah bin Abbas dengan sanad yang hasan.[7]
Sementara Syekh
Nashiruddin al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya
adalah hasan lighairih.[8]
Berdasarkan
hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam
berbagai aspek agama baik dari aspek Aqidah maupun Syariah, akan tetapi
toleransi dalam Islam lebih dititik beratkan pada wilayah muamalah dimana
Rasulullah Saw bersabda :
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا
اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
Artinya: "Allah
merahmati atau menyayangi seseorang yang toleran dalam menjual, membeli dan
memutuskan perkara.”[9]
Imam al-Bukhary
memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran) dalam hadis ini
dengan kata kemudahan, beliau berkata : Bab Kemudahan Dan Toleransi
Dalam Jual-Beli.[10] Berkata
Ibnu Hajar al-Asqalany ketia mengomentari hadis ini : "Hadis ini
menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam interaksi sosial dan menggunakan
akhlak mulia dan budi yang luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri
sendiri, selain itu juga menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam
mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka.[11]
3.
Etika Pergaulan dan Berpakaian
a.
Etika Pergaulan
Manusia hidup tak bisa lepas dari
interaksi dari lingkungan sosial sekitarnya. Ketergantungan antara satu dengan
yang lain tak bisa dihindari, bahkan merupakan suatu keharusan. Salah satu
prinsip tata pergaulan dan kehidupan yang dibangun dalam ajaran etika adalah
kasih saying (rahim), saling menghormati (tarahum), saling
menghargai, saling toleransi (tasamuh) satu sama lain dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa hadits tentang pergaulan diantaranya:
مَنْ بَدَا بِالكَلَامِ قَبْلَ السَّلَامِ فَلَاتُجِيْبُوهُ
Artinya: “Apabila
seorang datang langsung berbicara sebelum memberi salam maka janganlah
dijawab”. (HR. Addainuri dan Attirmidzi)[12]
Dalam hadits
lain juga disebutkan:
اِذَا
الْتَقَيْتُمْ فَتَلَا قَوْا باِلتَّسْلِيْمِ وَالتَّصَافِحُ، وَاِذَا تَفَرَقْتُمْ
فَتَفَرَّقُوْا باِلاِستِغْفَار
Artinya: “Apabila
kamu saling berjumpa maka saling mengucap salam dan bersalam-salaman, dan bila
terpisah maka berpisahlah dengan ucapan istighfar”. (HR.
Aththahawi)
Berdasarkan kedua hadits diatas, sebagai
seorang muslim kita dianjurkan untuk mengucap salam apabila bertemu atau
berjumpa dengan muslim lainnya dan kita diwajibkan untuk menjawab salam karena
pada hakekatnya ucapan salam adalah doa. Namun terdapat pengecualian dalam
menjawab salam, hal ini sesuai dengan hadits:
قَالَ
اَنَسٗ : اُمِرْنَا اَنْ لَانَزِيْدَ عَلَى : وَعَلَيْكُمْ
Artinya: “Sahabat
Anas Ra berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah Saw agar jawaban kami tidak lebih
daripada “wa’alaikum”.
Hadits diatas menjelaskan, apabila penganut
Yahudi atau Nasrani (ahlul kitab) memberi salam kepada orang muslim maka
jawabannya tidak boleh lebih dari: “wa’alaikum”, artinya: ‘Dan juga bagimu”.[13]
b.
Etika Berpakaian
Sesuai dengan ajaran agama, fungsi utama dari pakaian
adalah untuk menutup aurat. Namun demikian pakaian juga sebagai simbu suatu
kebudayaan di samping sebagai pengejawantahan dari tingkat penghayatan
keberagaman.
Pakaian akan mempresentasikan karakter dan
kepribadian pemakainya cara berpakaiannya yang sopan sesuai dengan norma-norma
agama dan norma sosial yang ada akan menggambarkan kondisi psikologis
pemakainya, dan demikian pula sebaiaknya cara berpakaian yang tidak teratur dan
tidak memenuhi kriteria kepantasan juga akan menumbuhkan bahwa seperti itulah
sebenarnya kondisi kejiwaan pemakainya, karena apa yang nampak secara lahiriah
itu sesungguhya menunjukkan apa yang tersimpan di dalam hatinya.[14]
·
Etika Mendahulukan Anggota Badan yang Kanan
Mendahulukan anggota badan yang kanan dalam
segala perbuatan hukumnya sunnah. Dalam etika berpakaian ketika kita mengenakan
pakaian hendaknya mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri dan bila
melepaskannya atau menanggalkannya hendaknya mendahulukan yang kiri. Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi :
عَنْ اَ بِىْ هُرَ يْرَ ةَ اَنَّ رَسُولَ اللهِ عَلَيْه
وَ سَلَّمَ قَالَ : اِذَاانْتَعَلَ اَ حَدُ كُمُ فَلْيَبْدَ أْ بِالْيَمِيْنِ وَاانْتَزَعَ
فَلْيَبْدَأْبِالشِّمَالِ,لِتَكُنِ الْيُمْنَى اَوَّلَهُمَاتُنْعَلُ وَاخِرُهُمَا تُنْزَ
عُ
Artinya:“ Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya
Rasullullah saw. Bersabda : kalau kamu memakai sandal pasang yang kanan
terlebih dahulu tetapi kalau membukanya yang kiri buka dahulu, jadi yang kanan
adalah yang pertama dipasang dan yang terakhir dibuka, “ (H. R
al-Bukhori )
Dari hadist tersebut dijelaskan bahwa
Rasulullah Saw menganjurkan kita untuk mendahulukan anggota badan yang kanan
terlebih dahulu seperti dalam mengenakan pakaian, sandal, atau sepatu.
Sedangkan untuk melepaskannya mendahulukan yang kiri.[15]
·
Etika Berpakaian Rasulullah Saw
Rasulullah Saw pernah menganjurkan umatnya
untuk menggunakan kain putih. Perintah itu tertuang dalam sabdanya :
وَعَنْ
سَمُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَاَ لَ: رَ سُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ: اَلْبَسُوْا ا لبَيَا
فَاءِ نَّهَا اَطْهَرُ وَ اَطْيَبُ , وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَا
كُمْ
Artinya : “Dari samurah ra, ia berkata
: Rasullullah saw. Bersabda : “ Pakailah pakaian berwarna putih, karena pakaian
putih adalah pakaian yang paling suci dan paling baik. Dan kafanilah orang yang
meninggal di antara kalian dengan kain putih!”
Hadits di atas
menjelaskan perintah Nabi untuk memakai pakaian berwarna putih merupakan suatu
himbauan dan bukan perintah untuk wajib dilakukan. Hal iu lebih disebabkan
karena warna putih menginspirasikan kebersihan dan kesucian, sehingga
pemakainnya pun akan lebih menjaganya dari kotoran, dan demikian pula terhadap
hati dan jiwanya, karena putih simbol kesucian maka dengan mengenakan pakaian
berwarna putih diharapkan pemakainnya dapat menjaga dirinya dari setiap yang
mengotori hati dan jiwanya.[16]
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi pernah
memakai baju hijau bahkan juga merah sebagaimana dikatakan Ramtsah :
وَ عَنْ عَبِي
رَمْسَةَ رِ فَا عَةَ التَّيْمِيِّ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ: رَ اَ يْتُ رَ
سُوْلَ الله ِصَلَّي الله ٌعَلَيْهِ وَ سَلَّمَ و َعَلَيْهِ ثَوَباَ نِ اَخْضَرَا
نِ(رواهابوداودالترمذى)
Artinya: “Dari Abu Ramtsah Rifaah
At-Taimiy ra, ia berkata : saya pernah melihat Rasullullah saw memakai dua baju
yang hijau” ( Abu Daud dan Tirmidzi )
Hadits lain
yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim mengatakan :
وَ عَنِ بَرَاءِ
بْنِ عَا زِ بٍ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ: كَا نَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ
علَيْه ِوَسَلَّمَ مَرْبُوْ عًا,وَلَقَدْرَاَيْتُهُ فِي حُلّةٍ
حَمْرَاءَ,مَارَاَيْتُ شَيْعًا قَطُّ اَحْسَنُ مِنْهُ(متفق عليه
Artinya: “Dari Al Barra bin Azib ra, ia
berkata : “ Tubuh Rasullullah saw berukuran sedang. Saya pernah melihat beliau
mengenakan kain merah, dan belum pernah melihat orang yang lebih tampan dari
beliau. (HR Bukhori Muslim)
Hadits lain
yang diriwayatkan oleh Muslim Berbunyi :
وَ عَنْ جاَ
بِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ,دَخَلَ يَوْمَ قَتْحِ مَكَّةَوَعَلَيْهِ عِمَا مَةٌ سَوْدَاءُ(رواه مسلم)
Artinya: “Dari Jabir, ia berkata : “ Ketika
Rasullullah saw memasuki kota mekkah pada hari penaklukannya, beliau memakai
sorban hitam.(HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi
tidak melarang kaum laki-laki memakai pakaian warna-warna karena yang paling
essensial dari pakaian adalah untuk menutup aurat sedangkan persoalan warna
hanyalah persoalan selera yang masing-masing orang memilki selera yang tidak
selalu sama. Hanya saja Nabi lebih menganjurkan orang untuk mengenakan pakaian
putih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah di jelaskan di atas.
Namun dalam berpakaian terdapat hal
penting yang harus di ingat yaitu bahwa Allah telah memerintahkan kepada para
hambanya (kaum perempuan) untuk memanjangkan pakaiannya, namun panjangnnya
pakaian sampai menutup seluruh aurat bulan jaminan bahwa cara berpakaian
tersebut sudah mendapatkan Ridho dari Allah SWT lantaran memenuhi perintahnnya.
sebab cara menutup aurat dengan memanjangkan yang didasari perasaan ingin
menyombongkan diri, merupakan perbuatan yang tidak di sukai Allah dimana hal
tersebut di sampaikan sabdanya dalam sunan Abu Daud :
عَن عَبْد ا
لْعَزِ يزِ ا بْنِ أَ بئ رُوَاد,عَنْ سَا لِمِ بْن عَبْدٍ ا لله, عَنْ أ بيْهِ,
عَنْ ا لنَّبى صَلَّى ا للهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ قَالَ : الأِ سْبَا لُ فِى ا لأِ
زَ ارِ وَالْقَمِيْص وَ الْعِمَا مَةِ,مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَ ءَ لَمْ
يَنْظُرِ الله إِ لَيْهِ يَوْم الَقِيَا مَةِ (رواه أ بوداوود)
Artinya:“Dari Abdul aziz bi Abu Ruwad,
dari salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari nabi Saw bersabda : Hendaknya
di panjangkan sarung, baju, dan sorban, barangsiapa memanjangkan sesuatu
darinya karena sombong Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat. ( HR
Abu Daud )
Hadits tersebut
menjelaskan faktor niat yang memotivasi lahirnya perbuatan memegang peranan
penting dalam setiap langkah yang di ambil seorang pelaku, sehingga perbuatan
yang secara lahiriyah menjalankan perintah agama seperti berpakaian untuk
menutup aurat misalnya, akan tetapi jika dilakukan dengan niat yang keliru atau
dengan motif-motif tertentu yang menyimpang dari ketentuan Allah, seperti untuk
menyombongkan diri bukan karena patuh dan taat kepadanya, maka nilai amalnya
tidak akan sampai pada Allah dan tidak akan mendapatkan balasan kebaikan
dariNya, karena hanya dengan niat yang tulus karena Allah suatu amal perbuatan
akan memilii ruhnya dan akan di terima sebagai amal sholeh di sisi Allah.[17]
KESIMPULAN
Dalam makalah
ini, telah dibahas mengenai hadits-hadits larangan melakukan tindakan korupsi,
toleransi antar umat beragama, toleransi bermasyarakat, etika pergaulan dan
etika berpakaian. Pada hadits tentang korupsi, dijelaskan bahwa Allah melaknat
setiap orang yang melakukan tindakan korupsi bahkan nerakalah balasannya bagi
mereka yang melakukan tindakan korupsi tersebut, baik yang memberi maupun
menerima korupsi. Selain itu, di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
kehidupan bermasyarakat sesama umat beragama, kita diwajibkan untuk saling
menghargai satu sama lain atau mempunyai sikap toleransi. Karena dengan adanya
sikap toleransi akan tercipta kerukunan diantara sesame umat beragama sehingga dalam
kehidupan bermasyarakat akan tercipta suasana yang aman, damai, dan tentram.
Sikap toleransi inilah yang sangat disukai oleh Allah. Dalam kehidupan
bermasyarakat juga terdapat norma-norma yang harus dipatuhi dan ditaati oleh
setiap masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, yang dapat merusak kerukunan antar masyarakat.
Dalam pergaulan
sehari-hari, khususnya antar sesama umat muslim, terdapat etika-etika yang
harus dilakukan, seperti menebar sapa atau mengucapkan salam ketika bertemu,
berjabat tangan, dan lain sebagainya. Karena agama Islam sangat menyukai
hal-hal tersebut, bahkan kita sebagai umat muslim diwajibkan untuk
melakukannya. Selain itu, dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus
memperhatikan etika berpakaian yang kita pakai. Etika tersebut diantaranya:
mendahulukan anggota badan sebelah kanan, tidak memakai perhiasan secara
berlebihan dan dianjurkan untuk mengenakanan pakai berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhary. 2000. Kitab; Jual-Beli, Bab;
Kemudahan dan toleransi dalam jual-beli dari riwayat Jabir bin Abdullah Jilid II.
Almath, M.Faiz. 1991. 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad.
Jakarta: Gema Insani
Juwariyah.
2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary. 1400H. al-Jami' al-Shahih,Kitab; Iman, Bab; Agama itu Mudah Cetakan I. Kairo: Maktah
as-Salafiyah
Muhammad, Abu
‘Isa, dkk. al-Hadits. Beirut: Daar Ihya al-Turats
Nasiruddin, Muhammad al-Albany. 1415H. Shahih adab al-Mufrad Cetakan II. Beirut: Dar ash-Shiddiq
Natsir , Mohamad. 1970. Keragaman Hidup
Antar Agama Cetakan II. Jakarta: Hudaya
Nawawi, Imam. 1999. Riyadhus
Shalihin, terj.Riyadhus shalihin oleh Al-Imam Abu
Rachmat, Syafie’i. 2003. al-Hadis (Aqidah,
Ahklaq, Sosial, dan Hukum) Cetakan II Revisi. Bandung: Pustaka Setia
Saifudin M. 2010.Syaamil
Al-Qur’an Terjemah Tafsir Per Kata. Bandung: Sygma Publishing
Sya’roni,
Mahmud. 2006. Cermin kehidupan Rasul.
Semarang : Aneka Ilmu
Zakaria
Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Jakarta: Pustaka Amani
[6] Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim al-Bukhary,al-Jami' al-Shahih,Kitab; Iman, Bab; Agama itu
Mudah, (Cet. I;Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 29
[8] Muhammad Nasiruddin
al-Albany, Shahih adab al-Mufrad. (Cet. II; Beirut: Dar
ash-Shiddiq, 1415 H), h. 122
[9] Al-Bukhary, Op.Cit.,Kitab; Jual-Beli, Bab; Kemudahan dan
toleransi dalam jual-beli dari riwayat Jabir bin Abdullah, Jld.II,h.81
[15] Nawawi,
Imam. Riyadhus Shalihin, terj.Riyadhus shalihin oleh Al-Imam Abu
Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi.1999
This way my partner Wesley Virgin's report launches with this SHOCKING and controversial video.
BalasHapusAs a matter of fact, Wesley was in the army-and soon after leaving-he revealed hidden, "mind control" tactics that the CIA and others used to get anything they want.
As it turns out, these are the same tactics tons of famous people (notably those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become rich and successful.
You probably know that you use less than 10% of your brain.
That's because most of your brain's power is UNCONSCIOUS.
Perhaps this expression has even occurred INSIDE your very own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain seven years back, while driving a non-registered, trash bucket of a car without a driver's license and with $3.20 on his bank card.
"I'm so frustrated with going through life check to check! When will I finally make it?"
You've taken part in those types of thoughts, isn't it right?
Your success story is waiting to be written. You just need to take a leap of faith in YOURSELF.
CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS