KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun untuk
melengkapi tugas makalah mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan dosen pembimbing Ali Usman S.Fil.I., M.S.I. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Rasulullah, Muhammad SAW. Makalah
ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa moral maupun
material.
2.Dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Ali Usman S.Fil.I., M.S.I.
3.Semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak
kekurangan,
karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikian makalah ini penulis
susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih
memahami tentang pemahaman ilmu sains.
Yogyakarta, 20 Agustus 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak masyarakat
Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD
1945 sebagai konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang
tidak mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi tersebut. Golongan
masyarakat yang demikian sepertinya kurang pemahaman pendidikan tentang dasar
negara kita itu. Sesungguhnya bila seluruh warga negara Republik Indonesia
mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan
tujuan nasional seperti yang digariskan di dalam Pembukaaan UUD 1945, maka
mereka sudah tentu dapat menghayati filsafat dan ideologi Pancasila sehingga
menjiwai tingkah lakunya selaku warga negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan segala kegiatannya sebagai cerminan dari nilai-nilai pancasila dan
UUD 1945. Terlebih di era
globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif
dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang dasar negara
dan konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami dan
melaksanakan segala kegiatan kenegaraan berlandasakan dasar negara dan
konstitusi, namun tidak kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar
budaya bangsa dan keimanannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KONSTITUSI
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (consituer)
yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara.[1]
Konstitusi
pada praktisnya memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan Undang-Undang
Dasar 1945. Secara politis, konstitusi dimengerti sebagai kesepakatan
penyerahan kekuasaan pada kedaulatan yang lebih tinggi atau kontrak sosial.
Menurut pengertian sosiologis, konstitusi adalah kesepakatan individu-individu
dalam mendirikan organisasi sebagai payung untuk menaungi kehidupan individu
dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 hanyalah
sebuah pengertian konstitusi dalam arti yuridis. Menurut sudut pandang yuridis,
konstitusi adalah perjanjian tertulis hasil kesepakatan yang berisi tujuan dan
aturan-aturan untuk mengatur para pihak yang bersepakat.[2]
Para
ahli hukum ada yang membedakan arti konstitusi dengan undang-undang dasar dan
ada juga yang menyamakan arti keduanya. Persamaan dan perbedaannya adalah
sebagai berikut:
1.
L. J. Van Apeldoorn
membedakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya, konstitusi adalah memuat
peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan Undang-Undang Dasar
(gronwet) adalah bagian tertulis dari konstitusi.
2.
Sri
Sumantri menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktik ketatanegaraan di
sebagian besar negara-negara dunia termasuk Indonesia.
Herman
Heller membagi pengertian konstitusi dalam tiga tingkat, yaitu :
1.
Konstitusi sebagai
pengertian sosial politik
Pada
tingkat ini konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru mencerminkan
keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Pengertian hukum dalam hal ini
sekunder, sedangkan yang primer adalah bangunan-bangunan tersebut adalah
keputusan-keputusan masyarakat sendiri, misalnya siapa saja yang menjadi kepala
suku, pembantunya, dan sebagainya.
2.
Konstitusi sebagai
pengertian hukum
Pada
tingkat kedua ini, keputusan-keputusan masyarakat dari tingkat yang pertama
dijadikan suatu perumusan yang normatif dan berlaku. Namun sebagai perumusan
yang normatif, konstitusi ini tidak selalu tertulis dalam bentuk kodifikasi,
tetapi juga ada yang tidak tertulis.
3.
Konstitusi sebagai
suatu peraturan hukum
Pengertian
tingkat ketiga ini adalah suatu peraturan hukum yang tertulis. Dari sinilah,
maka Undang-Undang Dasar adalah salah satu bagian dari konstitusi dan bukan
sama dengan konstitusi.[3]
B.
TUJUAN KONSTITUSI
Konstitusi membagi kekuasaan dalam negara artinya
lembaga-lembaga yang ada dalam suatu negara, tugas, dan wewenangnya ditentukan
oleh konstitusi tersebut, misalnya antara lembaga legislatif, lembaga eksekutif
maupun lembaga yudikatif. Oleh karena itu, konstitusi secara umum bertujuan
untuk :
1.
Memisahkan kekuasaan
dari penguasa,
2.
Membatasi kekuasaan,
dan
3.
Mengontrol
penguasa dalam menjalankan kekuasaan tersebut.
Menurut tujuan konstitusi di atas, dalam pandangan Rule
of Law, tampak bahwa konstitusi menjadi dasar legitimasi seorang penguasa
untuk berkuasa. Seseorang yang berkuasa perlu mendapatkan pengakuan keabsahan
tertulis dari para konstituennya. Jadi, kekuasaan yang dipegang oleh penguasa
itu pun bukan miliknya sendiri, tetapi sifatnya dipinjamkan oleh para pemilik
asli kekuasaan. Kemudian, kekuasaan yang dipegang oleh penguasa tadi dibatasi
lagi dan selanjutnya konstitusi mengatur bagaimana cara menjalankan kekuasaan
tersebut, sehingga kekuasaan itu tidak merajalela.[4]
C.
FUNGSI KONSTITUSI
Konstitusi
(UUD) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memiliki arti dan
makna yang sangat penting. Hal
ini berarti bahwa konstitusi (UUD) menjadi “tali” pengikat setiap warga negara
dan lembaga negara dalam kehidupan negara. Dalam kerangka kehidupan negara,
konstitusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai:
1.
Tata
aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga suprastruktur dan
infrastruktur politik).
2.
Tata
aturan dalam hubungan negara dengan warga negara serta dengan negara lain.
3.
Sumber hukum dasar yang
tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
harus mengacu pada konstitusi (UUD).
Secara khusus, fungsi konstitusi (UUD) dalam negara
demokrasi dan negara komunis adalah:
1.
Fungsi
konstitusi (UUD) dalam negara demokrasi konstitusional :
a.
Membatasi
kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak
bersifat sewenang-wenang (absolut).
b.
Sebagai
cara yang efektif dalam membagi kekuasaan.
c.
Sebagai
perwujudan dari hukum yang tertinggi (supremasi hukum) yang harus ditaati oleh
rakyat dan penguasanya.
2.
Fungsi
konstitusi (UUD) dalam negara komunis :
a.
Sebagai
cerminan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah
masyarakat komunis.
b.
Sebagai
pencatatan formal (legal) dari perjuangan yang telah dicapai.
c.
Sebagai
dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dan dapat diubah
setiap kali ada pencapaian kemajuan dalam masyarakat komunis.[5]
D.
JENIS KONSTITUSI
Jenis-jenis konstitusi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Konstitusi
tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau
dokumen yang dapat dijumpai pada sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau
dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang
lingkup seluas mungkin bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan
konstitusi itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan.
Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak
membutuhkan proses yang panjang misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen,
Referendum dan konvensi.
2.
Konstitusi
Fleksibel dan Konstitusi Kaku
Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu :
a.
Elastis
b.
Diumumkan dan diubah
dengan cara yang sama.
Ciri-ciri konstitusi yang kaku :
a.
Mempunyai kedudukan dan
derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.
b.
Hanya dapat diubah
dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.
3. Konstitusi
derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi
Konstitusi derajat tinggi ialah
konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling tinggi dalam Negara dan
berada diatas peraturan perundang-undang yang lain. Sedangkan, konstitusi tidak
derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat.
4.
Konstitusi serikat dan
konstitusi kesatuan
a.
Jika bentuk Negara itu
serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan antara pemerintah
Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian.
b.
Dalam Negara kesatuan,
pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya terpusat pada
pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
5.
Konstitusi sistem
pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer. Konstitusi
yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat
diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula
sebaliknya.[6]
E.
SEJARAH KONSTITUSI
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar
1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai dalam bahasa Jepang yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.Soekarno
dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11
orang wakil dari Jawa,3 orang dari Sumatra, dan masing-masing 1 wakil dari
Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. BPUPKI ditetapkan berdasarkan Maklumat
Gunseikan Nomor 23 bersamaan dengan ultah Tenno Heika pada tanggal 29 April
1945.
BPUPKI menentukan tim khusus yang
bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama
UUD 1945. Tokoh-tokoh perumusnya antara lain Dr.Rajman Widiodiningrat, Ki Bagus
Hadi Koesemo, Oto Iskandardinata, Pangeran purboyo, Pangeran Soerjohamindjojo
dan lain-lain.
UUD 1945 dibentuk untuk memberikan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Setelah kemerdekaan diraih,
kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi,
dan segera harus dirumuskan sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara
yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya
yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.
Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan Undang
– Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2.
Menetapkan
dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3.
Memilih
ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
4.
Pekerjaan presiden
untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Komite
Nasional).[7]
F.
SEJARAH PERUBAHAN
KONSTITUSI DALAM NKRI
Dalam
gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak mengalami perubahan
mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Peristiwa perubahan ini berlangsung dalam beberapa kali
dengan periode waktu tertentu. Perubahan tersebut
secara sistematis dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
UUD 1945 (18 Agustus
1945-27 Desember 1949)
Dalam kurun waktu diatas, pelaksanaan
UUD tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam
masa pancaroba, artinya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan
yang baru diproklamasikan, sedangkan pihak kolonial Belanda masih ingin
menjajah kembali negara Indonesia.
2.
Konstitusi RIS (27
Desember 1949-17 Agustus 1950)
Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati
bersama di Negara Belanda antara wakil-wakil pemerintah RI dengan wakil-wakil
pemerintah negara BFO (Bijeenkomst Voor Federal Obverleg), yaitu negara-negara
buatan Belanda di luar negara RI. Peristiwa ini terjadi di Kota Pantai
Scheveningen, tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya KMB (Konferensi
Meja Bundar). Rancangan Konstitusi RIS ini disetujui pada tanggal 14 Oktober
1949 di Jakarta oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP RI dan wakil masing-masing
pemerintah serta DPR negara-negara BFO. Namun demikian, konstitusi RIS ini
tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih
kurang delapan bulan (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950). Hal ini terjadi
karena adanya tuntutan masyarakat dari berbagai daerah untuk kembali ke bentuk
negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS sangat tinggi. Kenyataan ini
membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang
ibukotanya di Yogyakarta. Pada tahun 1950, negara RIS yang belum bergabung
dengan NKRI adalah negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatera
Timur, namun dalam jangka waktu yang tidak lama dicapai kesepakatan antara NKRI
dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan kesepakatan itu, maka pada tanggal
17 Agustus 1950, negara RIS resmi kembali bergabung dengan NKRI.
3.
UUDS (15 Agustus 1950-5
Juli 1959)
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS
1950) ini merupakan UUD yang ketiga bagi Indonesia. Menurut UUDS ini, sistem
pemertintahan yang dianut adalah sistem Pemerintahan Parlementer dan bukan
sistem kabinet presidensial seperti dalam UUD 1945. Menurut sistem Pemerintahan
Parlmenter yang tertuang dalam UUDS ini Presiden dan Wakil Presiden adalah
Presiden dan Wakil Presiden Konstitusional dan “tidak dapat diganggu gugat”,
karena yang bertanggungjawab adalah para menteri kepada parlemen (DPR). UUDS
ini berpijak pada pemikiran liberal yang
mengutamakan kebebasan individu, sedangkan UUD 1945, berpijak pada
landasan demokrasi pancasila yang berintikan sila keempat.
4.
UUD 1945 (5 Juli 1959-1966)
Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu
kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat
mengenai penyimpangan konstitusi (UUD 1945) yaitu :
a.
Presiden merangkap
sebagai penguasa eksekutif dan legislatif.
b.
Mengeluarkan UU dalam
bentuk Penetapan Presiden dengan tanpa perstujuan DPR.
c.
MPRS mengangkat
presiden seumru hidup.
d.
Hak Budget DPR tidak
berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk
mendapat persetujuan DPR.
e.
Pimpinan
lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat menjadi menteri-menteri
negara dan presiden menjadi Ketua DPA.
Sedangkan dalam kepemimpinan Presiden
Soeharto, hal-hal yang perlu dicatat mengenai pelaksanaan konstitusi (UUD), yaitu
:
a.
Membentuk lembaga-lembaga
yang tersebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan dengan undang-undang.
b.
Menyelenggarakan
mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan, yaitu melaksanakan Pemilu DPR,
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, mengangkat kabinet, laporan
pertanggungjawaban dalam Sidang Umum MPR, dan seterusnya.
c.
Menggunakan sistem
pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur dalam Konstitusi (UUD 1945), dan
lain-lain.
5.
UUD 1945 (1966-1999)
Hal-hal yang terjadi dalam Pelaksanaan
UUD 1945 kurun waktu tahun 1966-1999 ini dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian,
yaitu :
a.
Pelaksanaan UUD 1945
tahun 1966-1999
Pelaksanaan UUD
1945 pada kurun waktu ini memiliki nilai penting bagi kehidupan banga dan
negara Indonesia pasca Pemerintahan Orde Lama. Kenyataan ini secara bertahap
dilakukan perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan
negara oleh Pemerintahan Orde Baru.
b.
Pelaksanaan UUD 1945
kurun waktu 1966-1970
1)
Lahirnya Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar 1966)
2)
Pelaksanaan Sidang Umum
MPRS ke IV tahun 1966
3)
Pelaksanaan Sidang
Istimewa MPRS tahun 1967
4)
Pelaksanaan Sidang Umum
MPRS tahun 1968
c.
Pelaksanaan UUD 1945
kaurun waktu 1970-1997
Pelaksanaan UUD
1945 dalam kurun waktu ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan
terlihat dari adanya manifestasi pelaksanaan sistem politik Indonesia yang berlangsung
secara menyeluruh terpadu dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan negara.
6.
UUD 1945 Amandemen 1999
(1999-sekarang)
Dalam penerapan konstitusi (UUD 1945)
amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perubahan sangat signifikan
dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi (UUD 1945) praamandemen. [8]
G. MEKANISME AMANDEMEN
KONSTITUSI
1.
Amandemen Konstitusi
(UUD 1945)
Sebagai usaha untuk mengembalikan
kehidupan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan UUD 1945, salah satu
jenis aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan
amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi, MPR telah mengeluarkan
seperangkat ketetapan sebagai landasan konstitusionalnya, yaitu :
a.
Pencabutan ketetapan
MPR tentang Referendum (dengan Tap. Nomor VIII/MPR/1998).
b.
Pembatasan masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden (Tap. Nomor XIII/MPR/1998).
c.
Pernyataan Hak Asasi
Manusia (Tap. Nomor XVII/MPR/1998).
d.
Pencabutan Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1978 tentang P4 dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara (Tap. Nomor XVIII/MPR/1998).
e.
Perubahan pertama UUD
1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.
f.
Perubahan kedua UUD
1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.
g.
Sumber Hukun dan Tata
Urutan Perundang-undangan (Tap. Nomor III/MPR/2000).
h.
Perubahan ketiga pada
tanggal 1-10 November 2001.
i.
Perubahan keempat (terakhir)
UUD 1945, 1-11 Agustus 2002.
j.
Disahkannya perubahan
pertama, kedua, ketiga, dan keempat UUD 1945 dalam Sidang Umum MPR tahun 2002
menandai sebuah lompatan besar ke depan bagi bangsa Indonesia, karena bangsa
Indonesia telah mempunyai sebuah UUD yang lebih sempurna dibandingkan dengan
UUD 1945 sebelumnya. Namun demikian, MPR tetap menyadari bahwa konstitusi (UUD)
yang di amandemen belum sempurna. Untuk itu MPR membentuk Komisi Konstitusi
akan bertugas untuk menyempurnakan perubahan konstitusi (UUD) itu. Dengan
pengesahan Perubahan UUD 1945 MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi
sebagai suatu konstitusi yang demokratis. Perubahan itu merupakan suatu
lembaran sejarah lanjutan setelah Bung Karno dan Bung Hatta dan rekan-rekannya
berhasil menegaskan UUD 1945 dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI.
2.
Mekanisme Amandemen
Konstitusi (UUD) 1945
Dalam pelaksanaan Amandemen Konstitusi
(UUD) 1945, MPR menggunakan mekanisme sebagai berikut :
a.
MPR mengadakan rapat
konstitusi dengan seluruh badan kelengkapan MPR dan anggotanya yaitu, DPR 1945
dan DPD.
b.
Mendapat persetujuan
2/3 anggota DPR/MPR atas rencana amandemen UUD 1945 tesebut.
c.
MPR membentuk Panitia
Perumusan Badan Pekerja (BP-MPR) yang betugas merumuskan RUUD 1945. Dalam
pembahasan panitia perumusan mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan
elemen-elemen yang meliputi pemerintah, professional, pengusaha, parta politik,
LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur laing yang terkait.
d.
Hasil perumusan Panitia
Badan Pekerja MPR RI menyerahkan hasil perumusan RUU kepada pimpinan MPR RI.
e.
Pimpinan MPR
menyelenggarakan Sidang Umum MPR RI Tahunan untuk mendengarkan pandangan umun
fraksi-fraksi yang ada di MPR RI guna menetapkan Rancangan UUD 1945
(Konstitusi) Amandemen menjadi UUD 1945 Amandemen.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
politis, konstitusi dimengerti sebagai kesepakatan penyerahan kekuasaan pada
kedaulatan yang lebih tinggi atau kontrak sosial. Konstitusi di Indonesia dapat
diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi memiliki fungsi sebagaiu
sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada konstitusi (UUD).
Tujuan
konstitusi secara umum :
1.
Memisahkan kekuasaan
dari penguasa,
2.
Membatasi kekuasaan,
dan
3.
Mengontrol
penguasa dalam menjalankan kekuasaan tersebut.
Jenis-jenis konstitusi :
2.
Konstitusi tertulis dan
tidak tertulis
3.
Konstitusi
Fleksibel dan Konstitusi Kaku
4.
Konstitusi derajat
tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi
5.
Konstitusi serikat dan
konstitusi kesatuan
6.
Konstitusi sistem
pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial
dapat diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu
pula sebaliknya.
Perubahan
Konstitusi :
1.
UUD 1945 (18 Agustus
1945-27 Desember 1949)
2.
Konstitusi RIS (27
Desember 1949-17 Agustus 1950)
3.
UUDS (15 Agustus 1950-5
Juli 1959)
4.
UUD 1945 (5 Juli
1959-1966)
5.
UUD 1945 (1966-1999)
6.
UUD 1945 Amandemen 1999
(1999-sekarang)
B.
Tanya Jawab
1.
Bagaimana mekanisme
amandemen konstitusi? Apakah yang diamandemen pasal-pasalnya saja atau
konstitusinya (UUD)?
Jawab:
Mekanisme
perubahan amandemen UUD yaitu:
a.
Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan
dalam sidang MPR, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota MPR. ****)
b.
Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagianyang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya. ****)
c.
Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPRdihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. ****)
d.
Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 50 % ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
****)
e.
Khusus
mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan. ****)
Dalam
melakukan amandemen, yang diamandemen adalah konstitusinya, dalam hal ini
adalah UUD 1945, akan tetapi tidak secara keseluruhan, hanya bab dan pasal-pasal
tertentu saja, karena di dalam UUD 1945 terdiri dari beberapa bab dan pasal.
2.
Apa tujuan konstitusi?
Bagaimana cara konstitusi membatasi kekuasaan? Apa jenis konstitusi yang
digunakan di Indonesia?
Jawab:
Tujuan
konstitusi yaitu:
a.
Memisahkan kekuasaan
dari penguasa,
b.
Membatasi kekuasaan,
dan
c.
Mengontrol
penguasa dalam menjalankan kekuasaan tersebut.
Cara
konstitusi membatasi kekuasaan yaitu:
a.
Bahwa konstitusi atau
Undang-Undang Dasar harus menjamin hak-hak asasi manusia atau warga negara
b.
Bahwa konstitusi atau
Undang-Undang Dasar harus memuat suatu ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental, dan
c.
Bahwa konstitusi atau
Undang-Undang Dasar harus mengatur tugas serta wewenang dalam negara juga yang
bersifat mendasar.
Contohnya
adalah pada orde lama seorang presiden tidak diberikan batasan dalam memimpin
sebuah negara, sedangkan pada orde sekarang seorang presiden diberikan batasan
untuk memimpin sebuah negara, yaitu sebanyak 2 periode.
Konstitusi
yang digunakan di Indonesia adalah konstitusi tertulis.
3.
Mengapa anda
menyebutkan Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 bukan 17 Agustus
1945?
Jawab:
Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan tanggal 18 Agustus 1945 adalah
hari disahkannya konstitusi atau sering disebut Undang-undang Dasar (UUD).
Jadi, disini terjadi kesalahan oleh pemateri pada saat menyampaikan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Kresna Arya A. 2010. Etika
dan Tertib Hidup Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Humanika.
Srijanti dkk. 2009. Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara.
Jakarta: Salemba Empat.
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih.
2000. Ilmu Negara. Jakarta : Gaya
Media Pratama.
[1] Srijanti. 2009.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga
Negara. Hal 91
[2] Kresna Arya A. 2010.
Etika dan Tertib Hidup Berwarga Negara. hal 126
[3] Moh. Kusnardi dan
bintan R. Saragih. 2000. Ilmu Negara. hal 140-141
[4] Ibid. hal 126
[5] Ibid. hal 94
[6] Ibid.
[7]
Ibid.
[8] Ibid. hal
95-100
[9] Srijanti
dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika
Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat hal 102-103